Sifilis adalah penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan bersifat sistemik.
Istilah lain penyakit ini adalah lues veneria atau lues. Di Indonesia disebut
dengan raja singa karena keganasannya. Sifilis dapat menyerupai banyak penyakit
dan memiliki masa laten.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pada afek primer, keluhan hanya
berupa lesi tanpa nyeri di bagian predileksi.
Pada sifilis sekunder, gejalanya
antara lain:
1. Ruam atau beruntus pada kulit,
dan dapat menjadi luka, merah atau coklat kemerahan, ukuran dapat bervariasi,
di manapun pada tubuh termasuk telapak tangan dan telapak kaki.
2. Demam
3. Kelelahan dan perasaan tidak
nyaman.
4. Pembesaran kelenjar getah
bening.
5. Sakit tenggorokan dan kutil
seperti luka di mulut atau daerah genital.
Pada sifilis lanjut, gejala
terutama adalah guma.Guma dapat soliter atau multipel dapat disertai keluhan
demam.
Pada tulang gejala berupa nyeri
pada malam hari.
Stadium III lainnya adalah
sifilis kardiovaskular, berupa aneurisma aorta dan aortitis. Kondisi ini dapat
tanpa gejala atau dengan gejala seperti angina pektoris.
Neurosifilis dapat menunjukkan
gejala-gejala kelainan sistem saraf (lihat klasifikasi).
Faktor Risiko:
1. Berganti-ganti pasangan
seksual.
2. Homoseksual dan Pekerja Seks
Komersial (PSK).
3. Bayi dengan ibu menderita
sifilis.
4. Hubungan seksual dengan
penderita tanpa proteksi (kondom).
5. Sifilis kardiovaskular terjadi
tiga kali lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita setelah 15–30 tahun
setelah infeksi.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Stadium I (sifilis primer)
Diawali dengan papul lentikuler
yang permukaannya segera erosi dan menjadi ulkus berbentuk bulat dan soliter,
dindingnya tak bergaung dan berdasarkan eritem dan bersih, di atasnya hanya
serum.Ulkus khas indolen dan teraba indurasi yang disebut dengan ulkus durum.
Ulkus durum merupakan afek primer sifilis yang akan sembuh sendiri dalam 3-10
minggu.
Tempat predileksi
1. Genitalia ekterna, pada pria
pada sulkus koronarius, wanita di labia minor dan mayor.
2. Ekstragenital: lidah, tonsil
dan anus.
Seminggu setelah afek primer,
terdapat pembesaran kelenjar getah bening (KGB) regional yang soliter, indolen,
tidak lunak, besarnya lentikular, tidak supuratif dan tidak terdapat
periadenitis di ingunalis medialis.
Ulkus durum dan pembesaran KGB
disebut dengan kompleks primer.Bila sifilis tidak memiliki afek primer, disebut
sebagai syphilis d’embiee.
Stadium II (sifilis sekunder)
S II terjadi setelah 6-8 minggu
sejak S I terjadi. Stadium ini merupakan great imitator.Kelainan dapat
menyerang mukosa, KGB, mata, hepar, tulang dan saraf.
Kelainan dapat berbentuk
eksudatif yang sangat menular maupun kering (kurang menular).
Perbedaan dengan penyakit lainnya
yaitu lesi tidak gatal dan terdapat limfadenitis generalisata.
S II terdiri dari SII dini dan
lanjut, perbedaannya adalah:
S II dini terlihat lesi kulit
generalisata, simetrik dan lebih cepat hilang (beberapa hari – beberapa
minggu), sedangkan S II lanjut tampak setempat, tidak simetrik dan lebih lama
bertahan (beberapa minggu – beberapa bulan).
Bentuk lesi pada S II yaitu:
1. Roseola sifilitika: eritema
makular, berbintik-bintik, atau berbercak-bercak, warna tembaga dengan bentuk
bulat atau lonjong. Jika terbentuk di kepala, dapat menimbulkan kerontokan
rambut, bersifat difus dan tidak khas, disebut alopesia difusa. Bila S II lanjut
pada rambut, kerontokan tampak setempat, membentuk bercak-bercak yang disebut
alopesia areolaris.
Lesi menghilang dalam beberapa
hari/minggu, bila residif akan berkelompok dan bertahan lebih lama. Bekas lesi
akan menghilang atau meninggalkan hipopigmentasi (leukoderma sifilitikum).
2. Papul
Bentuk ini paling sering terlihat pada S
II, kadang bersama-sama dengan roseola. Papul berbentuk lentikular, likenoid,
atau folikular, serta dapat berskuama (papulo-skuamosa) seperti psoriasis
(psoriasiformis) dan dapat meninggalkan bercak leukoderma sifilitikum.
Pada S II dini, papul
generalisata dan S II lanjut menjadi setempat dan tersusun secara tertentu
(susunan arsinar atau sirsinar yang disebut dengan korona venerik, susunan
polikistik dan korimbiformis).
Tempat predileksi papul: sudut
mulut, ketiak, di bawah mammae, dan alat genital.
