konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Kamis, 27 Juli 2017

IPRATROPIUM BROMIDA

IPRATROPIUM BROMIDA
Indikasi
Bronkospasme yang berhubungan pada penyakit obstruksi paru kronis termasuk bronkitis
kronis, emfi sema.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap atropin atau turunannya, atau komponen lain pada obat. Inhaler:
riwayat hipersensitivitas terhadap lesitin kedelai atau produk lain yang mengandung
kacang dan kedelai.
Peringatan dan Perhatian
Glaukoma sudut sempit, hipertrofi prostat, obstruksi leher kandung kemih, fi brosis kistik.
Hindari kontak dengan mata. Kehamilan dan laktasi.
Dosis
Inhaler: 2 semprot/hari. Total dosis harian: ≤ 12 semprot. Larutan inhalasi: 0,4-2 mL (8-40
tts). Dosis digunakan 3-4x/hari.
Efek Samping
Gangguan motilitas pencernaan, mulut kering, takikardi, palpitasi, takikardi
supraventrikular, fi brilasi atrial, gangguan akomodasi okular, mual, retensi urin, batuk,
iritasi lokal, bronkospasme yang diinduksi inhalasi, reaksi alergi.
Interaksi Obat
Efek bronkodilator dapat ditingkatkan oleh β-adrenergik dan xantin.
Sediaan
Inhaler 20 mcg/semprot x 200 semprot x 10 mL. Larutan inhalasi 0,025% btl tts 20 mL.

sumber:

EPINEFRIN HCL

EPINEFRIN HCL
Indikasi
Reaksi anafi laktik berat, angioedema berat, henti jantung
Peringatan dan Perhatian
Hipertensi, hipertiroidisme, DM, penyakit jantung, aritmia, lansia.

Dosis
Anafi laksis: Inj epinefrin 1:1000 i.m./s.k.
Efek Samping
Takikardia, aritmia, hipertensi, tremor, mual, muntah.
Interaksi Obat
Dapat mengakibatkan hipertensi berat pada pasien yang menerima penyekat beta
Sediaan
Inj amp 1 mg/mL.

sumber:

EFEDRIN HCL

EFEDRIN HCL
Indikasi
Meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.
Kontra indikasi
Penderita hipersensitif terhadap komponen obat. Penderita hipertiroid, jantung, hipertensi,
diabetes.
Peringatan dan Perhatian
Dapat terjadi retensi urin pada penderita hipertrofi prostat. Hati-hati pemberian pada
wanita hamil, menyusui, penderita gangguan fungsi hati. Jangan melebihi dosis yang
dianjurkan. Hentikan penggunaan obat ini jika jantung berdebar-debar.
Dosis
Dewasa: 1 tab 3 kali sehari.
Efek Samping
Susunan saraf pusat, misalnya sakit kepala, insomnia, gelisah, eksitasi. Aritmia ventrikuler.
Interaksi Obat
Jangan diberikan bersama MAO inhibitor atau guanetidin.
Sediaan
Tab 25 mg.

sumber:

DEKSAMETASON (Amp: Na Fosfat)

DEKSAMETASON (Amp: Na Fosfat)
Indikasi
Artritis reumatoid, dermatitis dan urtikaria, asma bronkial serta gejala alergi lainnya.
Kontra Indikasi
Penderita herpes simpleks pada mata, tukak lambung, osteoporosis, DM, infeksi jamur
sistemik.
Peringatan dan Perhatian
Hati-hati bila diberikan pada penderita penyakit jan¬tung, hipertensi, glaukoma, kelainan
mental, penyakit ginjal kronik. Hati-hati bila diberikan pada tuberkulosis (tes kulit positif).
Pada penggunaan jangka panjang, hindari penghentian pemberian secara tiba-tiba.
Dosis
Oral 1 tab 2-4 kali/hari. Inj 0,5-9 mg/hari. Maksimum 80 mg/hari.

Efek Samping
Tukak lambung, osteoporosis, kelemahan otot, moon face, mual, muntah, glaukoma,
retensi Na dan cairan, kelainan SSP, hipersensitivitas pada kulit.
Sediaan
Tab 750 mcg, 500 mcg. Inj amp 4 mg/mL.

sumber:

Per dosis BUDESONID 160 mcg, FORMOTEROL 4,5 mcg.

Per dosis BUDESONID 160 mcg, FORMOTEROL 4,5 mcg.
Indikasi
Terapi reguler asma yang sesuai diterapi dengan kombinasi (inhalasi kortikosteroid dan
beta-agonis kerja lama).


Kontra Indikasi
Hipersensitif (alergi) terhadap budesonid, formoterol atau laktose terinhalasi.
Peringatan dan Perhatian
Pasien yang beralih dari glukokortikosteroid sistemik ke glukokortikosteroid inhalasi.
Penggunaan glukokortikosteroid jangka panjang. Pasien dengan gangguan kardiovaskular
berat, DM, hipokalemia yang tidak terobati dan tirotoksikosis.
Dosis
Terapi pereda dan pemeliharaan: 2 inhalasi/hari (pagi dan malam, atau tiap pagi/malam).
Maksimum 4 inhalasi/hari. Penilaian ulang terhadap pasien yang memerlukan peningkatan
jumlah inhalasi. Dosis total harian dewasa maksimum 12 inhalasi (untuk kedua kekuatan).
Terapi pemeliharaan: 1-2 inhalasi 2 kali/hari.
Efek Samping
Sakit kepala, palpitasi, tremor, kandidiasis orofaring, iritasi ringan pada tenggorokan,
batuk, serak.
Interaksi Obat
Penyekat beta-adrenergik (termasuk tts mata). Ketokonazol dan penghambat CYP3A4
lainnya.
Sediaan
Turbuhaler Budesonid 80 mcg, Formoterol 4,5 mcg; Budesonid 160 mcg, Formoterol 4,5
mcg.

sumber:

BUDESONID

BUDESONID
Indikasi
Pengobatan asma bronkial.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap budesonid atau komponen lain dalam obat.
Peringatan dan Perhatian
Pasien yang beralih dari glukokortikosteroid sistemik ke glukokortikosteroid inhalasi.
Dosis berlebihan dan penggunaan jangka panjang glukokortikosteroid. Pasien penderita
tuberkulosis.
Dosis
Respule: awal 1-2 mg 2 kali/hari. Pemeliharaan 1 mg 2 kali/hari. Turbuhaler: 200-1200
mcg/hari, dalam dosis terbagi 2-4. Pemeliharaan: 200-400 mcg (pagi dan malam), dapat
ditingkatkan sampai 1200 mcg pada asma berat.
Efek Samping
Serak, iritasi tenggorokan, iritasi lidah dan mulut, mulut kering, kandidiasis oral dan batuk.
Ruam, dermatitis, urtikaria, angioedema dan bronkospasme. Gejala psikiatrik. Iritasi kulit
wajah. Kandidiasis orofaring.
Interaksi Obat
Penghambat CYP3A, simetidin.
Sediaan
Respule 0,25 mg/mL, 0,5 mg/mL. Turbuhaler 100 mcg/dosis, 200 mcg/dosis.


sumber:

AMINOFILIN

AMINOFILIN
Indikasi
Meringankan dan mengatasi serangan asma bronkial.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap aminofi lin atau komponen obat. Penderita tukak lambung, diabetes.
Peringatan dan Perhatian
Hati-hati pada penderita hipoksemia, hipertensi, atau dengan riwayat tukak lambung;
wanita hamil, menyusui, penderita kerusakan fungsi hati, penderita > 55 tahun terutama
pria, penderita paru-paru kronik. Jangan melampaui dosis yang dianjurkan. Hentikan
penggunaan jika jantung berdebar-debar.
Dosis
Dewasa: 1 tab 3 kali/hari.
Efek Samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, palpitasi, takikardi, aritmia ventrikuler,
takipnea, ruam, hiperglikemia.
Interaksi Obat
Penggunaan bersama penyekat beta, preparat xantin yang lain. Simetidin, siprofl oksasin,
klaritromisin, norfl oksasin, eritromisin, troleandomisin, kontrasepsi oral, rifampisin,
verapamil, diltiazem.

