Pneumonia,
Bronkopneumonia
No. ICPC-2
: R81 Pneumonia
No. ICD-10
: J18.0 Bronchopneumonia, unspecified
J18.9
Pneumonia, unspecified
Tingkat
Kemampuan : 4A
Masalah
Kesehatan
Pneumonia
adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak
termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di
bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat
pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. Lima
provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua
umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%),
Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi
Selatan (2,4% dan 4,8%) berdasarkan RISKESDAS 2013.
a. Pneumonia
pada Pasien Dewasa
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Gambaran
klinik biasanya ditandai dengan :
1.
Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40°C
2.
Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
3.
Sesak napas
4. Nyeri
dada
Hasil
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
fisik
Temuan
pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Inspeksi :
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi :
fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi :
redup di bagian yang sakit
Auskultasi
: terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai
ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium
resolusi.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pewarnaan gram
2.
Pemeriksaan lekosit
3.
Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia
4.
Kultur sputum jika fasilitas tersedia
5. Kultur
darah jika fasilitas tersedia
Penegakan
Diagnosis (Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis
defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis
pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
1.
Batuk-batuk bertambah
2.
Perubahan karakteristik dahak / purulen
3.
Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam
4.
Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan
ronki
5.
Leukosit > 10.000 atau < 4500
Komplikasi
Efusi
pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks, gagal napas, sepsis.
Penatalaksanaan
Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Dalam hal
mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik.
1.
Pengobatan suportif / simptomatik
a.
Istirahat di tempat tidur
b.
Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c.
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila
perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
2. Terapi
definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.
Pasien
Rawat Jalan
b. Pasien
yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ;
Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)
Doksisiklin (rekomendasi lemah)
c.
Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit
ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau
penggunaan obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor risiko
lain infeksi pneumonia :
Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, gemfloksasin atau levofloksasin (750
mg) (rekomendasi kuat)
β-lactam
+ makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau
amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat)
Alternatif
obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan cefuroxime (500 mg,
2x1/hari), doksisiklin
Pasien
perawatan, tanpa rawat ICU
1.
Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)
2. β-laktam+makrolid
(rekomendasi kuat)
Agen β-laktam
termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien
tertentu; dengan doksisiklin sebagai alternatif untuk makrolid.
Florokuinolon
respirasi sebaikanya digunakan untuk pasien alergi penisilin.
Konseling
dan Edukasi
1. Edukasi
Edukasi
diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan infeksi berulang,
pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi lingkungan.
2.
Pencegahan
Vaksinasi
influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko tinggi (orang usia
lanjut atau penderita penyakit kronis).
Kriteria
Rujukan
1.
Kriteria CURB
(Conciousness,
kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/menit, tekanan darah: sistolik
<90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada kelainan bernilai
1).
Dirujuk
bila total nilai 2.
2.
Kriteria PORT (patient outcome research team)
Penilaian
Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil
penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).
Tabel
10.8 Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT Karakteristik
penderita
|
Jumlah
poin
|
Faktor
demografi
Usia :
laki-laki
perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
Keganasan
Penyakit
hati
Gagal
jantung kongestif
Penyakit
serebrovaskuler
Penyakit
ginjal
|
Umur
(tahun)
Umur
(tahun) – 10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
|
Pemeriksaan
fisis
Perubahan status mental
Pernapasan ≥ 30 kali/menit
Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg
Suhu
tubuh < 35°C atau > 40°C
Nadi ≥
125 kali/menit
|
+20
+20
+20
+15
+10
|
Hasil
laboratorum/ radiologi
Analisis gas darah arteri :pH 7, 35
BUN
> 30 mg/dL
Natrium < 130 mEq/liter
Glukosa > 250 mg/dL
Hematokrit
< 30 %
PO2 ≤
60 mmHg
Efusi
pleura
|
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
|
Berdasar
kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1.
Skor PORT > 70
2. Bila
skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah
satu dari kriteria dibawah ini :
a.
Frekuensi napas > 30/menit
b.
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c.
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
d.
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e.
Tekanan diastolik < 60 mmHg
f. Tekanan
sistolik < 90 mmHg
3.
Pneumonia pada pengguna NAPZA
4.
Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria pneumonia berat bila dijumpai
salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
a. Kriteria
minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto
toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik
< 60 mmHg
b. Kriteria mayor
adalah sebagai berikut :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum
> 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit
ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Penderita yang
memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai:
1. Satu dari dua gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi
mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau
2. Dua dari tiga
gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru
menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).
Kriteria minor dan
mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
b.
Bronkopneumonia pada Pasien Anak
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Sebagian besar
gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di
rumah sakit.
Beberapa faktor yang
memengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah:
1. Imaturitas anatomik dan imunologik
2. Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi
3. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering
4. Faktor patogenesis
5. Kelompok usia pada
anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Hasil
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Gambaran klinis
pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan
respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan
tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan
Penunjang
Pewarnaan
gram, pemeriksaan lekosit, pemeriksaan foto toraks, kultur sputum serta kultur
darah (bila fasilitas tersedia)
Penegakan
Diagnosis (Assessment)
Diagnosis
etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis sebagai
dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu,
pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari
satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung,
retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO
mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini
terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan
kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana
tersebut meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak
segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung
frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak
napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2
bulan–5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan
gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa
dingin.
Klasifikasi
pneumonia berdasarkan pedoman WHO adalah:
1. Bayi
dan anak berusia 2 bulan–5 tahun
a.
Pneumonia berat
Ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b.
Pneumonia
Tidak ada sesak napas
Ada
napas cepat dengan laju napas:
>50
x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun
>40
x/menit untuk anak >1–5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
c.
Bukan pneumonia
Tidak
ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat
dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti
penurun panas
2. Bayi berusia di
bawah 2 bulan
a. Pneumonia
Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu
dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
Penatalaksanaan
Komprehensif (Plan)
Sebagian besar
pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan,
tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan
klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana
pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai dan
pengobatan suportif yang meliputi :
1. Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah
2. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
3. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif
4. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat
5. Komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan
rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat
diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%.
Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan,
pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas
yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP − 20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Penumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik
lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin,
atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Sebaiknya
segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang sesuai.
Kriteria Rujukan
1. Pneumonia berat
2. Pneumonia rawat
inap
Pencegahan
1.
Pemberian imunisasi Pemberian vitamin A
2.
Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
3.
Membiasakan cuci tangan
4.
Isolasi penderita
5.
Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum
6.
Pemberian ASI
7.
Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA
Komplikasi
Empiema
torakis, Perikarditis purulenta, Pneumotoraks, Infeksi ekstrapulmoner seperti
meningitis purulenta
Peralatan
1.
Termometer
2.
Tensimeter
3.
Pulse oxymeter (jika fasilitas tersedia)
4.
Pemeriksaan pewarnaan gram
5.
Pemeriksaan darah rutin
6.
Radiologi (jika fasilitas tersedia)
7. Oksigen
Prognosis
Prognosis
tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan penanganan.
Referensi
1.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2011.(Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2011)
2.
Mandell Al, Wunderink RG, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, Dowell SE, etc. Infectious
diseases society of America/American thoracic society consensus guidelines on
the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical
Infectious Diseases 2007; 44:S27–72(Mandel, et al., 2007)
3. Said M.
Pneumonia. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi
anak. Edisi I. Jakarta: IDAI;2011.p. 310-33. (Said, 2011)
0 komentar:
Posting Komentar