Bentuk papul lainnya adalah
kondiloma lata berupa papul lentikular, permukaan datar, sebagian
berkonfluensi, dapat erosif dan eksudatif yang sangat menular akibat gesekan kulit.
Tempat predileksi kondiloma lata:
lipat paha, skrotum, vulva, perianal, di bawah mammae dan antar jari kaki.
3. Pustul
Bentuk ini jarang didapati, dan
sering diikuti demam intermiten. Kelainan ini disebut sifilis variseliformis.
4. Konfluensi papul, pustul dan
krusta mirip dengan impetigo atau disebut juga sifilis impetiginosa. Kelainan
dapat membentuk berbagai ulkus yang ditutupi krusta yang disebut dengan ektima
sifilitikum. Bila krusta tebal disebut rupia sifilitikum dan bila ulkus meluas
ke perifer membentuk kulit kerang disebut sifilis ostrasea.
S II pada mukosa (enantem)
terutama pada mulut dan tenggorok.
S II pada kuku disebut dengan
onikia sifilitikum yaitu terdapat perubahan warna kuku menjadi putih dan kabur,
kuku rapuh disertai adanya alur transversal dan longitudinal.Bagian distal kuku
menjadi hiperkeratotik sehingga kuku terangkat. Bila terjadi kronis, akan
membentuk paronikia sifilitikum.
S II pada alat lain yaitu
pembesaran KGB, uveitis anterior dan koroidoretinitis pada mata, hepatitis pada
hepar, periostitis atau kerusakan korteks pada tulang, atau sistem saraf
(neurosifilis).
Sifilis laten dini tidak ada
gejala, sedangkan stadium rekurens terjadi kelainan mirip S II.
Sifilis laten lanjut biasanya
tidak menular, lamanya masa laten adalah beberapa tahun bahkan hingga seusia
hidup.
Stadium III (sifilis tersier)
Lesi pertama antara 3 – 10 tahun
setelah S I. Bentuk lesi khas yaitu guma.Guma adalah infiltrat sirkumskrip
kronis, biasanya lunak dan destruktif, besarnya lentikular hingga sebesar telur
ayam. Awal lesi tidak menunjukkan tanda radang akut dan dapat digerakkan,
setelah beberapa bulan menjadi melunak mulai dari tengah dan tanda-tanda radang
mulai tampak. Kemudian terjadi perforasi dan keluar cairan seropurulen,
kadang-kadang sanguinolen atau disertai jaringan nekrotik.Tempat perforasi
menjadi ulkus.
Guma umumnya solitar, namun dapat
multipel.
Bentuk lain S III adalah nodus.
Nodus terdapat pada epidermis, lebih kecil (miliar hingga lentikular),
cenderung berkonfluensi dan tersebar dengan wana merah kecoklatan.Nodus
memiliki skuama seperti lilin (psoriasiformis).
S III pada mukosa biasanya pada mulut
dan tenggorok atau septum nasi dalam bentuk guma.
S III pada tulang sering
menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula dan humerus.
S III pada organ dalam dapat
menyerang hepar, esophagus dan lambung, paru, ginjal, vesika urinaria, prostat
serta ovarium dan testis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mikroskopis untuk
menemukan T. pallidum pada sediaan serum dari lesi kulit.Pemeriksaan
dilakukan tiga hari berturut-turut jika pemeriksaan I dan II negatif. Setelah
diambil serum dari lesi, lesi dikompres dengan larutan garam fisiologis.
Pemeriksaan lain yang dapat
dirujuk, yaitu:
1. Tes Serologik Sifilis (TSS),
antara lain VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), TPHA (Treponemal
pallidum Haemoglutination Assay), dan tes imunofluoresens (Fluorescent
Treponemal Antibody Absorption Test – FTA-Abs)
2. Histopatologi dan imunologi.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopis.
Klasifikasi
1. Sifilis kongenital
a. Dini (prekoks): bentuk ini
menular, berupa bula bergerombol, simetris di tangan dan kaki atau di badan.
Bentuk ini terjadi sebelum 2 tahun dan disebut juga pemfigus sifilitika. Bentuk
lain adalah papulo-skuamosa. Wajah bayi tampak seperti orang tua, berat badan
turun dan kulit keriput. Keluhan di organ lainnya dapat terjadi.
b. Lanjut (tarda): bentuk ini
tidak menular, terjadi sesudah 2 tahun dengan bentuk guma di berbagai organ.
c. Stigmata: bentuk ini berupa
deformitas dan jaringan parut.
Pada lesi dini dapat:
Pada wajah: hidung membentuk saddle
nose (depresi pada jembatan hidung) dan bulldog jaw (maksila lebih
kecil daripada mandibula).
Pada gigi membentuk gigi
Hutchinson (pada gigi insisi permanen berupa sisi gigi konveks dan bagian menggigit
konkaf). Gigi molar pertama permulaannya berbintil-bintil (mulberry molar).
Jaringan parut pada sudut mulut
yang disebut regades.
