konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Tampilkan postingan dengan label Penyakit Mata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Penyakit Mata. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Mei 2017

Trauma Kimia Mata


Trauma kimia mata adalah salah satu kasus kedaruratan mata, umumnya terjadi karena masuknya zat-zat kimia ke jaringan mata dan adneksa di sekitarnya. Keadaan ini memerlukan penanganan cepat dan segera oleh karena dapat mengakibatkan kerusakan berat pada jaringan mata dan menyebabkan kebutaan. Zat kimia penyebab dapat bersifat asam atau basa. Trauma basa terjadi dua kali lebih sering dibandingkan trauma asam dan umumnya menyebabkan kerusakan yang lebih berat pada mata. Selain itu, beratnya kerusakan akibat trauma kimia juga ditentukan oleh besarnya area yang terkena zat kimia serta lamanya pajanan.

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1. Mata merah, bengkak dan iritasi
2. Rasa sakit pada mata
3. Penglihatan buram
4. Sulit membuka mata
5. Rasa mengganjal pada mata

Faktor Risiko
Pajanan terhadap zat kimia yang sering menjadi penyebab trauma antara lain detergen, desinfektan, pelarut kimia, cairan pembersih rumah tangga, pupuk, pestisida, dan cairan aki. Anamnesis perlu dilakukan untuk mengetahui zat kimia penyebab trauma, lama kontak dengan zat kimia, tempat dan kronologis kejadian, adanya kemungkinan kejadian kecelakaan di tempat kerja atau tindak kriminal, serta penanganan yang sudah dilakukan sebelumnya.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Dengan bantuan senter dan lup, dapat ditemukan kelainan berikut ini:
1. Hiperemia konjungtiva
2. Defek epitel kornea dan konjungtiva
3. Iskemia limbus kornea
4. Kekeruhan kornea dan lensa

Pemeriksaan visus menunjukkan ada penurunan ketajaman penglihatan. Bila tersedia, dapat dilakukan tes dengan kertas lakmus untuk mengetahui zat kimia penyebab
1. Bila kertas lakmus terwarnai merah, maka zat penyebab bersifat asam
2. Bila kertas lakmus terwarnai biru, maka zat penyebab bersifat basa

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Komplikasi
1. Simblefaron
2. Hipotoni bola mata
3. Ptisis bulbi
4. Entropion
5. Katarak
6. Neovaskularisasi kornea

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Segera lakukan irigasi mata yang terkena zat kimia dengan cairan mengalir sebanyak mungkin dan nilai kembali dengan kertas lakmus. Irigasi terus dilakukan hingga tidak terjadi pewarnaan pada kertas lakmus.
2. Lakukan eversi pada kelopak mata selama irigasi dan singkirkan debris yang mungkin terdapat pada permukaan bola mata atau pada forniks.
3. Setelah irigasi selesai dilakukan, nilai tajam penglihatan, kemudian rujuk segera ke dokter spesialis mata di fasilitas sekunder atau tersier.

Konseling & Edukasi
Anjuran untuk menggunakan pelindung (kacamata / goggle, sarung tangan, atau masker) pada saat kontak dengan bahan kimia
Kriteria Rujukan
Setelah penanganan awal dengan irigasi, rujuk pasien ke dokter spesialis mata untuk tatalaksana lanjut
Peralatan
1. Lup
2. Senter
3. Lidi kapas
4. Kertas lakmus (jika memungkinkan)
5. Cairan fisiologis untuk irigasi

Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia
3. Ad sanationam : Dubia

No. ICPC-2 : F79 Injury eye other
No. ICD-10 : T26Burn and corrosion confined to eye and adnexa
Tingkat Kemampuan : 3A
Masalah Kesehatan

Referensi
1. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
2. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika. 2000.

3. Ehlers JP, Shah CP, editors. The Wills Eye Manual-office and emergency room diagnosis and treatment of eye disease. 5th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2008. (Ehlers & Shah, 2008 

Sabtu, 01 Oktober 2016

Hordeolum

Hordeolum




sumber : 

Masalah Kesehatan

Hordeolum adalah peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Biasanya merupakan infeksi Staphylococcus pada kelenjar sebasea kelopak. Dikenal dua bentuk hordeolum internum dan eksternum. Hordolum eksternum merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Hordeolum mudah timbul pada individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.


Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan  
Pasien datang dengan keluhan kelopak yang bengkak disertai rasa sakit.
Gejala utama hordeolum adalah kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata


Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik Oftalmologis
Ditemukan kelopak mata bengkak, merah, dan nyeri pada perabaan. Nanah dapat keluar dari pangkal rambut (hordeolum eksternum). Apabila sudah terjadi abses dapat timbul undulasi.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan


Penegakan diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Penegakan diagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diagnosis Banding
1.     Selulitis preseptal
2.     Kalazion 
3.     Granuloma piogenik

Komplikasi
1.     Selulitis palpebra.
2.     Abses palpebra.


Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
        Mata dikompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit setiap kalinya untuk membantu drainase. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
        Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan. Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
        Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih serius.
        Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyebab infeksi.
        Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
        Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol salep mata setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes tiap 2 jam.
        Pemberian terapi oral sistemik dengan eritromisin 500 mg pada dewasa dan anak sesuai dengan berat badan atau dikloksasilin 4 kali sehari selama 3 hari.

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Tidak diperlukan

Konseling & Edukasi
Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diberi tahu pasien dan keluarga untuk menjaga higiene dan kebersihan lingkungan

Rencana Tindak Lanjut
Bila dengan pengobatan konservatif  tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.

Kriteria rujukan 
1.     Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif.
2.     Hordeolum berulang.


Sarana Prasarana
1. Peralatan bedah minor


Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam


No. ICPC II     : F72 Blepharitis / stye / chalazion
No. ICD X       : H00.0 Hordeolum and other deep inflammation of eyelid


Referensi
1.     Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami, 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006.
2.     Riordan, Paul E. Whitcher, John P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009.
3.     Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Cetakan V. Jakarta:Balai Penerbit FK UI. 2008.
4.     Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika. 2000.
5.     Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2013.  



















hordeolum pdf, hordeolum icd 10, hordeolum treatment, hordeolum medscape, hordeolum terapi, hordeolum mata, hordeolum dan kalazion, hordeolum externa, hordeolum ppt, hordeolum pada balita, hordeolum adalah, hordeolum, hordeolum adalah pdf, hordeolum alodokter, hordeolum and chalazion, hordeolum apakah menular, hordeolum antibiotic, what is hordeolum in the eye, difference between a hordeolum and chalazion, what causes a hordeolum, picture of a hordeolum, hordeolum blefharitis, bintitan, bintilen, timbelan, timbilen, bintitan, bintiten, mengobati bintitan, mengobati bintilan, mengobati bintilan, obat timbelen


Buta Senja



Masalah Kesehatan
Buta senja atau rabun senja, disebut juga nyctalopia atau hemarolopia, adalah ketidakmampuan untuk melihat dengan baik pada malam hari atau pada keadaan gelap. Kondisi ini lebih merupakan tanda dari suatu kelainan yang mendasari. Hal ini terjadi akibat kelainan pada sel batang retina yang berperan pada penglihatan gelap. Penyebab buta senja adalah defisiensi vitamin A dan retinitis pigmentosa.

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Penglihatan menurun pada malam hari atau pada keadaan gelap, sulit beradaptasi pada cahaya yang redup. Pada defisiensi vitamin A, buta senja merupakan keluhan paling awal.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan tanda-tanda lain defisiensi vitamin A:
1. Kekeringan (xerosis) konjungtiva bilateral
2. Terdapat bercak bitot pada konjungtiva
3. Xerosis kornea
4. Ulkus kornea dan sikatriks kornea
5. Kulit tampak xerosis dan bersisik
6. Nekrosis kornea difus atau keratomalasia

Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan.

Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pada defisiensi vitamin A, diberikan vitamin A dosis tinggi.
2. Lubrikasi kornea.
3. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dengan tetes mata antibiotik.

Konseling dan Edukasi
1. Memberitahu keluarga bahwa rabun senja disebabkan oleh kelainan mendasar, yaitu defisiensi vitamin A dan retinitis pigmentosa.
2. Pada kasus defisiensi vitamin A, keluarga perlu diedukasi untuk memberikan asupan makanan bergizi seimbang dan suplementasi vitamin A dosis tinggi.

Peralatan
1. Lup
2. Oftalmoskop

Prognosis
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Dubia Ad bonam
3. Ad sanasionam : Bonam


No. ICPC-2 : F99 Eye/adnexa disease other
No. ICD-10 : H53.6 Night blindness
Tingkat Kemampuan : 4A



Referensi
1. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. 2nd Ed. New York: Thieme Stuttgart. 2007. (Gerhard, et al., 2007)
2. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami. 1th Ed. Jakarta: CV Ondo. 2006

3. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi.Jakarta: Erlangga. 2005.
4. Riordan, P.E. Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Ed.17.Jakarta: EGC. 2009.
5. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata. Ed. III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
6. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I.Jakarta: Widya Medika. 2000


sumber tulisan ini :  





















buta senja pdf, buta senja tts, buta senja adalah pdf, buta senja terapi, buta senja akibat hipervitaminosis a, buta senja scribd, penyebab buta senja, makalah buta senja, defenisi buta senja, penanganan buta senja, buta senja adalah, rabun senja adalah, rabun senja pdf, rabun senja artinya, arti buta senja, askep buta senja, rabun senja bisa sembuh, rabun senja bahasa inggris, buta senja ciri, rabn senja disebabkan oleh