konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Minggu, 26 November 2017

Virus Hepatitis B, patogenesis dan perjalanan penyakit

Virus Hepatitis B, patogenesis dan perjalanan penyakit


Infeksi kronik virus hepatitis B (HBV) merupakan masalah yang serius karena penyebarannya di seluruh dunia dan kemungkinan terjadinya gejala sisa, khususnya di wilayah Asia-Pasifik yang prevalensinya tinggi. Di Asia Pasifik, infeksi HBV biasanya terjadi melalui infeksi perinatal atau pada awal masa kanak-kanak, dan penderita dapat juga terinfeksi virus hepatotropik lainnya secara bersamaan.

Pemahaman yang lebih baik di bidang biologi molekuler dan patogenesis HBV telah menemukan covalently closed circular DNA (cccDNA) yang memegang peranan dalam terjadinya infeksi kronik HBV yang menetap. HBV sendiri biasanya tidak sitopatogenik. Infeksi kronik HBV merupakan suatu keadaan dinamis dimana terjadi interaksi antara virus, hepatosit dan sistem imun penjamu(1).

Tersedianya pemeriksaan HBV DNA yang lebih baik dan pemahaman yang lebih baik mengenai genom HBV, siklus replikasi virus dan respon imun pejamu telah merubah pemahaman konsep perjalanan alami penyakit infeksi kronik HBV dari pembagian 2 atau 3 fase di pertengahan tahun
1980an menjadi 4 fase pada saat ini. Keempat fase tersebut adalah:
(i) immune tolerance
(ii) immune clearance,
(iii) inactive HBsAg carrier state
(iv), reactivation of HBV replication/HBe-negative chronic hepatitis B.
Fase immune tolerance ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar HBV DNA
yang tinggi, kadar ALT yang normal dan gambaran histologi hati yang normal atau perubahan minimal. Pada fase ini, yang dapat berlangsung 1 sampai 4 dekade serokonversi spontan atau karena pengobatan sangat jarang terjadi (< 5% / tahun). Fase immune clearance ditandai dengan keberadaan HBeAg, kadar HBV DNA yang tinggi atau berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histologi jaringan hati menunjukkan keradangan yang aktif. Hal penting sebagai outcome dari fase immune clearence adalah terjadinya serokonversi HBeAg menjadi Anti HBeAg.
Fase inactive HBsAg carrier state ditandai dengan HBeAg yang negatif, Anti HBe positif, kadar HBV DNA yang rendah atau tidak terdeteksi (< 100.000 lU/mL), gambaran histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan, dan menunjukkan prognosis yang baik bila cepat dicapai oleh seseorang penderita. Beberapa penderita pada fase ini masih dapat mengalami reaktivasi.
Fase keempat yaitu reactivation of HBV DNA replication /HBeAg negative chronic hepatitis B ditandai dengan HBeAg negatif, Anti HBe positif, kadar HBV DNA yang positif atau dapat dideteksi, kadar ALT yang meningkat serta gambaran histologi hati menunjukkan proses nekro inflamasi yang aktif (2).

Perjalanan penyakit hepatitis B kronik yang HBeAg negatif dengan HBV DNA positif di wilayah Asia-Pasifik masih belum banyak diteliti, namun reaktivasi hepatitis dan progresivitas penyakit memang terjadi. (3) Derajat beratnya penyakit, luas, lama dan frekuensi perubahan lobulus hati selama reaktivasi hepatitis cenderung untuk menentukan hasil akhir penyakit dan pembersihan HBV (2).



Pentingnya kadar serum HBV DNA telah disampaikan pada studi “REVEAL HBV” yang menyatakan bahwa peningkatan kadar serum HBV DNA (>10.000 kopi/mL) adalah prediktor risiko yang penting dan tidak terkait dengan kadar HBeAg, kadar ALT dan sirosis hati terhadap terjadinya
karsionoma hepatoseluler (KHS) (4).

Walaupun penyebaran genotipe HBV berbeda-beda dalam wilayah Asia-Pasifik dan terdapat perbedaan bermakna dalam karakteristik klinik dan virologi (termasuk respons terhadap terapi) antara pasien dengan genotipe yang berbeda (5), namun jelas bahwa dalam setiap kasus, pembersihan virus akan menyebabkan pengurangan atau pencegahan terhadap kerusakan hati dan sangat penting dalam pencegahan progresivitas penyakit.

Sejak Konsensus Tatalaksana Hepatitis B di Indonesia dibuat tahun 2004, maka pada saat ini lamivudine, adefovir dipivoxil, entecavir dan pegylated interferon a 2a telah diterima di banyak negara sebagai obat untuk hepatitis B kronis, dan juga telah dipublikasikan konsensus penatalaksanaan hepatitis B kronik Asia-Pasifik (up date 2005), sehingga diperlukan pula pembaharuan dari konsensus tersebut.