Sediaan
Tab 200 mg.




sumber:

NEOSTIGMIN METILSULFAT

NEOSTIGMIN METILSULFAT
Indikasi
Lihat dosis
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas, pasien peka bromida, peritonitis atau penyumbatan mekanik saluran
cerna atau saluran kemih.
Peringatan dan Perhatian
Hati-hati penggunaan pada pasien epilepsi, asma bronkus, bradikardia, oklusi koroner
baru, vagotonia, hipertiroidisme, aritmia jantung atau tukak peptik.
Dosis
Miastenia gravis 1 mL larutan 0,05% (0,5 mg) suntikan s.k./i.m., kemudian dosis harus
didasarkan respon individu. Pencegahan dan pengobatan distensi sesudah operasi dan
retensi kemih 0,5 mL larutan 0,05% (0,25 mg) suntikan s.k./i.m. segera sesudah operasi,
ulangi tiap 4-6 jam untuk 2 atau 3 hari. Pengobatan distensi pasca operasi 1 mL larutan
0,05% (0,5 mg) suntikan s.k./i.m., jika perlu. Pengobatan retensi kemih 1 mL larutan 0,05%
(0,5 mg) suntikan s.k./i.m., jika urinasi tidak terjadi dalam 1 jam pasien harus dikateter,
sesudah kandung kemih kosong, lanjutkan suntikan 0,5 mg tiap 3 jam untuk paling tidak 5
suntikan; pembalikan efek zat blok neuromuskular nondepolarisasi. Dosis lazim 0,5-2 mg
prostigmin suntikan i.v. perlahan-lahan, ulangi jika perlu.
Efek Samping
Gangguan fungsi saraf, gangguan pembuluh darah, intoksikasi saluran cerna.
Interaksi Obat
Antibiotik tertentu seperti neomisin, streptomisin, dan kanamisin, menunjukkan keaktifan
blok non depolar ringan tetapi nyata, yang dapat menguatkan blok neuromuskular.
Sediaan
Inj amp 0,5 mg/mL.

sumber:

TRIAMSINOLON

TRIAMSINOLON
Indikasi
Artritis reumatoid, demam reumatik, asma bronkial, rhinitis vasomotor, leukemia,
limfosarkoma, penyakit Hodgkin, fi brosis paru, bursitis akut, dermatitis, alergi kulit.
Kontra Indikasi
Infeksi jamur sistemik.
Peringatan dan Perhatian
Katarak, glaukoma, retensi cairan, kolitis ulseratif nonspesifi k, osteoporosis, miastenia
gravis, herpes simpleks okuler.
Dosis
Dewasa: 4-48 mg/hari sebagai dosis tunggal atau terbagi. Sistemik lupus eritematosus,
reumatik jantung, kelainan hematologi akut: awal 60 mg/hari. Kelainan kulit: 2 kali/hari di
tempat lesi.
Efek samping
Gagal janjung kongestif, hipotensi, osteoporosis, hiperpigmentasi, kejang, peningkatan
TIK dan TIO.
Sediaan
Tab 4 mg. Krim 1 mg.

sumber:

PREDNISON

PREDNISON
Indikasi
Keadaan alergi peradangan dan penyakit lain yang membutuhkan pengobatan dengan
glukokortikoid seperti reumatik, penyakit kolagen, penyakit kulit.
Kontra Indikasi
Penderita hipersensitif terhadap obat ini, ulkus peptik, tuberkulosis aktif, osteoporosis,
gangguan saraf, gangguan ginjal, jantung. Infeksi jamur sistemik, herpes simpleks okuler.
Peringatan dan Perhatian
Hindari penghentian pemberian tiba-tiba pada penggunaan jangka panjang, tidak
dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui. Insufi siensi adrenokortikoid sekunder akibat
obat ini mungkin dapat dikurangi dengan menurunkan dosis secara bertahap. Hati-hati
pada penderita DM. Penggunaan pada pasien hipotiroid. Hati-hati pada penderita gagal
jantung, penyakit infeksi, gagal ginjal kronis, dan usia lanjut.
Dosis
Dewasa: 1 - 4 kapl/hari atau menurut petunjuk dokter. Dosis diturunkan secara bertahap
sampai dosis terendah efektif.

Efek Samping
Gangguan cairan dan elektrolit. Retensi natrium dan cairan, kehilangan kalium, alkalosis,
hipoka-lemia, hipertensi, gagal jantung kongesti. Otot lemas, miopati steroid, kehilangan
massa otot, osteoporosis, fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik pada tulang
panjang. Tukak peptik. Kegagalan penyembuhan luka, kulit mudah menipis, eritem wajah,
keringat bertambah. Kejang, tekanan intrakranial bertambah dengan edema papil, vertigo
dan sakit kepala. Menstruasi tidak teratur, adrenokortikoid sekunder dan pituitari nonresponsif
terutama pada stress, trauma dan pembedahan atau sakit, penurunan toleransi
karbohidrat. Katarak subkapsular posterior, tekanan intraokuler bertambah, glaukoma dan
eksoftalmus, keseimbangan nitrogen negatif, reaksi anafl aktik.
Interaksi Obat
Asetosal, rifampisin, fenitoin, fenobarbital, vaksin.
Sediaan
Kapl 5 mg.


sumber:

METILPREDNISOLON

METILPREDNISOLON
Indikasi
Asma bronkial. Gangguan kulit seperti dermatitis, psoriasis, sindrom Stevens-Johnson
dan kelainan kulit lainnya yang responsif terhadap kortikosteroid. Gangguan kolagen,
lupus eritematosus sistemik, kelainan lainnya yang responsif terhadap kortikosteroid.
Kontra indikasi
TBC, ulkus peptikum, infeksi jamur sistemik, herpes simpleks, DM, varisela. Hipersensitif
terhadap metilprednisolon dan glukokortikoid lainnya.
Peringatan dan Perhatian
Penghentian obat ini setelah penggunaan jangka panjang harus bertahap. Hindari vaksinasi
selama menggunakan obat. Pemberian obat ini dapat menutupi gejala infeksi. Pemberian
pada ibu hamil harus mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Hati-hati penggunaan
pada penderita kolitis ulseratif non spesifi k, divertikulitis, anastomosis intestinal baru,
penyakit ginjal kronik, hipertensi, osteoporosis dan miastenia gravis. Pemberian jangka
panjang dapat menyebabkan katarak subkapsuler, glaukoma dan aktivasi infeksi virus
atau jamur pada mata. Dosis harus ditingkatkan pada penderita yang mengalami stres.
Hentikan penggunaan bila terjadi sarkoma Kapopsi.
Dosis
Oral: dosis awal 4-48 mg/hari, dosis pemeliharan 4-16 mg/hari. Parenteral: 30 mg/kgBB,
i.v. paling tidak > 30 menit, dapat diulangi tiap 4-6 jam untuk setiap 48 jam. Dosis sebaiknya
tidak kurang dari 0,5 g/kgBB tiap 24 jam.
Efek Samping
Pemberian jangka lama akan menimbulkan efek samping seperti moon face, buffalo
hump, hipertensi, osteoporosis, gangguan toleransi glukosa, gangguan sekresi hormon
seks, strie pada kulit, petekie, akne, edema, hipokalemia, atrofi korteks adrenal, tukak
peptik, glaukoma, katarak, trombosis, psikosis.
Interaksi Obat
AINS, rifampisin, barbiturat, siklosporin, troleandomisin dan ketokonazol.
Sediaan
Inj vial 125 mg, 500 mg. Tab 4 mg, 8 mg, 16 mg.