Kelainan permanen lainnya di
fundus okuli akibat koroidoretinitis dan pada kuku akibat onikia.
Pada lesi lanjut:
Kornea keruh, perforasi palatum dan
septum nasi, serta sikatriks kulit seperti kertas perkamen, osteoporosis
gumatosa, atrofi optikus dan trias Hutchinson yaitu keratitis interstisial,
gigi Hutchinson, dan tuli N. VIII.
2. Sifilis akuisita
a. Klinis
Terdiri dari 2 stadium:
Stadium I (S I) dalam 2-4
minggu sejak infeksi.
Stadium II (S II) dalam 6-8
minggu sejak S I.
Stadium III (S III) terjadi
setelah 1 tahun sejak infeksi.
b. Epidemiologis
Stadium dini menular (dalam 1
tahun sejak infeksi), terdiri dari S I, S II, stadium rekuren dan stadium laten
dini.
Stadium tidak menular (setelah
1 tahun sejak infeksi), terdiri dari stadium laten lanjut dan S III.
Klasifikasi untuk neurosifilis:
1. Neurosifilis asimptomatik,
tidak menunjukkan gejala karena hanya terbatas pada cairan serebrospinal.
2. Sifilis meningovaskular
Bentuk ini terjadi beberapa bulan
sampai 5 tahun sejak S I. Gejala tergantung letak lesi, antara lain berupa
nyeri kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan
mental, kelumpuhan nervus kranialis dan seterusnya.
3. Sifilis parenkim
a. Tabes dorsalis (8-12 tahun
sejak infeksi primer). Keluhan berupa gangguan motorik (ataksia, arefleksia),
gangguan visus, retensi dan inkoninensia urin serta gangguan sensibilitas
(nyeri pada kulit dan organ dalam).
b. Demensia paralitika (8-10
tahun sejak infeksi primer). Keluhan diawali dengan kemunduran intelektual,
kehilangan dekorum, apatis, euphoria hingga waham megaloman atau depresif.
Selain itu, keluhan dapat berupa kejang, lemah dan gejala pyramidal hingga
akhirnya meninggal.
4. Guma
Guma umumnya terdapat pada
meningen akibat perluasan dari tulang tengkorak. Keluhan berupa nyeri kepala,
muntah dan dapat terjadi konvulsi serta gangguan visus. Pada pemeriksaan
terdapat edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial, paralisis nervus
kranialis atau hemiplegi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding bergantung pada
stadium apa pasien tersebut terdiagnosis.
1. Stadium 1: Herpes simpleks,
Ulkus piogenik, Skabies, Balanitis, Limfogranuloma venereum, Karsinoma sel
skuamosa, Penyakit Behcet, Ulkus mole
2. Stadium II: Erupsi alergi
obat, Morbili, Pitiriasis rosea, Psoriasis, Dermatitis seboroik, Kondiloma
akuminata, Alopesia aerata
3. Stadium III: Tuberkulosis,
Frambusia, Mikosis profunda
Komplikasi: Eritroderma
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Sifilis yang sedang dalam
inkubasi dapat diobati dengan regimen penisilin atau dapat menggunakan Ampisilin,
Amoksisilin, atau Seftriakson mungkin juga efektif.
2. Pengobatan profilaksis harus
diberikan pada pasangan pasien, namun sebaiknya diberikan sejak 3 bulan
sebelumnya, tanpa memandang serologi.
3. Kontak seksual harus
ditelusuri, diketahui dan diobati
4. Pasien perlu diuji untuk
penyakit lain yang ditularkan secara seksual (sexually transmitted diseases/STD),
termasuk HIV, harus dilakukan pada semua penderita.
Pada sifilis dengan kehamilan untuk
wanita berisiko tinggi, uji serologis rutin harus dilakukan sebelum trimester
pertama dan awal trimester ketiga serta pada persalinan.
Bila tanda-tanda klinis atau
serologis memberi kesan infeksi aktif atau diagnosis sifilis aktif tidak dapat
dengan pasti disingkirkan, maka indikasiuntuk pengobatan.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan sekunder
Konseling dan Edukasi
1. Pasien diberikan pemahaman
tentang penyakit, penularan serta penatalaksanaan di tingkat rujukan.
2. Pasien disarankan untuk tidak
melakukan hubungan seksual selama penyakit belum tuntas diobati
Kriteria Rujukan
Semua stadium dan klasifikasi
sifilis harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter
spesialis kulit dan kelamin.
Peralatan :-
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad
bonam.
No. ICPC-2 : Y70 Syphilis male
X70 Syphilis female
No. ICD-10 : A51 Early syphilis
A51.0 Primary genital syphilis
A52 Late syphilis
A53.9 Syphilis, unspecified
Tingkat Kemampuan : 3A
Referensi
1. Djuanda, A., Hamzah, M.,
Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi kelima. Jakarta.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. James, W.D., Berger, T.G.,
Elston, D.M. 2000.Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed.
Canada. Saunders Elsevier.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar