konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Senin, 17 Oktober 2016

Sinusitis (Rinosinusitis)

Sinusitis / Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung.

No ICPC-2 : R75. Sinusitis acute / chronic
No ICD-10 : J01. Acute sinusitis
J32. Chronic sinusitis
Tingkat Kemampuan : 4A (Rinosinusitis akut)
3A (Rinosinusitis kronik)

Masalah Kesehatan
Rinosinusitis adalah penyakit akibat peradangan pada mukosa sinus paranasal dan rongga hidung. Dokter di pelayanan kesehatan primer harus memiliki keterampilan yang memadai untuk mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah berulangnya rinosinusitis. Tatalaksana rinosinusitis yang efektif dari dokter di pelayanan kesehatan primer dapat meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan, menurunkan biaya pengobatan, serta mengurangi durasi dan frekuensi absen kerja.

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1. Gejala yang dialami, sesuai dengan kriteria pada tabel ..di halaman …
2. Onset timbulnya gejala, dibagi menjadi:
a. Akut : < 12 minggu
b. Kronis : ≥ 12 minggu
3. Khusus untuk sinusitis dentogenik:
a. Salah satu rongga hidung berbau busuk
b. Dari hidung dapat keluar ingus kental atau tidak beringus
c. Terdapat gigi di rahang atas yang berlubang / rusak

Kriteria diagnosis rinosinusitis menurut American Academy of  Otolaryngology


 Faktor mayor
Faktor minor
Hidung tersumbat
Sakit kepala
Keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen
Demam
Halitosis
Nyeri pada wajah
Rasa lemah (fatigue)
Hiposmia / anosmia
Sakit gigi
Sakit atau rasa penuh di telinga
Batuk


Faktor Risiko
Keluhan atau riwayat terkait faktor risiko, terutama pada kasus rinosinusitis kronik, penting untuk digali. Beberapa di antaranya adalah:
1. Riwayat kelainan anatomis kompleks osteomeatal, seperti deviasi septum
2. Rinitis alergi
3. Rinitis non-alergi, misalnya vasomotor, medikamentosa
4. Polip hidung
5. Riwayat kelainan gigi atau gusi yang signifikan
6. Asma bronkial
7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas akut yang sering berulang
8. Kebiasaan merokok
9. Pajanan polutan dari lingkungan sehari-hari
10. Kondisi imunodefisiensi, misalnya HIV/AIDS
11. Riwayat penggunaan kokain

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
1. Suhu dapat meningkat
2. Pemeriksaan rongga mulut

Dapat ditemukan karies profunda pada gigi rahang atas.
3. Rinoskopi anterior
 Rinoskopi anterior dapat dilakukan dengan atau tanpa dekongestan topikal. Pada rinosinusitis akut dapat ditemukan:
a. Edema dan / atau obstruksi mukosa di meatus medius
b. Sekret mukopurulen. Bila sekret tersebut nampak pada meatus medius, kemungkinan sinus yang terlibat adalah maksila, frontal, atau etmoid anterior. Pada sinusitis dentogenik, dapat pula tidak beringus.
c. Kelainan anatomis yang mempredisposisi, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau hipertrofi konka.

4. Rinoskopi posterior
 Bila pemeriksaan ini dapat dilakukan, maka dapat ditemukan sekret purulen pada nasofaring. Bila sekret terdapat di depan muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian anterior (maksila, frontal, etmoid anterior)
sedangkan bila sekret mengalir di belakang muara tuba Eustachius, maka berasal dari sinus-sinus bagian posterior (sfenoid, etmoid posterior).

5. Otoskopi
 Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pada telinga, misalnya tuba oklusi, efusi ruang telinga tengah, atau kelainan pada membran timpani (inflamasi, ruptur).
6. Foto polos sinus paranasal dengan Water’s view (AP / lateral), bila fasilitas tersedia.
 Pada posisi ini, sinus yang dapat dinilai adalah maksila, frontal, dan etmoid.
Temuan yang menunjang diagnosis rinosinusitis antara lain: penebalan mukosa (perselubungan), air-fluid level, dan opasifikasi sinus yang terlibat. Foto polos sinus tidak direkomendasikan untuk anak berusia di bawah 6 tahun. Pada pasien dewasa, pemeriksaan ini juga bukan suatu keharusan, mengingat diagnosis biasanya dapat ditegakkan secara klinis.
7. Laboratorium, yaitu darah perifer lengkap, bila diperlukan dan fasilitas tersedia.

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Rinosinusitis Akut (RSA)
Dasar penegakkan diagnosis RSA dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10.11. Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Akut (RSA)

                                              Pada orang dewasa
Pada anak
Dasar penegakan diagnosis
Klinis
Klinis
Kriteria
Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
 hidung tersumbat, atau
 keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen

dan dapat disertai:
 nyeri pada wajah
 hiposmia / anosmia

Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
 hidung tersumbat, atau
 keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen

dan dapat disertai:
 nyeri pada wajah
 batuk (sepanjang hari)

Onset gejala
Tiba-tiba
Tiba-tiba
Durasi gejala

 < 12 minggu
 Bila rekurens, terdapat interval


 < 12 minggu
 Bila rekurens, terdapat interval

   

                                            bebas gejala yang jelas


bebas gejala yang jelas

Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior:
 Edema dan hiperemia konka
 Sekret mukopurulen

Rinoskopi anterior (bila dapat dilakukan):
 Edema dan hiperemia konka
 Sekret mukopurulen

Inspeksi rongga mulut:
 Sekret pada faring
 Eksklusi infeksi pada gigi

Pemeriksaan penunjang (foto Rontgen)
Umumnya tidak perlu.
Indikasi pemeriksaan:
 Severitas berat
 Pasien imunodefisien
 Adanya tanda komplikasi

Tidak dianjurkan.


Rinosinusitis Kronis (RSK)
Dasar penegakkan diagnosis RSK dapat dilihat pada tabel 5.5 di lampiran

Dasar Penegakkan Diagnosis Rinosinusitis Kronik (RSK)

Pada orang dewasa dan anak
Dasar penegakan diagnosis
Klinis
Kriteria
Sekurangnya 2 faktor mayor, di mana salah satu harus:
 hidung tersumbat, atau
 keluar sekret dari hidung atau post-nasal discharge yang purulen

dan dapat disertai:
 nyeri pada wajah
 hiposmia / anosmia

Durasi gejala
≥ 12 minggu
Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior:
 Edema konka, dapat disertai hiperemia
 Sekret mukopurulen

Inspeksi rongga mulut:
 Sekret pada faring
 Eksklusi infeksi pada gigi

Pemeriksaan penunjang (foto Rontgen)
Dianjurkan, bila tidak sembuh setelah 2 minggu terapi
Pemeriksaan lain
Elaborasi faktor risiko yang mendasari


Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari rinosinusitis akut dan kronis:

 Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK)

Rinosinusitis Akut (RSA)
Rinosinusitis Kronis (RSK)
Episode akut (rekurens) pada rinosinusitis kronik
Bronkitis akut
Influenza
Tumor ganas rongga hidung
Tumor ganas nasofaring
Tumor ganas sinus
Benda asing pada saluran napas
Fibrosis kistik
Sinusitis jamur


Komplikasi
1. Kelainan orbita
 Penyebaran infeksi ke orbita paling sering terjadi pada sinusitis etmoid, frontal, dan maksila. Gejala dan tanda yang patut dicurigai sebagai infeksi orbita adalah: edema periorbita, selulitis orbita, dan nyeri berat pada mata. Kelainan dapat mengenai satu mata atau menyebar ke kedua mata.

2. Kelainan intrakranial
 Penyebaran infeksi ke intrakranial dapat menimbulkan meningitis, abses ekstradural, dan trombosis sinus kavernosus. Gejala dan tanda yang perlu dicurigai adalah: sakit kepala (tajam, progresif, terlokalisasi), paresis nervus kranial, dan perubahan status mental pada tahap lanjut.

3. Komplikasi lain, terutama pada rinosinusitis kronik, dapat berupa: osteomielitis sinus maksila, abses subperiosteal, bronkitis kronik, bronkiektasis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Rinosinusitis Akut (RSA)
Tujuan penatalaksanaan RSA adalah mengeradikasi infeksi, mengurangi severitas dan durasi gejala, serta mencegah komplikasi. Prinsip utama tatalaksana adalah memfasilitasi drainase sekret dari sinus ke ostium di rongga hidung. Tatalaksana RSA dapat dilihat dalam gambar Algoritma tatalaksana RSA.
Konseling dan Edukasi :
1. Pasien dan atau keluarga perlu mendapatkan penjelasan yang adekuat mengenai penyakit yang dideritanya, termasuk faktor risiko yang diduga mendasari.
2. Dokter bersama pasien dapat mendiskusikan hal-hal yang dapat membantu mempercepat kesembuhan, misalnya:
a. Pada pasien perokok, sebaiknya merokok dihentikan. Dokter dapat membantu pasien berhenti merokok dengan melakukan konseling (dengan metode 5A) atau anjuran (metode pengurangan, penundaan, atau cold turkey, sesuai preferensi pasien).
b. Bila terdapat pajanan polutan sehari-hari, dokter dapat membantu memberikan anjuran untuk meminimalkannya, misalnya dengan pasien menggunakan masker atau ijin kerja selama simtom masih ada.
c. Pasien dianjurkan untuk cukup beristirahat dan menjaga hidrasi.
d. Pasien dianjurkan untuk membilas atau mencuci hidung secara teratur dengan larutan garam isotonis (salin).