sumber:

HIDROKORTISON SUKSINAT

HIDROKORTISON SUKSINAT
Indikasi
Tambahan terapi anafi laksis emergensi, peradangan kulit, IBD, insufi siensi adrenokortikal.
Peringatan dan Perhatian
Tidak berhubungan dengan penggunaan emergensi, tetapi hati-hati pada penggunaan
jangka panjang.
Dosis
Anafi laksis: Inj i.v. perlahan dosis tunggal.
Efek Samping
Berkaitan dengan pemakaian steroid jangka panjang.
Sediaan
Inj vial 100 mg/2 mL.


sumber:

DEKSAMETASON

DEKSAMETASON
Indikasi
Sebagai obat anti-infl amasi misalnya pada artritis, untuk penyakit alergi seperti penyakit
serum dan asma, untuk gangguan pada darah misalnya leukemia akut dan penyakit lain
yang responsif terhadap glukokortikoid.
Kontra Indikasi
Penderita ulkus peptikum, tuberkulosa aktif, infeksi jamur sistemik dan herpes simpleks
pada mata.
Peringatan dan Perhatian
Penderita penyakit jantung, DM, ginjal. Hamil trimester I. Penggunaan jangka panjang.
Wanita menyusui. Penderita dengan kolitis ulseratif non spesifi k.
Dosis
Dewasa: 0,5-9 mg dalam dosis terbagi, tergan¬tung berat ringannya penyakit. Pada
gejala ringan, dosis < 0,75 mg/hari mungkin sudah mencukupi. Untuk gejala yang berat
mungkin dibutuhkan dosis > 9 mg/hari. Bila telah didapat respon yang mencukupi, dosis
dapat diturunkan secara bertahap sampai dosis pemeliharaan 0,5-1 mg/hari.
Efek Samping
Ulkus peptikum, osteoporosis, gangguan pada otot, saluran cerna, dermatologi, cairan
dan elektrolit, sistem endokrin, sistem penglihatan, metabolik. Reaksi alergi.


Interaksi Obat
Efektivitasnya berkurang bila dipakai bersamaan dengan: rifampisin, fenitoin dan fenobarbital.
Dapat mengurangi efektifi tas diuretik hipoglisemik, antikolinesterase salisilat.
Sediaan
Tab 0,5 mg.


sumber:

BUDESONID

BUDESONID
Indikasi
Induksi remisi pada pasien penyakit Crohn ringan sampai sedang yang melibatkan ileum
atau kolon atas.
Kontra Indikasi
Penderita hipersensitif terhadap budesonid. Infeksi lokal pada usus (bakteri, amuba, virus,
dll). Gangguan fungsi hati yang parah.
Peringatan dan Perhatian
Kehamilan dan menyusui. Pasien dengan penyakit: tuberkolosis, hipertensi, ulkus peptik,
glaukoma, katarak, diabetes dll.

Dosis
3 x 1 kaps/hari, diminum 30 menit sebelum makan, ditelan dengan banyak air.
Efek Samping
Alergi kulit, kelemahan otot, glukoma, katarak. Keadaan mental: depresi, iritabilitas,
euforia. Saluran cerna : Ulkus duodenum, pankreatitis, keluhan perut. Metabolisme:
Sindroma Cushing, moon face, truncal obesity, DM, gangguan hormon.
Interaksi Obat
Glikosida jantung, diuretik, inhibitor sitokrom P450, simetidin.
Sediaan
Kaps 3 mg.


sumber:



ZIDOVUDIN (ZDV)/ AZIDOTIMIDIN (AZT)

ZIDOVUDIN (ZDV)/ AZIDOTIMIDIN (AZT)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai
dengan pedoman nasional yang sedang berlaku. Aman digunakan pada wanita hamil dan
merupakan pilihan pada pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap zidovudin. Pasien dengan jumlah neutrofi l rendah atau hemoglobin
rendah.

Peringatan dan Perhatian
Perlu pemantauan terhadap parameter hematologi, terutama dalam 3 bulan pertama
setelah pemberian. Dosis perlu dimodifi kasi pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan
kreatinin < 15 mL/menit.
Dosis
Dewasa: 60 mg/hari dalam dosis terbagi dengan kombinasi dengan antiretroviral lain,
dan 500 mg (100 mg/4 jam selama terjaga atau 600 mg/hari dalam dosis terbagi untuk
monoterapi).
Efek Samping
Toksisitas hematologi (anemia, neutropenia), mual, muntah, dan sakit kepala merupakan
efek yang cukup sering terjadi. Efek lain yang jarang terjadi adalah miopati, miositis, dan
gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat
Tidak boleh digunakan bersama dengan stavudin (D4T). Toksisitas hematologi dapat
bertambah jika digunakan bersama obat mielosupresi lain: gansiklovir, asiklovir, ribavirin,
interferon-α, trimetoprim-sulfametoksazol, dll. Obat seperti probenesid, atovakuon,
metadon, asam valproat, dan fl ukonazol dapat meningkatkan konsentrasi zidovudin.
Fenitoin dapat menurunkan atau meningkatkan konsentrasi zidovudin.
Sediaan
Tab kombinasi dengan 3TC dengan zidovudin 300 mg. Kaps 100 mg


sumber:

TENOFOVIR (TDF)


Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai dengan
pedoman nasional yang sedang berlaku.
Kontra indikasi
Pasien yang hipersensitif pada tenofovir.
Peringatan dan Perhatian
Dosis perlu dimodifi kasi pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin < 50 mL/
menit.
Dosis
Dewasa 1 x 300 mg.
Efek Samping
Gangguan fungsi ginjal (gagal ginjal akut atau sindrom Fanconi), hepatomegali, dan
penurunan densitas massa tulang.
Sediaan
Tab 300 mg, kombinasi 3TC dengan stavudin 30 mg.

sumber:

STAVUDIN (D4T)

STAVUDIN (D4T)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai
dengan pedoman nasional yang sedang berlaku. Aman digunakan untuk wanita hamil
dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.
Kontra Indikasi
Pasien yang hipersensitif terhadap stavudin.
Peringatan dan Perhatian
Dosis perlu dimodifi kasi pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin < 50 mL/
menit.
Dosis
Dewasa 2 x 30 mg.
Efek Samping
Neuropati perifer dan lipoatrofi sering ditemukan terutama pada pemakaian jangka lama.
hiperlaktatemia hingga asidosis laktat, pankreatitis, dan peningkatan fungsi hati dapat
terjadi.

