Rabies
No. ICPC-2
: A77 Viral disease other/NOS
No. ICD-10
: A82.9 Rabies, Unspecified
Tingkat
Kemampuan : 3B
Masalah
Kesehatan
Rabies
adalah infeksi virus yang menjalar ke otak melalui saraf perifer. Perjalanan
virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya mengambil masa beberapa
bulan. Masa inkubasi dari penyakit ini 1-3 bulan, tapi dapat bervariasi antara
1 minggu sampai beberapa tahun, tergantung juga pada seberapa jauh jarak
masuknya virus ke otak. Penyakit infeksi akut sistem saraf pusat (ensefalitis)
ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, family
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia, terutama melalui gigitan hewan yang
terinfeksi (anjing, monyet, kucing, serigala, kelelawar). Beberapa kasus
dilaporkan infeksi melalui transplantasi organ dan paparan udara (aerosol).
Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis
tidak diberikan sebelum onset gejala berat.
Hasil Anamnesis(Subjective)
Keluhan
1.
Stadium prodromal
Gejala
awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa
hari.
2.
Stadium sensoris
Penderita
merasa nyeri, merasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensoris.
3.
Stadium eksitasi
Tonus
otot dan aktivitas simpatis menjadi meninggi dan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Hal yang sangat khas pada
stadium ini adalah munculnya macam-macam fobia seperti hidrofobia. Kontraksi
otot faring dan otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsangan sensoris
misalnya dengan meniupkan udara ke muka penderita. Pada stadium ini dapat
terjadi apneu, sianosis, konvulsan, dan takikardia. Tindak tanduk penderita
tidak rasional kadang maniakal disertai dengan responsif. Gejala eksitasi terus
berlangsung sampai penderita meninggal.
4.
Stadium paralisis
Sebagian
besar penderita rabies meninggal dalam stadium sebelumnya, namun kadang
ditemukan pasien yang tidak menunjukkan gejala eksitasi melainkan paresis otot
yang terjadi secara progresif karena gangguan pada medulla spinalis.
Pada
umumnya rabies pada manusia mempunyai masa inkubasi 3-8 minggu. Gejala-gejala
jarang timbul sebelum 2 minggu dan biasanya timbul sesudah 12 minggu.
Mengetahui port de entry virus tersebut secepatnya pada tubuh pasien
merupakan kunci untuk meningkatkan pengobatan pasca gigitan (post exposure
therapy). Pada saat pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh bahkan
mungkin telah dilupakan. Tetapi pasien sekarang mengeluh tentang perasaan (sensasi)
yang lain ditempat bekas gigitan tersebut. Perasaan itu dapat berupa rasa
tertusuk, gatal-gatal, rasa terbakar (panas), berdenyut dan sebagainya.
Anamnesis
penderita terdapat riwayat tergigit, tercakar atau kontak dengan anjing,
kucing, atau binatang lainnya yang:
1. Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka)
2. Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit bukan dibunuh)
3. Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari,
dan sebagainya)
4.
Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan, dan lain-lain).
Masa
inkubasi rabies 3-4 bulan (95%), bervariasi antara 7 hari sampai 7 tahun.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka gigitan dan
lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat, derajat patogenitas
virus dan persarafan daerah luka gigitan). Luka pada kepala inkubasi 25-48
hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.
Faktor Risiko : -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
Fisik
1. Pada saat pemeriksaan, luka gigitan mungkin sudah sembuh
bahkan mungkin telah dilupakan.
2. Pada pemeriksaan dapat ditemukan gatal dan parestesia pada
luka bekas gigitan yang sudah sembuh (50%), mioedema (menetap selama perjalanan
penyakit).
3. Jika sudah terjadi disfungsi batang otak maka terdapat:
hiperventilasi, hipoksia, hipersalivasi, kejang, disfungsi saraf otonom,
sindroma abnormalitas ADH, paralitik/paralisis flaksid.
4. Pada stadium lanjut dapat berakibat koma dan kematian.
5. Tanda patognomonis
6.
Encephalitis Rabies: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang
persisten, nyeri pada faring terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris
spasme), hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
pemeriksaan laboratorium kurang bermakna.
Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan dengan riwayat gigitan (+) dan hewan yang menggigit mati dalam 1
minggu.
Gejala
fase awal tidak khas: gejala flu, malaise, anoreksia, kadang ditemukan
parestesia pada daerah gigitan.
Gejala
lanjutan: agitasi, kesadaran fluktuatif, demam tinggi yang persisten, nyeri
pada faring terkadang seperti rasa tercekik (inspiratoris spasme),
hipersalivasi, kejang, hidrofobia dan aerofobia.
Diagnosis
Banding
Tetanus,
Ensefalitis, lntoksikasi obat-obat, Japanese encephalitis, Herpes simplex,
Ensefalitis post-vaksinasi.
Komplikasi
1. Gangguan hipotalamus: diabetes insipidus, disfungsi
otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipo/hipertermia, aritmia dan
henti jantung.
2.
Kejang dapat lokal atau generalisata, sering bersamaan dengan aritmia dan dyspneu.
Penatalaksanaan Komprehensif(Plan)
Penatalaksanaan
1. Isolasi pasien penting segera setelah diagnosis ditegakkan
untuk menghindari rangsangan-rangsangan yang bisa menimbulkan spasme otot
ataupun untuk mencegah penularan.
