Angina
Pektoris Stabil
No. ICPC-2
: K74 Ischaemic heart disease with angina
No. ICD-10
: I20.9 Angina pectoris, unspecified
Tingkat
Kemampuan : 3B
Masalah
Kesehatan
Angina
pektoris stabil merupakan tanda klinis pertama pada sekitar 50% pasien yang
mengalami penyakit jantung koroner. Angina pektoris dilaporkan terjadi dengan
rata-rata kejadian 1,5% tergantung pada jenis kelamin, umur, dan faktor risiko.
Data dari studi Framingham pada tahun 1970 menunjukkan prevalensi sekitar 1,5%
untuk wanita dan 4,3% untuk pria berusia 50 – 59 tahun.
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien
datang dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu seperti rasa ditekan atau
terasa seperti ditimpa beban yang sangat berat.
Diagnosis
seringkali berdasarkan keluhan nyeri dada yang mempunyai ciri khas sebagai
berikut:
1. Letak
Sering
pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum
(substernal: tidak dapat melokalisasi), atau dada sebelah kiri dan
kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, dapat menjalar ke punggung, rahang,
leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga dapat timbul di tempat lain
seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, dan bahu.
2.
Kualitas
Pada
angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti diperas
atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di dada
karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik.
3.
Hubungan dengan aktivitas
Nyeri dada
pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas, misalnya
sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan mendaki atau naik
tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi atau menggosok
gigi, makan terlalu kenyang atau emosi, sudah dapat menimbulkan nyeri dada.
Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.
Serangan angina yang timbul pada waktu istirahat atau pada waktu tidur malam
sering akibat angina pektoris tidak stabil
4.
Lamanya serangan
Lamanya
nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang perasaan tidak enak di
dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada berlangsung lebih dari
20 menit, mungkin pasien mengalami sindrom koroner akut dan bukan angina
pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul keluhan lain seperti sesak napas,
perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada disertai keringat dingin.
5.
Nyeri dada bisa disertai keringat dingin, mual, muntah, sesak dan pucat.
Faktor
Risiko
Faktor
risiko yang tidak dapat diubah:
1.
Usia
Risiko
meningkat pada pria di atas 45 tahun dan wanita di atas 55 tahun (umumnya
setelah menopause)
2.
Jenis kelamin
Morbiditas
akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang
bersifat protektif pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat
dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki-laki pada wanita setelah masa
menopause.
3.
Riwayat keluarga
Riwayat
keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan
ibu < 65 tahun.
Faktor
risiko yang dapat diubah:
1. Mayor
a. Peningkatan lipid serum
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Konsumsi alkohol
e. Diabetes Melitus
f. Diet tinggi lemak jenuh, kolesterol dan kalori
2. Minor
a. Aktivitas fisik kurang
b. Stress psikologik
c.
Tipe kepribadian
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
Fisik
1. Sewaktu terjadi serangan angina dapat tidak menunjukkan
kelainan. Walau jarang pada auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel
dan murmur sistolik di daerah apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun,
menetap atau meningkat pada waktu serangan angina.
2.
Dapat ditemukan pembesaran jantung.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
EKG
Gambaran
EKG saat istirahat dan bukan pada saat serangan angina sering masih normal.
Gambaran EKG dapat menunjukkan bahwa pasien pernah mendapat infark miokard di
masa lampau. Kadang-kadang menunjukkan pembesaran ventrikel kiri pada pasien
hipertensi dan angina, dapat pula menunjukkan perubahan segmen ST atau
gelombang T yang tidak khas. Pada saat serangan angina, EKG akan menunjukkan
depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.
Gambaran
EKG penderita angina tak stabil/ATS dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST,
hambatan cabang berkas His dan bisa tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.
Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri
ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan
kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu
24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi
gelombang Q, maka disebut sebagai Infark Miokard Akut (IMA).
2. X ray thoraks
X ray thoraks sering menunjukkan bentuk jantung yang normal. Pada pasien
hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya
kalsifikasi arkus aorta.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Klasifikasi
Angina:
1.
Stable Angina Pectoris (angina pektoris stabil)
Keluhan
nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan, sesuai dengan berat ringannya
pencetus, dibagi atas beberapa tingkatan:
a. Selalu timbul sesudah latihan berat.
b. Timbul sesudah latihan sedang (jalan cepat 1/2 km)
c. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
d.
Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
2.
Unstable Angina Pectoris (angina pektoris tidak stabil/ATS)
Angina
dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya
ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri tersendiri.