Rencana Tindak Lanjut
1. Pasien dengan RSA viral (common cold) dievaluasi kembali setelah 10 hari pengobatan. Bila tidak membaik, maka diagnosis menjadi RSA pasca viral dan dokter menambahkan kortikosteroid (KS) intranasal ke dalam rejimen terapi.
2. Pasien dengan RSA pasca viral dievaluasi kembali setelah 14 hari pengobatan. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.
 3. Pasien dengan RSA bakterial dievaluasi kembali 48 jam setelah pemberian antibiotik dan KS intranasal. Bila tidak ada perbaikan, dapat dipertimbangkan rujukan ke spesialis THT.

Kriteria Rujukan
Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan bila:
1. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema / eritema periorbital, perubahan posisi bola mata, Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala yang berat, pembengkakan area frontal, tanda-tanda iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal
2. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral), dan 48 jam (RSA bakterial).

Strategi tatalaksana RSK meliputi identifikasi dan tatalaksana faktor risiko serta pemberian KS intranasal atau oral dengan / tanpa antibiotik. Tatalaksana RSK dapat dilihat pada Algoritma tatalaksana RSK.

Konseling dan Edukasi
1. Dokter perlu menjelaskan mengenai faktor risiko yang mendasari atau mencetuskan rinosinusitis kronik pada pasien beserta alternatif tatalaksana untuk mengatasinya.
2. Pencegahan timbulnya rekurensi juga perlu didiskusikan antara dokter dengan pasien.

Kriteria Rujukan
Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila:
1. Pasien imunodefisien
2. Terdapat dugaan infeksi jamur
3. Bila rinosinusitis terjadi ≥ 4 kali dalam 1 tahun
4. Bila pasien tidak mengalami perbaikan setelah pemberian terapi awal yang adekuat setelah 4 minggu.
5. Bila ditemukan kelainan anatomis ataupun dugaan faktor risiko yang memerlukan tatalaksana oleh spesialis THT, misalnya: deviasi septum, polip nasal, atau tumor.

Sinusitis Dentogenik
1. Eradikasi fokus infeksi, misal: ekstraksi gigi
2. Irigasi sinus maksila
3. Antibiotik

Prognosis
Rinosinusitis Akut
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Rinosinusitis Kronis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia ad bonam
3. Ad sanationam : Dubia ad bonam

Sinusitis Dentogenik
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam

Peralatan
1. Termometer
2. Spekulum hidung
3. Kaca rinoskop posterior
4. Kassa steril
5. Lampu kepala
6. Lampu Bunsen / spiritus dan korek api
7. Otoskop
8. Suction
9. Lampu baca x-ray
10. Formulir permintaan pemeriksaan radiologi
11. Formulir rujukan

Referensi
1. Fokkens, W et.al, 2012. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinol Suppl, 23, pp.1-298. Available at: http://www.rhinologyjournal.com [Accessed June 24, 2014]. (Fokkens, 2012)
2. Departemen Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala – Leher FKUI / RSCM. Panduan Pelayanan Medis Rinosinusitis.
3. Desrosiers, M et.al, 2011. Canadian Clinical Practice Guidelines for Acute and Chronic Rhinosinusitis. Allergy, Asthma, & Clinical Immunology, 71, pp.1-38. Available at: http://www.aacijournal.com/content/7/1/2 [Accessed June 6, 2014]. (Desrosier et.al, 2011)
4. Hwang, PH & Getz, A, 2014. Acute Sinusitis and Rhinosinusitis in Adults: Treatment. UpToDate Wolters Kluwer Health. Available at: www.uptodate.com [Accessed June 6, 2014]. (Hwang & Getz, 2014)
5. Chow, AW et.al, 2012. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical Infectious Diseases, pp.e1-e41. Available at: http://cid.oxfordjournals.org/ [Accessed June 6, 2014]. (Chow et.al, 2012)

6. Fagnan, LJ, 1998. Acute Sinusitis: A Cost-Effective Approach to Diagnosis and Treatment. American Family Physician, 58(8), pp.1795-1802. Available at: http://www.aafp.org/afp/1998/1115/p1795.html [Accessed June 6, 2014]. (Fagnan, 1998) 

0 komentar:

Posting Komentar