konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Senin, 16 Januari 2017

PEDOMAN TATALAKSANA HIPERTENSI PADA PENYAKIT KARDIOVASKULAR - PERKI-2015 2


I. Pendahuluan    <--- Klick Disini 
II. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi <--- Klick Disini 
III. Penentuan Faktor Risiko Kardiovaskular pada Hipertensi  <--- Klick Disini 
IV. Evaluasi Awal dan Diagnosis Penyakit Hipertensi <--- Klick Disini 

TATALAKSANA HIPERTENSI

Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang
menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat  memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
 Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini jugabermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada  pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam  tidak melebihi 2 gr/ hari
 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
 Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan   perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas  per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
   emikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
 Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit  kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.                 

Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat  mengurangi biaya
 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 – 80 tahun,  engan memperhatikan faktor komorbid
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai
guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the
American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;



TATALAKSANA HIPERTENSI PADA PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke, pengurangan frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan gejala. Target tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan oleh berbagai studi pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg.
Seperti juga tatalaksana hipertensi pada pasien tanpa penyakit jantung koroner, terapi non farmakologis yang sama, juga sangat berdampak positif. Perbedaan yang ada adalah pada terapi farmakologi, khususnya pada rekomendasi obat-obatannya.

Penyakit jantung koroner
1. Angina Pektoris Stabil
Betablocker
Betablocker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan timbulnya gejala angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya sebagai inotropik dan kronotropik negative.
Dengan menurunnya frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi koroner akan memanjang. Betablocker juga menghambat pelepasan renin di ginjal yang akan menghambat terjadinya gagal jantung. Betablocker cardioselective (β1) lebih banyak direkomendasikan karena tidak memiliki aktifitas simpatomimetik intrinsic.

Calcium channel blocker (CCB)
CCB akan digunakan sebagai obat tambahan setelah optimalisasi dosis betabloker, bila terjadi :
- TD yang tetap tinggi
- Angina yang persisten
- Atau adanya kontraindikasi absolute pemberian dari betabloker
CCB bekerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga akan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi koroner.
Perlu diingat, bahwa walaupun CCB berguna pada tatalaksana angina, tetapi sampai saat ini belum ada rekomendasi yang menyatakan bahwa obat ini berperan terhadap pencegahan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan penyakit jantung koroner.

ACE inhibitor (ACEi)
Penggunaan ACEi pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai diabetes mellitus dengan atau tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan pilihan utama dengan rekommendasi penuh dari semua guidelines yang telah dipublikasi. Pemberian obat ini secara khusus sangat bermanfaat pada pasien jantung koroner dengan hipertensi, terutama dalam pencegahan kejadian kardiovaskular.

Pada pasien hipertensi usia lanjut ( > 65 tahun ), pemberian ACEi juga direkomendasikan , khususnya setelah dipublikasikannya 2 studi besar yaitu ALLHAT dan ANBP-2. Studi terakhir menyatakan bahwa pada pasien  hipertensi pria berusia lanjut, ACEi memperbaiki hasil akhir kardiovaskular bila dibandingkan dengan pemberian diuretic, walaupun kedua obat memiliki penurunan tekanan darah yang sama.

Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Indikasi pemberian ARBs adalah pada pasien yang intoleran terhadap ACEi. Beberapa penelitian besar, menyatakan valsartan dan captopril memiliki efektifitas yang sama pada pasien paska infark miokard dengan risiko kejadian kardiovaskular yang tinggi.

Diuretik
Diuretik golongan tiazid, akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular,
seperti yang telah dinyatakan beberapa penelitian terdahulu,
sepertiVeterans Administrations Studies, MRC dan SHEP.

Nitrat
Indikasi pemberian nitrat kerja panjang adalah untuk tatalaksana angina
yang belum terkontrol dengan dosis betablocker dan CCB yang adekuat
pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Tetapi sampai saat ini tidak
ada data yang mengatakan penggunaan nitrat dalam tatalaksana
hipertensi, selain dikombinasikan dengan hidralazin pada kasus-kasus
tertentu.

2. Angina pectoris tidak stabil / Infark miokard non elevasi segmen ST (IMA-NST)
Dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut adalah perbaikan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, setelah inisiasi terapi antiplatelet dan antikoagulan.
Walaupun kenaikan tekanan darah dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, tetapi harus dihindari penurunan tekanan darah yang terlalu cepat terutama tekanan diastolik, karena hal ini dapat
mengakibatkan penurunan perfusi darah ke koroner dan juga suplai oksigen, sehingga akan memperberat keadaan iskemia.

Tatalaksana awal meliputi tirah baring, monitor EKG dan hemodinamik, oksigen, nitrogliserin dan bila angina terus berlanjut dengan pemdapat diberikan morfin sulfat. Perlu diingat bahwa pemberian nirat selama angka panjang tidak direkomendasikan oleh berbagai guidelines sampai saat ini.