Interaksi Obat
Tidak boleh digunakan bersama zidovudin (AZT).
Sediaan
Tab 30 mg, kombinasi 3TC dengan stavudin 30 mg.

sumber:

NEVIRAPIN (NVP)

NEVIRAPIN (NVP)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai
dengan pedoman nasional yang sedang berlaku. aman digunakan pada wanita hamil,
termasuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Merupakan pilihan pada wanita
usia reproduksi.
Kontra Indikasi
Pasien yang hipersensitif pada nevirapin.
Peringatan dan Perhatian
Gangguan fungsi hati. Pada 12 minggu pertama terapi nevirapin merupakan periode
kritis yang perlu pemantauan terhadap reaksi hipersensitivitas nevirapin dan gangguan
fungsi hati. Reaksi hipersensitivitas umumnya berupa ruam makulopapular yang tidak
berbahaya, namun pada kondisi perburukan atau reaksi hebat seperti sindrom Stevens
Johnson dan toksik epidermal nekrolisis, penggunaan harus dihentikan.

Dosis
Dewasa: dosis eskalasi 1 x 200 mg selama 14 hari pertama, lalu dinaikkan menjadi 2 x
200 mg selanjutnya jika tidak terdapat efek samping.
Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas obat, termasuk anafi laksis, sindrom Stevens Johnson, toksik
epidermal nekrolisis, ruam makulopapular. Gangguan fungsi hati, umumnya asimtomatik,
namun dapat menjadi hepatitis kolestasis dan fulminan. Efek samping lain diantaranya
mual, muntah, sakit kepala, fatigue, neutropenia, dan malaise.
Interaksi Obat
Terutama dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP3A, selain CYP2B6 dan
CYP2D6. Penggunaan bersama rifampisin dapat menurunkan dosis metadon, sehingga
dosis metadon harus dinaikkan. Juga berinteraksi dengan ketokonazol dan kontrasepsi
oral.
Sediaan
Tab 200 mg; tabet kombinasi dengan antiretroviral lain seperti d4T, 3TC, dan NVP 200 mg.

sumber:

LOPINAVIR/RITONAVIR (LPV/R)

LOPINAVIR/RITONAVIR (LPV/R)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi lini kedua sesuai dengan
pedoman nasional yang sedang berlaku.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen obat.

Peringatan dan Perhatian
Pasien dengan diabetes, dislipidemia, dan penyakit koroner.
Dosis
Dewasa lopinavir 400 mg/ritonavir 100 mg 2 kali/hari.
Efek samping
Gangguan saluran cerna seperti diare, pankreatitis, anoreksia, mual muntah, gangguan
fungsi hati, sakit kepala, mialgia. Hiperglikemia, dislipidemia, lipodistrofi merupakan efek
yang harus diwaspadai dan dipantau teratur.
Interaksi Obat
Terutama dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP3A. Lopinavir/ritonavir
akan sama sekali tidak dapat digunakan bersama rifampisin karena dapat menurunkan
kadar keduanya. Obat ini menaikkan kadar ketokonazol, itrakonazol, simvastatin, fenitoin,
dan karbamazepin, serta menurunkan kadar metadon dan kontrasepsi hormonal. Dosis
metadon perlu ditingkatkan pada penggunaan bersama lopinavir/ritonavir.
Sediaan
Tab lopinavir 200 mg dan ritonavir 300 mg.

sumber:

LAMIVUDIN (3TC)

LAMIVUDIN (3TC)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai dengan
pedoman nasional yang sedang berlaku. Aman digunakan pada wanita hamil, termasuk
pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Lamivudin (3TC) juga aktif terhadap hepatitis
B, namun digunakan dengan dosis lebih rendah. Formula 3TC untuk hepatitis B sebaiknya
tidak digunakan untuk terapi HIV.
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap lamivudin.
Peringatan dan Perhatian
Dosis perlu dimodifi kasi pada gangguan fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin < 50 mL/
menit.
Dosis
Dewasa 2 x 150 mg atau 1 x 300 mg.
Efek Samping
Sakit kepala, kelelahan, nausea, diare, ruam kemerahan, dan nyeri abdomen dapat
terjadi. Efek lain yang lebih jarang terjadi pankreatitis, neuropati perifer, neutropenia, dan
peningkatan enzim hati.
Interaksi Obat
Penggunaan bersama trimetoprim meningkatkan kadar 3TC, namun tidak bermakna
secara klinis.
Sediaan
Tab 150 mg atau kombinasi dengan obat lain (zidovudin 300 mg dan lamivudin 150 mg;
stavudin 30 mg dan lamivudin 150 mg).

sumber:

EVAFIRENZ (EFV)

EVAFIRENZ (EFV)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai dengan
pedoman nasional yang sedang berlaku. Tidak dapat digunakan pada ibu hamil trimester
pertama. Hati-hati penggunaan pada wanita usia reproduksi.
Kontra Indikasi
Hamil trimester pertama.
Peringatan dan Perhatian
Sebaiknya diminum malam hari sebelum tidur, wanita usia reproduksi.
Dosis
Dewasa 1 x 600 mg.
Efek Samping
Ruam termasuk sindrom Stevens Johnson, nyeri perut, diare, mual, muntah, sakit kepala,
pruritus.
Sediaan
Tab 600 mg, Kaps 50 mg, 100 mg, 200 mg.

sumber:

DIDANOSIN

DIDANOSIN
Indikasi
Infeksi HIV dengan penggunaan kombinasi dengan minimal dua obat antiretroviral lainnya.
Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap didanosin.

Peringatan dan Perhatian
Riwayat pankreatitis, neuropati perifer atau hiperurisemia, hepatitis B atau C kronis,
gangguan fungsi ginjal, hati, hamil, menyusui.
Dosis
Digunakan secara kombinasi dengan minimal 2 antiretrovirus lainnya. Dewasa < 60 kg:
250 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi; > 60 kg: 400 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi.
Efek samping
Pankreatitis, neuropati perifer terutama pada infeksi HIV lanjut, hiperurisemia, diare, mual,
muntah, sakit kepala, reaksi hipersensitif.
Sediaan
Tab (buffered chewable, dispersible) 25 mg, 50 mg, 100 mg, 150 mg, 200 mg.
Kaps (unbuffered enteric-coated) 125 mg, 200 mg, 250 mg, 400 mg.

sumber:

ABAKAVIR (ABC)

ABAKAVIR (ABC)
Indikasi
Infeksi HIV sebagai bagian terapi antiretroviral kombinasi (tripel kombinasi) sesuai dengan
pedoman nasional yang sedang berlaku. Aman digunakan pada wanita hamil.
Kontra Indikasi
Pasien yang hipersensitif pada abakavir (jangan lakukan tes ulang pada pasien dengan
hipersensitivitas abakavir).
Dosis
Dewasa 2 x 300 mg atau 1 x 600 mg.
Efek Samping
Reaksi hipersensitif dengan gejala anafi laksis, demam, ruam. Efek samping lain yang
mungkin terjadi fatigue, diare, sakit kepala, mialgia, letargi, mual, muntah, asidosis laktat,
peningkatan trigliserida, lipodistrofi , dan gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat
Gansiklovir dan valgansiklovir dapat meningkatkan toksisitas abakavir.
Sediaan
Tab 300 mg.

sumber:

KARBON AKTIF TIPE 007

KARBON AKTIF TIPE 007
Indikasi
Antidiare, antidotum (adsorben berbagai racun obat dan toksin).
Dosis
Dewasa 3-4 tab 3 kali/hari.


Interaksi Obat
Mengadsorbsi obat yang diberikan bersamaan sehingga menurunkan efek obat tersebut.
Sediaan
Tab 250 mg.

sumber:

PROTAMIN SULFAT

PROTAMIN SULFAT
Indikasi
Antidot overdosis natrium heparin.
Peringatan dan Perhatian
Jika digunakan berlebihan, mempunyai efek antikoagulan, riwayat pengobatan
sebelumnya dengan protamin, alergi ikan.
Dosis
Inj i.v. selama 10 menit. Pada orang dewasa 1 mg menetralisir 80-100 UI diberikan dalam
15 menit, jika waktu pemberian lebih lama, protamin yang dibutuhkan lebih sedikit.
Efek Samping
Mual, muntah, fl ushing, hipotensi, bradikardia, dispnea, reaksi alergi, anafi laksis.
Sediaan
Inj amp 10 mg/mL x 5 mL.

sumber:

NATRIUM TIOSULFAT

NATRIUM TIOSULFAT
Indikasi
Keracunan sianida (bersamaan dengan natrium nitrit), pitiriasis versikolor.
Dosis
Pada keracunan sianida, setelah pemberian natrium nitrit, 12,5 g i.v. perlahan selama 10
menit diikuti 6,25 g setelah 30 menit jika gejala masih tampak.
Sediaan
Inj amp 250 mg/mL x 50 mL

sumber:

NATRIUM BIKARBONAT

NATRIUM BIKARBONAT
Indikasi
Asidosis metabolik, keracunan barbiturat, salisilat.
Kontra Indikasi
Alkalosis dan hipernatremia.
Peringatan dan Perhatian
Monitor serum ionogram dan keseimbangan asam basa.
Dosis
Dosis individual.
Interaksi Obat
Kalsium dan magnesium.
Sediaan
Solusio 8,4% x 100 mL.

sumber:

NALOKSON HCL

NALOKSON HCL
Indikasi
Depresi opioid, overdosis opioid akut, termasuk depresi pernapasan yang diinduksi
oleh opioid alami atau sintetik termasuk propoksifen, metadon, dan campuran analgesik
agonis-antagonis tertentu: nalbufi n, pentazosin, dan butorfanol.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap nalokson HCl atau bahan lain dalam obat.

Peringatan dan Perhatian
Pasien bergantung pada opioid, tidak efektif terhadap depresi akibat obat non-opioid,
kehamilan, menyusui, penggunaan dalam pengobatan hipotensi pada anak atau neonatus,
gagal ginjal/insufi siensi ginjal, penyakit liver.
Dosis
Overdosis opioid diketahui atau dicurigai: dewasa inisial 0,4-2 mg i.v. diencerkan dalam
normal saline atau larutan dekstrose 5 %, dapat diulang dalam 2-3 menit. Bila tidak ada
respon setelah 10 mg, diagnosis perlu diperiksa ulang. Anak: awal 0,01 mg/kgBB i.v.,
dapat dilanjutkan dengan 0,1 mg/kgBB. Rute i.m./s.k. dapat digunakan jika i.v. tidak dapat
digunakan. Depresi opioid pasca operasi dosis yang lebih kecil dapat digunakan dengan
kenaikan 0,1-0,2 mg i.v. tiap 2-3 menit
Efek Samping
Mual, muntah, hipotensi, hipertensi, takikardia ventrikular, fi brilasi, dispnea, edema paru,
kematian, koma, ensefalopati.
Sediaan
Inj amp 0,4 mg x 2 mL.

sumber :

MESNA

MESNA
Indikasi
Mencegah terjadinya sistitis hemoragik pada kemoterapi dengan ifosfamid atau
siklofosfamid.
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap mesna.
Peringatan dan Perhatian
Dapat menyebabkan positif palsu pada pemeriksaan benda keton.
Dosis
Bolus i.v.: 20% dari dosis antineoplastik diberikan dengan interval 4 jam. Infus kontinu:
20% dari total dosis antineoplastik, diikuti oleh 100% dari total dosis antineoplastik infus
i.v. selama 24 jam, kemudian diikuti hingga 50% dengan infus selama 12 jam berikutnya.
Efek Samping
Kemerahan, gatal, urtikaria, takikardi, reaksi anafi laktif.
Interaksi Obat
Sisplatin
Sediaan
Inj amp 400 mg/2 mL.


sumber:

KALSIUM GLUKONAT

KALSIUM GLUKONAT
Indikasi
Terapi hipokalsemia.
Kontra Indikasi
Keadaan yang berkaitan dengan hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.
Peringatan dan Perhatian
Pantau kadar plasma kalsium, gangguan fungsi ginjal, sarkoidosis, riwayat nefrolitiasis.

Dosis
Dewasa 1 g i.v. perlahan diikuti 4 g/hari i.v. kontinu.
Sediaan
Inj vial 100 mg/mL dalam amp 10 mL.

sumber :

KALSIUM FOLINAT

KALSIUM FOLINAT
Indikasi
Untuk penyelamatan kalsium folinat selama terapi metotreksat dosis tinggi. Penanganan
pasien dengan kanker kolorektal pada kombinasi dengan 5-fl uorourasil.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas, anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik sekunder terhadap
defi siensi vitamin B12, administrasi intratekal dan intraventrikular.
Peringatan dan Perhatian
Sebaiknya hanya digunakan dengan antagonis asam folat di bawah pengawasan klinis
yang berpengalaman. Karena kadar kalsiumnya tidak lebih 160 mg (16 mL) sebaiknya
diinjeksikan i.v. per menit.
Dosis
Infus i.v. diberikan dengan diencerkan pada glukosa 5% atau NaCI 0,9% hingga
konsentrasi 0,005-0,4 mg/mL. Dosis setara dengan 10-20% dosis metotreksat. Larutan
tersebut stabil selama 24 jam pada suhu 2-8ºC. Gunakan segera setelah preparasi untuk
menghindari adanya kontaminasi.
Sediaan
Tab 15 mg. Inj vial 50 mg/5 mL.

sumber :

DEFEROKSAMIN MESILAT

DEFEROKSAMIN MESILAT

Indikasi
Pengobatan intoksikasi besi akut dan overload besi kronik.

Kontra Indikasi
Penyakit ginjal berat dan anuria.

Peringatan dan Perhatian
Hamil, menyusui.

Dosis
Intoksikasi besi akut: Dosis awal 1 g, diikuti 500 mg setiap 4 jam untuk 2 dosis. Dosis
maksimal tidak melebihi 6 g dalam 24 jam i.m. atau i.v.. Overload besi kronik: Dosis harian
500-1000 mg i.m. atau 1-2 g s.k.

Efek Samping
Nyeri, hipersensitivitas, diare, sakit kepala.

Sediaan
Inj vial 500 mg.


sumber :

Senin, 24 Juli 2017

Alopurinol

Indikasi
Pencegahan hiperurikemia

Kontra Indikasi
Gout akut (bila terjadi serangan gout akut saat menggunakan alopurinol,
lanjutkan profilaksis dan obati serangan secara terpisah).


Peringatan dan Perhatian
Pastikan asupan cairan minimal 2 liter sehari; kerusakan fungsi ginjal dan
hati (Lampiran 4 dan 5); Hentikan pengobatan bila terjadi ruam, ulangi
pengobatan bila ruam ringan tetapi segera hentikan pengobatan bila
kembali terjadi ruam.