3.
Angina prinzmetal (Variant angina)
Terjadi
tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan sering timbul pada waktu
beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner
yang menimbulkan iskemi jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme
berkaitan dengan arterosklerosis.
Klasifikasi
Angina Pektoris menurut Canadian Cardiovascular Society Classification
System:
1. Kelas I: Pada aktivitas fisik biasa tidak mencetuskan
angina. Angina akan muncul ketika melakukan peningkatan aktivitas fisik
(berjalan cepat, olahraga dalam waktu yang lama).
2. Kelas II: Adanya pembatasan aktivitas sedikit/aktivitas
sehari-hari (naik tangga dengan cepat, jalan naik, jalan setelah makan, stres,
dingin).
3. Kelas III: Benar-benar ada pembatasan aktivitas fisik
karena sudah timbul gejala angina ketika pasien baru berjalan 1 blok atau naik
tangga 1 tingkat.
4.
Kelas IV: Tidak bisa melakukan aktivitas sehari-sehari, tidak nyaman, untuk
melakukan aktivitas sedikit saja bisa kambuh, bahkan waktu istirahat juga bisa
terjadi angina.
Diagnosis
Banding
Gastroesofageal Refluks Disease (GERD),
Gastritis akut, Nyeri muskuloskeletal, Pleuritis, Herpes di dada, Trauma,
Psikosomatik
Komplikasi
Sindrom
koroner akut
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Terapi
farmakologi:
1. Oksigen dimulai 2 L/menit
2. Nitrat dikombinasikan dengan β-blocker atau Calcium
Channel Blocker (CCB) non dihidropiridin yang tidak meningkatkan denyut
jantung (misalnya verapamil, diltiazem). Pemberian dosis pada serangan akut :
a. Nitrat 5 mg sublingual dapat dilanjutkan dengan 5 mg
peroral sampai mendapat pelayanan rawat lanjutan di pelayanan sekunder.
b. Beta bloker:
Propanolol 20-80 mg dalam dosis terbagi atau
Bisoprolol 2,5-5 mg per 24 jam.
c. Calcium Channel Blocker (CCB) non
dihidropiridine
Dipakai
bila Beta Blocker merupakan kontraindikasi, misalnya:
Verapamil 80 mg (2-3 kali sehari)
Diltiazem 30 mg ( 3-4 kali sehari)
3.
Antipletelet
Aspirin
160-320 mg sekali minum pada serangan akut.
Konseling
dan Edukasi
Menginformasikan
individu dan keluarga untuk melakukan modifikasi gaya hidup antara lain:
1. Mengontrol emosi dan mengurangi kerja berat dimana
membutuhkan banyak oksigen dalam aktivitasnya
2. Mengurangi konsumsi makanan berlemak
3. Menghentikan konsumsi rokok dan alkohol
4.
Menjaga berat badan ideal
5. Mengatur pola makan
6. Melakukan olah raga ringan secara teratur
7. Jika memiliki riwayat diabetes tetap melakukan pengobatan
diabetes secara teratur
8. Melakukan kontrol terhadap kadar serum lipid
9.
Mengontrol tekanan darah
Kriteria
Rujukan
Dilakukan
rujukan ke layanan sekunder (spesialis jantung atau spesialis penyakit dalam)
untuk tatalaksana lebih lanjut.
Peralatan
1. Elektrokardiografi (EKG)
2.
Radiologi (X ray thoraks)
Prognosis
Prognosis
umumnya dubia ad bonam jika dilakukan tatalaksana dini dan tepat.
Referensi
1.
Isselbacher, J Kurt. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
Volume 3. Jakarta: EGC. 2000. (Isselbacher, 2000)
2.
O’Rouke., Walsh., Fuster. Hurst’s The Heart Manual of Cardiology.12th Ed.
McGraw-Hill. 2009. (O'Rouke, et al., 2009)
3.
Priori, S. G., Blanc, J. J., (France), Budaj., A., Camm, J., Dean, V., Deckers,
J., Dickstein. K., Lekakis, J., McGregor. K., Metra. M., Morais. J., Osterspey.
A., Tamargo, J., Zamorano, J. L., Guidelines on the management of stable
angina pectoris, 2006, European Heart Journal doi:10.1093/eurheartj/ehl002
ESC Committee for Practice Guidelines (CPG). (Priori, et al., 2006)
4.
Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: FKUI.2007.c (Sudoyo, et al., 2006)
0 komentar:
Posting Komentar