Epistaksis adalah perdarahan yang mengalir keluar
dari hidung yang berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan
suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan
No. ICPC-2
: R06. Nose bleed/epistaxis
No. ICD-10
: R04.0 Epistaxis
Masalah
Kesehatan
Epistaksis adalah perdarahan yang mengalir keluar
dari hidung yang berasal dari rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan
suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan. Hampir 90% epistaksis
dapat berhenti sendiri. Perdarahan dari hidung dapat merupakan gejala yang
sangat mengganggu. Faktor etiologi dapat lokal atau sistemik. Sumber perdarahan
harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara efektif.
Klasifikasi
1.
Epistaksis Anterior
Epistaksis
anterior paling sering berasal dari pleksus Kiesselbach, yang merupakan
sumber perdarahan paling sering dijumpai pada anak-anak. Selain itu juga dapat
berasal dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri
(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
2.
Epistaksis Posterior
Pada
epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina atau arteri
etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada orang dewasa
yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskuler.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1.
Keluar darah dari hidung atau riwayat keluar darah dari hidung.
2.
Harus ditanyakan secara spesifik mengenai :
a.
Lokasi keluarnya darah (depan rongga hidung atau ke tenggorok)
b.
Banyaknya perdarahan
c.
Frekuensi
d. Lamanya
perdarahan
Faktor
Risiko
1.
Trauma
2.
Adanya penyakit di hidung yang mendasari, misalnya: rinosinusitis, rinitis
alergi.
3.
Penyakit sistemik, seperti kelainan pembuluh darah, nefritis kronik, demam
berdarah dengue.
4.
Riwayat penggunaan obat-obatan seperti NSAID, aspirin, warfarin, heparin,
tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.
5.
Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal, atau
nasofaring.
6.
Kelainan kongenital, misalnya: hereditary hemorrhagic telangiectasia /
Osler's disease.
7.
Adanya deviasi septum.
8.
Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan
udara rendah, atau lingkungan dengan udara yang sangat kering.
9.
Kebiasaan
Hasil
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
Fisik
1.
Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan secara berurutan dari
anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding
lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat untuk
mengetahui sumber perdarahan.
2.
Rinoskopi posterior
Pemeriksaan
nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis
berulang untuk menyingkirkan neoplasma.
3. Pengukuran
tekanan darah
Tekanan
darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis posterior yang hebat dan sering berulang.
Pemeriksaan
Penunjang
Bila
diperlukan:
1.
Darah perifer lengkap
2. Skrining
terhadap koagulopati (bleeding time, clotting time)
Penegakan
Diagnostik (Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
bila diperlukan.
Diagnosis
Banding
Hemoptisis,
Varises oesofagus yang berdarah, Perdarahan di basis cranii, Karsinoma
nasofaring, Angiofibroma hidung.
Komplikasi
1.
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus
tersumbat) dan sumbatan duktus lakrimal.
2.
Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum,
serta laserasi palatum mole dan sudut bibir bila benang yang dikeluarkan
melalui mulut terlalu kencang ditarik.
3. Akibat
perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia.
Penatalaksanaan
Komprehensif (Plan)
Tiga
prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu :
1.
Menghentikan perdarahan
2.
Mencegah komplikasi
3.
Mencegah berulangnya epistaksis
Penatalaksanaan
1.
Perbaiki keadaan umum penderita,penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali
bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok, pasien bisa berbaring dengan
kepala dimiringkan.
2.
Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke
arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter).
3. Bila
perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap (suction)
dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang
sudah membeku.
4.
Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi ke dalam hidung
dengan larutan anestesi lokal yaitu 2 cc larutan Pantokain 2% atau 2 cc larutan
Lidokain 2% yang ditetesi 0,2 cc larutan Adrenalin 1/1000. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah
sehingga perdarahan dapat berhenti sementara untuk mencari sumber perdarahan.
Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan
evaluasi.
5.
Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi larutan Nitras Argenti 15 –
25% atau asam Trikloroasetat 10%. Sesudahnya area tersebut diberi salep
antibiotik.
6. Bila
dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi Vaselin yang
dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan
berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang
dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 2
x 24 jam. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor
penyebab epistaksis. Selama pemakaian tampon, diberikan antibiotik sistemik dan
analgetik.
Gambar 10.3 Tampon anterior hidung
7.
Untuk perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut
tampon Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus
berdiameter kira-kira 3 cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2
buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi
koana (nares posterior). Teknik pemasangan tampon posterior, yaitu:
a.
Masukkan kateter karet melalui nares anterior dari hidung yang berdarah sampai
tampak di orofaring, lalu tarik keluar melalui mulut.
b. Ikatkan
ujung kateter pada 2 buah benang tampon Bellocq, kemudian tarik kembali kateter
itu melalui hidung.
c.
Tarik kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares anterior dengan
bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika
masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan
tampon anterior ke dalam kavum nasi.
d.
Ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada sebuah gulungan kain
kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak
bergerak.
e.
Lekatkan benang yang terdapat di rongga mulut dan terikat pada sisi lain dari
tampon Bellocq pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk menarik tampon keluar
melalui mulut setelah 2-3 hari.
f. Berikan
juga obat hemostatik selain dari tindakan penghentian perdarahan itu.
Gambar 10.4 Tampon posterior (Bellocq)
untuk hidung
Rencana
Tindak Lanjut
Setelah
perdarahan dapat diatasi, langkah selanjutnya adalah mencari sumber perdarahan
atau penyebab epistaksis.
Konseling
dan Edukasi
Memberitahu
pasien dan keluarga untuk:
1.
Mengidentifikasi penyebab epistaksis, karena hal ini merupakan gejala suatu
penyakit, sehingga dapat mencegah timbulnya kembali epistaksis.
2.
Mengontrol tekanan darah pada penderita dengan hipertensi.
3.
Menghindari membuang lendir melalui hidung terlalu keras.
4.
Menghindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari sehingga
dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat pada pasien anak.
5.
Membatasi penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti
aspirin atau ibuprofen.
Pemeriksaan
penunjang lanjutan
Pemeriksaan radiologi: Foto sinus paranasal bila
dicurigai sinusitis.
Kriteria
Rujukan
1.
Bila perlu mencari sumber perdarahan dengan modalitas yang tidak tersedia di
layanan primer, misalnya naso-endoskopi.
2.
Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau
nasofaring.
3.
Epistaksis yang terus berulang atau masif
Prognosis
1.
Ad vitam : Bonam
2.
Ad functionam : Bonam
3. Ad
sanationam : Bonam
Peralatan
dan Bahan Medis Habis Pakai
1.
Lampu kepala
2.
Spekulum hidung
3.
Alat penghisap (suction)
4.
Pinset bayonet
5.
Tampon anterior, Tampon posterior
6.
Kaca rinoskopi posterior
7.
Kapas dan kain kassa
8.
Lidi kapas
9.
Nelaton kateter
10.
Benang kasur
11.
Larutan Adrenalin 1/1000
12.
Larutan Pantokain 2% atau Lidokain 2%
13.
Larutan Nitras Argenti 15 – 25%
14. Salep
vaselin, Salep antibiotik
Referensi
1.
Adam, G.L. Boies, L.R. Higler. Boies.Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta:
EGC. 1997.
2.
Iskandar, M. Teknik Penatalaksanaan Epistaksis. In: Cermin Dunia Kedokteran.
No. 132. 2001. p. 43-4 (Iskandar, 2001)
3. Mangunkusumo, E.
Wardani, R.S.Epistaksisdalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala&Leher. Ed. ke-6. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 200
0 komentar:
Posting Komentar