Dosis
Profilaksis Hiperurikemia :
< 6 tahun : 150 mg/hari dalam 3 dosis terbagi; 6-10 tahun : 300 mg/hari
dalam 2-3 dosis terbagi; < 15 tahun : 10 – 20 mg/KgBB/hari (maksimum 400
mg/ hari).

Efek samping
Ruam, reaksi hipersensitivitas jarang terjadi seperti : eksfoliasi, demam,
limfadenopati, artralgia, eosinofilia, Sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis
epidermal toksik, vaskulitis, hepatitis, nefritis interstisial. Sangat jarang
terjadi : epilepsi, gangguan gastrointestinal, malaise, sakit kepala, vertigo,
drowsiness, gangguan penglihatan dan pengecapan, hipertensi, alopesia,
hepatotoksisitas, parestesia, neuropati, ginekomasti, gangguan darah
(termasuk leukopeni, trombositopeni, anemia hemolitik dan anemia
aplastik).

Sediaan
Tablet : 100 mg, 300 mg



Albendazol

Indikasi
Infeksi nematoda, filariasis, askariasis, infeksi cacing tambang (hookworm),
strongyloidiasis, enterobiasis, trikuriasis, trikostrongiliasis, dan kapilariasis;
infeksi cestoda, Cutaneous larva migrans (creeping eruptions) disebabkan
oleh infeksi larva cacing tambang, biasanya Ancylostoma braziliense dan
A. caninum yang menginfeksi kucing dan anjing. Dalam suatu komunitas
endemik filariasis, untuk menurunkan transmisi digunakan ivermektin
selama 4-6 tahun. Selain itu dapat juga digunakan Albendazol 600 mg
bersama dengan dietilkarbamazin atau ivermektin. Infeksi Echinococcus
multiloculoris dan E. granulosus sebelum atau tidak dapat dioperasi;
neurosistiserkosis

Peringatan perhatian
Lakukan tes fungsi hati dan pemeriksaan darah rutin sebelum pengobatan
dan dua kali pada setiap siklus pengobatan.

Dosis

Ekinokokosis sistik
Anak: 15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis bagi (hingga dosis maksimal 800 mg
sehari) selama 28 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat; diberikan hingga 3
siklus pengobatan.

Ekinokokosis alveolar
sama seperti dosis untuk Ekinokokosis sistik, tetapi siklus pengobatan perlu
dilanjutkan hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Neurosistiserkosis
15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis bagi (hingga dosis maksimal 800 mg sehari)
selama 8-30 hari.

Askariasis, infeksi cacing tambang, enterobiasis, dan
trikostrongiliasis
per oral, anak >2 thn, 400 mg sebagai dosis tunggal.



Trichuriasis
per oral, anak >2thn, 400 mg sebagai dosis tunggal (untuk infeksi sedang)
atau 400 mg sehari selama 3 hari (untuk infeksi berat).

Strongyloidiasis
per oral, anak >2thn, 400 mg sehari selama 3 hari.

Kapilariasis
per oral, anak >2thn, 400 mg sehari selama 10 hari.

Cutaneous larva migrans
pada semua umur, 400 mg sehari selama 3 hari.


Efek samping
Gangguan saluran cerna, sakit kepala, pusing, peningkatan enzim
hati, alopesia reversibel, ruam, demam, leukopenia, dan jarang terjadi
pansitopenia; syok alergik bila terjadi kebocoran kiste (cyst leakage);
konvulsi dan meningisme pada penyakit serebral.

Sediaan
Kaplet : 400 mg. Suspensi : 200 mg/5mL [10 mL]


sumber :

Adrenokortikotropin (ACTH)


ACTH berbeda dari OAE lain karena penggunaannya terbatas pada 1 atau 2
jenis sindroma epilepsi.

Indikasi
Spasme infantil

Kontra Indikasi
Gagal jantung, insufisiensi adrenal primer, hiperkortisolisme, infeksi aktif
herpes simpleks, TBC aktif, riwayat hipersensitif terhadap ACTH, penyakit
tromboemboli, infeksi aktif virus, jamur dan bakteri.


Peringatan Perhatian
Hindari pemberian vaksin dan imunisasi selama terapi, sindroma Cushing,
hipertensi, hipokalemia, hipernatremia, diabetes mellitus, ulkus peptik,
hipotiroid, penyakit ginjal dan hati.

Dosis
5-40 U/hari IM selama 1-6 minggu sampai 40-160 U/hari IM selama 3-12
bulan. Beberapa penulis merekomendasikan dosis 150 U/m2/hari IM selama
6 minggu atau 5-8 U/kgBB/hari IM dalam dosis terbagi selama 2-3 minggu.

Efek Samping
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, hipertensi, hiperglikemia
dengan glukosuria, rentan terhadap infeksi terutama TBC, gagal jantung,
miopati, Cushingoid (moon face, buffalo hump, timbunan lemak
supraklavikular) peningkatan berat badan, striae, ekimosis, akne dan hirsutism.
Efek samping bersifat reversibel jika pemberian obat dihentikan.

Sediaan
Injeksi (Tetracosactide/Synacten R ) : 1 mg/mL ekuivalen dengan 100 IU

sumber :

Adrenalin (Epinefrin)

Indikasi
Reaksi anafilaktik berat, angioedema berat, henti jantung (cardiac arrest).
Digunakan untuk resusitasi neonatus, pemberian infus untuk hipotensi
refrakter atau kolaps sirkulasi yang bukan disebabkan oleh hipovolemia.
Kontra Indikasi
Hipertiroid, hipertensi

Dosis
Syok Anafilaksis
Injeksi IM atau SC gunakan epinefrin 1:1000. < 6 bulan : 50 μg (0,05 mL);
6 bulan – 6 tahun : 120 μg (0,12 mL); 6 – 12 tahun : 250 μg (0,25 mL). Dosis ini
dapat diulang beberapa kali dengan interval 5 menit dengan memperhatikan
tekanan darah, nadi, dan fungsi respirasi. Bila ada gangguan sirkulasi,
diberikan IV perlahan-lahan 1:10.000 (dengan kecepatan 1 mL/ menit).
dengan dosis 10 μg /KgBB (0,1 mL/KgBB) dapat diulang beberapa kali setelah
beberapa menit.

Bradikardia

IV : 0,01 mg/kgBB (0,1 mL/kgBB) dari larutan 1:10.000 (dosis
maksimum 1 mg atau 10 mL), dapat diulangi setiap 3-5 menit
sesuai kebutuhan.

Intratrakeal : 0,1 mg/kgBB (0,1 mL/kgBB) dari larutan 1:1.000, dapat
diulangi setiap 3-5 menit sesuai kebutuhan.


Cardiac arrest
IV : 0,01 mg/kgBB (0,1 mL/kgBB dari larutan 1:10.000), dapat
diulangi setiap 3-5 menit sesuai kebutuhan, bila tidak efektif, dosis dapat ditingkatkan hingga 0,1 mg/kgBB (0,1 mL/
kgBB dari larutan 1:1.000), ulangi setiap 3-5 menit sesuai
kebutuhan [peningkatan dosis tidak lagi direkomendasikan
secara rutin oleh American Heart Association].

Intratrakeal : 0,1 mg/kgBB (0,1 mL/kgBB dari larutan 1:1.000) IV kontinyu:
dengan kecepatan infus 0,1-1 mcg/kgBB/menit titrasi dosis
hingga efek yang diinginkan.