2. Fase awal: Luka gigitan harus segera dicuci dengan air
sabun (detergen) 5-10 menit kemudian dibilas dengan air bersih, dilakukan
debridement dan diberikan desinfektan seperti alkohol 40-70%, tinktura yodii atau
larutan ephiran. Jika terkena selaput lendir seperti mata, hidung atau mulut,
maka cucilah kawasan tersebut dengan air lebih lama; pencegahan dilakukan
dengan pembersihan luka dan vaksinasi.
3. Fase lanjut: tidak ada terapi untuk penderita rabies yang
sudah menunjukkan gejala rabies. Penanganan hanya berupa tindakan suportif
berupa penanganan gagal jantung dan gagal nafas.
4. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) bila serum heterolog (berasal
dari serum kuda) Dosis 40 IU/ kgBB disuntikkan infiltrasi pada luka
sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM. Skin test perlu
dilakukan terlebih dahulu. Bila serum homolog (berasal dari serum
manusia) dengan dosis 20 IU/ kgBB, dengan cara yang sama.
5. Pemberian serum dapat dikombinasikan dengan Vaksin Anti Rabies
(VAR) pada hari pertama kunjungan.
6. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dalam waktu 10 hari
infeksi yang dikenal sebagai post-exposure prophylaxis atau “PEP”VAR
secara IM pada otot deltoid atau anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml pada
hari 0, 3, 7,14, 28 (regimen Essen atau rekomendasi WHO), atau pemberian VAR
0,5 ml pada hari 0, 7, 21 (regimen Zagreb/rekomendasi Depkes RI).
7. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam waktu 5
tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin cukup diberikan
2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan berat vaksin diberikan lengkap.
8.
Pada luka gigitan yang parah, gigitan di daerah leher ke atas, pada jari tangan
dan genitalia diberikan SAR 20 IU/kgBB dosis tunggal. Cara pemberian SAR adalah
setengah dosis infiltrasi pada sekitar luka dan setengah dosis IM pada tempat
yang berlainan dengan suntikan SAR, diberikan pada hari yang sama dengan dosis
pertama SAR.
Konseling dan Edukasi
1. Keluarga ikut membantu dalam hal penderita rabies yang
sudah menunjukan gejala rabies untuk segera dibawa untuk penanganan segera ke
fasilitas kesehatan. Pada pasien yang digigit hewan tersangka rabies, keluarga
harus menyarankan pasien untuk vaksinasi.
2.
Laporkan kasus rabies ke dinas kesehatan setempat.
Kriteria Rujukan
1. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
2.
Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis neurology.
Peralatan
1. Cairan desinfektan
2. Serum Anti Rabies
3.
Vaksin Anti Rabies
Prognosis
Prognosis
pada umumnya buruk, karena kematian dapat mencapai 100% apabila virus rabies
mencapai SSP. Prognosis selalu fatal karena sekali gejala rabies terlihat,
hampir selalu kematian terjadi dalam 2-3 hari sesudahnya, sebagai akibat gagal
napas atau henti jantung. Jika dilakukan perawatan awal setelah digigit anjing
pengidap rabies, seperti pencucian luka, pemberian VAR dan SAR, maka angka
survival mencapai 100%.
Referensi
1. Harijanto, Paul N dan Gunawan, Carta A. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4. Jakarta: FKUI. 2006. Hal 1736-9.
2. Dennis MD, Eugene B. MD.Infection Due to RNA viruses:
Harrisons Internal Medicine 16th edition. McGraw Hill. Medical Publishing
Division. 2005. (Braunwald, et al., 2009)
3. The Merk Manual of Medical information.Rabies, brain
and spinal cord disorders, infection of the brain and spinal cord.2006. p:
484-486.
4. Jackson, A.C. Wunner, W.H.Rabies. Academic Press.
2002. p. 290. (Jackson & Wunner, 2002)
5. Davis L.E. King, M.K. Schultz, J.LFundamentals of
neurologic disease. Demos Medical Publishing, LLc. 2005. p: 73. (Davis, et
al., 2005)
6. Reynes J-M, D.L. Buchy P, et al. A reliable diagnosis
of human rabies based on analysis of skin biopsy specimens.Clin Infect Dis
47 (11): 1410-1417. 2008. (Reynes & Buchy, 2008)
7. Diagnosis CDC Rabies. USA: Centers for Disease
Control and Prevention. 2007. Diunduh dari
http://www.cdc.gov/RABIES/diagnosis.html. Retrieved 2008-02-12. (Centers for
Disease Control and Prevention , 2007)
8. Kumar.Clark.Rhabdoviruses Rabies. Clinical
Medicine. W.B Saunders Company Ltd. 2006. Hal 57-58. (Kumar, 2006)
9. Ranjan. Remnando. Rabies, tropical infectious disease
epidemiology, investigation, diagnosis and management. 2002. Hal 291-297.
(Beckham, et al., t.thn.)
10.
Beckham JD, Solbrig MV, Tyler KL. Infection of the Nervous System. Viral
Encephalitis and Meningitis. In Darrof RB et al (Eds). Bradley’s Neurology
Clinical Practice. Vol 1: Principles of Diagnosis and
Management. 6th ed. Elsevier, Philadelphia, pp. 1252-1253
0 komentar:
Posting Komentar