DOWNLOAD EBOOK 
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT




Hipertensi berat dan edema pulmonal akut

Pasien dengan kondisi hipertensi berat dengan edema pulmonal akut dapat disertai juga dengan peningkatan biomarker enzim jantung, sehingga jatuh dalam kelompok sindromakoroner akut. Terapi awal yang direkomendasikan pada pasien dengan kondisi ini meliputi furosemide, ACEi dan nitrogliserin (IV) dan selanjutnya dapat ditambahkan obat lain dibawah pengawasan yang ketat. Bila presentasi utama pasien adalah iskemia atau takikardia, maka dianjurkan untuk pemberian betabocker dan nitroglycerin (IV). Tekanan darah harus diturunkan sesegera mungkin, dengan monitor ketat pada
kondisi iskemia dan serebral (25% dari Mean aterial Pressurepada 1 jam I, dan bertahap selama 24 jam mencapai target tekanan darah sistolik yang diinginkan)

3. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-ST) Seperti pada IMA-NST, dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut adalah perbaikan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, setelah inisiasi terapi antiplatelet dan antikoagulan.


Gagal Jantung

Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal jantung. Penggunaan obat-obat penurun tekanan darah yang baik memiliki keuntungan yang sangat besar dalam pencegahan gagal jantung, termasuk juga pada golongan usia lanjut. Hal ini telah banyak diteliti pada penggunaan diuretic, betablocker, ACEi dan ARB, dimana penggunaan CCB paling sedikit memberikan keuntungan dalam pencegahan gagal jantung.
Walaupun riwayat hipertensi merupakan hal yang sangat sering terjadi pada gagal jantung, namun tekanan darah yang tinggi sering tidak ditemukan lagi pada saat sudah terjadi disfungsi venrikrel kiri. Pada pasien dengan kondisi seperti ini, telah banyak terdapat bukti dari berbagai penelitian yang mendukung pemberian betablocker, ACEi, ARB dan MRA (mineralocaoticoid receptor antagonist), dimana pemberian obat-obat ini lebih ditujukan untuk memperbaiki stimulasi simpatis dan sitim renin
angiotensin yang berlebihan terhadap jantung, daripada penurunan tekanan darah.

Hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien gagal jantung dengan fungsi fraksi ejeksi yang masih baik daripada yang dengan penurunan fungsi ventrikel kiri.

Fibrilasi Atrial

Atrial fibrilasi merupakan kondisi yang juga sering dijumpai pada hipertensi  baik di Eropa maupun di Amerika. Pada pasien hipertensi dengan fibrilasi atrial harus dinilai kemungkinan terjadinya tromboemboli dengan sistim scoring yang telah dijabarkan pada guidelines ESC, dan sebagian dari pasien tersebut harus mendapatkan terapi antikoagulan, kecuali bila  terdapat kontraindikasi.

Sebagian besar pasien hipertensi dengan fibrilasi atrial, ternyata memiliki laju ventrikel yang cepat. Hal ini mendasari rekomendasi pemberian betblocker atau CCB golongan non dihidropiridin pada kelompok pasien ini.
Akibat dari fibrilasi atrial antara lain peningkatan angka mortalitas dan morbiditas, stroke dan gagal jantung , sehingga pencegahan terjadinya Fibrilasi atrial pada pasien hipertensi menjadi sangat penting. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa pemberian ARBs dan betablocker merupakan terapi pilihan untuk pencegahan fibrilasi atrial pada pasien hipertensi terutama yan sudah memiliki gangguan organ jantung.
\
Hipertrofi Ventrikel Kiri

Guidelines ESH yang diterbitkan pada tahun 2009, telah menjabarkan bahwa hipertrofi ventrikel kiri terutama tipe konsentrik, berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun sebesar 20%. Beberapa studi juga menyatakan bahwa dengan penurunan tekanan darah berhubungang erat dengan perbaikan hipertrofi ventrikel kiri. Banyak studi komparatif yang menyimpulkan bahwa pemberian ACEi, ARBs dan CCB lebih memiliki efek tersebut bila dibandingkan dengan betablocker.

Penyakit Arteri Perifer
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pada pasien dengan penyakit arteri perifer, mengontrol tekanan darah merupakan hal yang lebih penting daripada memikirkan pilihan obat antihipertensi yang terbaik pada kelompok pasien ini. Sampai saat ini banyak yang berpendapat bahwa penggunaan betablocker dapat memperburuk kondisi klaudikasio. Tetapi hal ini tidak terbukti pada 2 studi metanalisis yang menyatakan bahwa betabloker tidak terbukti berhubungan dengan eksaserbasi gejala
klaudikasio pada pasien iskemia tungkai akut ringan hingga sedang.

DAFTAR PUSTAKA :
1. Rosendorff C, Balck HR, Cannon CP, Cannon BJ, Gersh BJ, Gore J et al. Treatment of Hypertension in the Prevention and Management of Ischemic Heart Disease : A Scientific Statement
from the American Heart Association Council for High Blood Pressure Research and the Council on Clinical Cardiology and Epidemiology and Prevention. Circulation. 2007;115:2761-2788
2. The Task Force for the management of arterial hypertension of the  European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial hypertension. Jour of Hypertension 2013, 31:1281-1357
3. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et al. Clinical Practice Guidelines for the Maganement of Hypertension in the Community. A Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of Hypertension. ASH paper. The Journal of Clinical Hypertension, 2013.
4. Canadian Hypertension Education Program. The Canadian Recommendation for The Management of Hypertension 2014





DOWNLOAD EBOOK 
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT

0 komentar:

Posting Komentar