Pemakaian pada neonatus
Resusitasi / henti jantung
IV, ETT, IC : 0,01 – 0,1 mg/kgBB/kali = 0,1 – 1 mL/kgBB/kali dengan
perbandingan 1 : 10.000. Dosis dapat diulang setiap 3 – 5 menit bila
perlu. Pemberian dosis yang lebih besar dan/ atau pengenceran mungkin
diperlukan pada pemberian obat melalui ETT.


Hipotensi / kolaps sirkulasi
Infus IV : 0,05 – 1 mikrogram/kgBB/menit
Koreksi hipovolemia dan asidosis sebelum memulai pemberian infus
adrenalin
Stridor paska ekstubasi / bronkospasme
Nebulisasi : 0,5 mL 1:1.000/kgBB/kali setiap 4-6 jam

Efek samping
Umumnya terjadi sakit kepala. Dilaporkan terjadinya takikardia dan aritmia,
hipertensi, tremor, ansietas, berkeringat, mual, muntah, kelemahan otot,
pusing, dingin di akral, hiperglikemia
Pada neonatus dapat terjadi aritmia (takikardia ventrikular), hipokalemia,
hipertensi berat dan peningkatan risiko perdarahan intraventrikular, iskemia
pembuluh darah ginjal dengan penurunan produksi urin, hiperglikemi,
ekstravasasi dapat menyebabkan iskemi jaringan dan nekrosis.

Sediaan
Injeksi : 1 mg/mL [1 mL] (=1:1000 atau 0,1%) 0,1 mg/mL [1 mL] (=1:10.000)

sumber :

Abacavir

Indikasi
Infeksi HIV
Kontra Indikasi
Pasien yang hipersensitif terhadap abacavir

Perhatian
• Dapat diberikan tanpa makanan
• Peringatkan pasien dan orang tua tentang risiko serius dari reaksi
hipersensitivitas yang dapat mematikan

Dosis
Dosis bayi/neonatus:
Tidak diperbolehkan untuk bayi <3 bulan



Efek Samping
• Reaksi hipersensitivitas yang dapat mematikan; gejala termasuk demam,
lesi, mual, muntah, malaise, fatique, nafsu makan berkurang, gejala
pernapasan seperti sakit tenggorokan, batuk, sesak napas.
• Beberapa studi kohort observasi menunjukkan meningkatnya risiko
infark miokardium di dewasa dengan penggunaan abacavir yang baru
atau sedang digunakan; tetapi studi ini tidak diperkuat beberapa studi
lain dan tidak ada data di anak.


sumber:

STOMATITIS (SARIAWAN) PADA ANAK

STOMATITIS sering dikenal sebagai sariawan. Sariawan merupakan suatu kelainan selaput lendir mulut, yang ditandai adanya bercak luka berwarna putih pada dinding mulut, bibir atas, dan lidah. Sariawan memang bukan penyakit yang serius atau bahkan mengancam jiwa, tetapi kondisi ini sangat mengganggu. Walaupun ukurannya kecil dan letaknya tersembunyi di rongga mulut, sariawan bisa menimbulkan rasa nyeri hebat, sehingga membuat susah untuk makan dan berbicara.
Pada anak- anak,selain tidak mau makan, sariawan akan menyebabkan rewel sehingga akhirnya berat badan sulit naik atau penurunan berat badan. Stomatitis dapat terjadi pada mukosa mulut di daerah bibir atau pipi bagian dalam. Dapat terjadi pada lipatan gusi dengan daging pipi/bibir. Dapat juga terjadi pada langit-langit, di bawah lidah, permukaan lidah, bahkan terjadi pada tonsil (amandel).
Di dalam rongga mulut banyak terdapat bakteri dan jamur yang bisa menyebabkan sariawan. Faktor lain yang menyebabkan sariawan, antara lain kesalahan menggosok gigi. Apabila jika menggosoknya tidak benar dan tidak hati-hati. Selain itu, bisa disebabkan tergigit atau terjatuh. Penyebab stomatitis, antara lain infeksi. Yang sering adalah infeksi virus, misalnya Herpes simplex, cacar air, dan penyakit kaki tangan mulut (hand foot and mouth disease). Rasa perih dapat muncul 24 hingga 48 jam, yang bertahan hingga 3 hingga 4 hari. Kemudian baru tumbuh lembaran fibrin putih sehingga nyeri berkurang dan sembuh dalam 7-10 hari. Berikut ini beberapa jenis sariawan:

1. Stomatitis aphtousa. Sariawan yang paling banyak terjadi pada bayi dan anak, dan terjadi pasca trauma tergigit atau tergores sikat gigi.
2. Oral thrush (kandidiasis mulut. Disebabkan jamur Candida albicans, sering pada anak dengan daya tahan turun dan sering minum antibiotik jangka  lama (>7 hari), serta kebersihan mulut yang buruk.
3. Stomatitis herpetic. Stomatitis herpetic disebabkan virus Herpes simplex. Sariawan di tenggorokan terjadi jika ada virus yang mewabah dan daya tahan tubuh si kecil rendah.
4. Sariawan terkait penyakit hand, foot and mouth disease.Luka sariawan biasanya banyak dan sangat nyeri, timbul bersamaan dengan lesi kulit di  telapak tangan dan kaki.
Jika muncul gejala sariawan seperti itu, segera bawa ke dokter atau tenaga kesehatan untuk mendapatkan pengobatan.
Bagi bayi dan anak yang sudah makan, cara mencegah sariawan antara lain makan dengan tenang agar bibir atau lidah tidak tergigit. Minimal 2 kali sehari membersihkan mulut dengan sikat gigi dan benang gigi. Bila bersikat gigi, jangan terburu-buru serta ganti sikat gigi bila sudah tidak baik. Pastikan gigi dan mulut selalu terawat, berkumur dengan antiseptik jika ada gangguan sariawan, serta hindari stress. Perbanyak pula sayuran dan buah-buahan karena banyak mengandung vitamin C,B 2, B5, dan asam folat yang sangat bermanfaat mencegah sariawan.
Saat sariawan, bagi anak bisa dibebaskan dari makan nasi, pilih bubur bayi bergizi untuk sementara sehingga anak tidak mengunyah. Asupan susu/jus buah bisa diberikan dalam porsi lebih banyak daripada biasanya. Berikan suplementasi zinc, vitamin B kompleks, vitamin C, dan zat besi. Es krim bisa diberikan karena efek dingin cukup meredakan rasa perih dan mengandung nutrisi juga.
Suapi si kecil dengan perlahan-lahan dan sabar. Gunakan gelas minum karena dot bayi biasanya menyentuh sariawannya. Pada anak yang lebih besar, kumur air garam bisa sebagai antiseptik ampuh setara dengan obat kumur untuk membunuh kuman.
Penulis: MM DEAH Hapsari
Ikatan Dokter Anak Indonesia


sumber :
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/stomatitis-sariawan-pada-anak

Jumat, 21 Juli 2017

Penanganan Anestesi pada Operasi Atlas Meningioma

Penanganan Anestesi pada Operasi Atlas Meningioma
Yunita Susanto Putri, Dewi Yulianti Bisri
Departemen Anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung
Abstrak
Angka kejadian spinal meningioma di Amerika adalah 25 % dari seluruh tumor di regio spinal dan empat kali lebih banyak muncul pada perempuan usia lebih dari 40 tahun dibandingkan pada laki-laki. Delapan puluh persen terjadi di daerah vertebra thorakal, 15% di cervikal, 3% di lumbal dan 2% di foramen magnum. Seorang wanita berusia 42 tahun, GCS 15 dengan diagnosa atlas meningioma, yang dilakukan operasi laminectomu untuk pengangkatan tumor. Pasien mengeluh kesemutan mulai dari tangan kiri diikuti tangan kanan, kaki kiri diikuti kaki kanan sejak 10 bulan yang lalu. Sejak 2 bulan yang lalu pasien mengeluh lemas bila berjalan yang disertai kelemahan kedua tangan, disertai keterbatasan gerak dari leher, tidak ada gangguan berkemih dan defekasi. Intubasi dilakukan dengan cara inline position, operasi berlangsung selama 7 jam dengan total perdarahan 650 cc, rumatan anestesi menggunakan isofluran 0,8–1 vol%, dexmedetomidine 0,2–0,7 mcg/kgbb/jam dan vecuronium 1 mcg/kgbb/mnt. Pascaoperasi pasien tidak diekstubasi, dirawat Neurosurgery Critical Care Unit (NCCU), pernafasan dibantu mesin bantu nafas dengan mode Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV) dan baru diekstubasi 12 jam pascaoperasi. Tiga hari pascaoperasi pasien dipindahkan ke ruangan dengan GCS 15 dan keadaaan hemodinamik stabil.
Kata kunci: atlas meningioma, edema pascaoperasi, laminektomi pengangkatan tumor, posisi inline,
spinal meningioma

JNI 2014;3 (1): 32‒36

Anesthesia Management in Atlas Meningioma Surgery
Abstract
The incidence rate of spinal meningioma in the US is 25% of all tumors in the spinal region and appears four times more in women aged over 40 years old than in men. Eighty percent occurs in the thoracal, 15% in the cervical, 3% in the lumbar and 2% in the foramen magnum. This is a case of a 42-year-old woman with GCS 15 who was diagnosed with high cervical meningioma underwent laminectomy tumor removal. Patient experienced numbness on the left referring to the right hand and left referring to the right hand foot since 10 months ago. Since 2 months ago the patient experienced limp with weakness on both hands and limited neck motion. Patients had no disturbance in micturition and defecation. Intubation was done by inline position while the surgery lasted for 7 hours with 650cc bleeding. Anesthesia was maintained using isoflurane 0.8-1 vol %, dexmedetomidine 0.2-0.7 mcg/kg/h and vecuronium 1 mcg/kg/mnt. After surgery, the patient was not extubated and admitted to NCCU (Neurosurgery Critical Care Unit) with ventilator-mode SIMV (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation). Extubation was performed 12 hours postoperative. Three days after surgery patient was transferred to inpatient ward with GCS 15 and stable hemodynamic status.
Key words: high cervical meningioma, inline position, laminectomy tumor removal, postoperative edema, spinal
meningioma

JNI 2014;3 (1): 32‒36

Luaran Pasien Cedera Kepala Berat yang Dilakukan Operasi Kraniotomi Evakuasi Hematoma atau Kraniektomi Dekompresi

Luaran Pasien Cedera Kepala Berat yang Dilakukan Operasi Kraniotomi Evakuasi Hematoma atau Kraniektomi Dekompresi di RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Zafrullah Khany Jasa*), Fachrul Jamal*), Imam Hidayat**)
*)Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif ,**)Bagian Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Syiahkuala-RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Abstrak
Latar Belakang dan Tujuan: Kraniotomi evakuasi hematoma dan kraniektomi dekompresi merupakan suatu tindakan definitif terhadap pasien cedera kepala berat. Perlu dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui luaran tindakan pembedahan sebagai informasi dalam memperbaiki dan mengurangi morbiditas dan mortalitas baik di bidang anestesi maupun bedah saraf.

Subjek dan Metode: Penelitian deskriptif ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin terhadap 83 pasien pasien cedera kepala berat yang dilakukan tindakan kraniotomi evakuasi hematoma atau kraniektomi dekompresi yang kemudian di rawat di ICU selama tahun 2012. Pasien dilakukan operasi dalam 24 jam setelah masuk rumah sakit dan kemudian dirawat di ICU. Dilakukan pencatatan umur, jenis kelamin dan luaran setelah operasi yaitu perbaikan fungsi motorik dan angka kematian selama rawatan 5 hari di ICU.
Hasil: Pasien yang masuk dalam penelitian dengan jumlah 56 (67%) laki-laki dan 27 (33%) perempuan dengan usia sebagian besar 15-20 tahun 27% usia lebih dari 40 tahun 35%. Terdapat perbaikan fungsi motorik dalam skala penilaian GCS pada pasien setelah operasi terutama pada skala motorik 1 sampai 3 menjadi skala 2 sampai 5 setelah operasi. Angka kematian dalam 5 hari rawatan mencapai 57% (48 pasien) dan pasien yang hidup setelah 5 hari pasca operasi 43% (35 pasien). Sebagian besar kematian terjadi pada perawatan hari ke 2 (25%) dan hari ke 3 (35%).

Simpulan: Tindakan operasi kraniotomi untuk evakuasi hematoma atau kraniektomi dekompresi pada pasien cedera kepala berat dapat memperbaiki fungsi motorik dan angka kematian 57% setelah 5 hari rawatan awal di ICU.

Kata kunci: cedera kepala berat, kranitomi, kraniektomi, luaran

JNI 2014;3 (1): 8‒14


Postoperative Outcome of Patients with Severe Traumatic Brain Injury Undergoing Craniotomy to Evacuate Hematoma or Decompressive Craniectomy at Dr. Zainoel Abidin Hospital Banda Aceh

Abstract
Backgroud and Objective: Craniotomy to evacuate hematoma and decompressive craniectomy is definitive treatment for severe head injury patients. We need to evaluate the outcome after surgery as the basis information for improve management and to reduce mortality and morbidity rate in neuroanesthesia or neurosurgery as well.
Subject and Method: This descriptive research was conducted in Zainoel Abidin Hospital Banda Aceh on 83 severe head injury patients undergoing craniotomy to evacuate hematoma or decompressive craniectomy continued with postoperative care in the intensive care unit in 2012. Age, sex, and outcome motoric function on GCS scale and morbidity were recorded during 5 day care in the ICU.
Results: Eighty three severe head injury patients at Zainoel Abidin Hospital Banda Aceh underwent craniotomy to evacuate hematoma or decompressive craniectomy continued with postoperative care in the ICU in 2012 were included with 56 (67%) male and 27(33%) female, aged 15‒20 y.o (27%) and >40 y.o (35%). Motoric function was improved from 1‒3 to 2‒5 according to GCS scale after the surgery. There were 48 (57%) patients died and 35 (43%) patients survived after undergoing surgery and 5 day tratment in the ICU. Most of death happened on day 2 (25%) and day 3 (35%).
Conclusion: Craniotomy to evacute hematoma or decompressive craniectomy may improve the motoric function with mortality rate 57% during initial 5 day in ICU.
Key words: severe head injury, craniotomy, craniectomy, outcome

Rabu, 12 Juli 2017

CPNS Kemenkumham 2017



TENTANG
PELAKSANAAN SELEKSI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (CPNS)
KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN ANGGARAN 2017
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memberikan kesempatan kepada Warga Negara Indonesia untuk mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan ditugaskan di lingkungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.








                DOWNLOAD