konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Rabu, 30 November 2016

Ruptur Perineum Tingkat 1-2


Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan pervaginam mengalami ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya membutuhkan penjahitan (Sleep dkk, 1984; McCandlish dkk,1998). Angka morbiditas meningkat seiring dengan peningkatan derajat ruptur.

Hasil Anamnesis (Subjective)
Gejala Klinis
Perdarahan pervaginam

Etiologi dan Faktor Risiko
Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana:
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distosia bahu
5. Partus pervaginam dengan tindakan
Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum.
  
Tabel Faktor resiko rupture perineum
Faktor risiko ruptur perineum
Known risk factors
Suggested risk factors
Nulipara
Peningkatan usia
Makrosomia
Etnis
Persalinan dengan instrumen terutama forsep
Status nutrisi
Malpresentasi
Analgesia epidural
Malposisi seperti oksiput posterior

Distosia bahu

Riptur perineum sebelumnya

Lingkar kepala yang lebih besar


Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:
1. Robekan pada perineum,
2. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,
3. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum

Pemeriksaan Penunjang: -

Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan.
Klasifikasi ruptur perineum dibagi menjadi 4 derajat:
1. Derajat I

Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum. Biasa tidak perlu dilakukan penjahitan.
2. Derajat II

Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
3. Derajat III

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan pembagian sebagai berikut:
IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna


Gambar  Ruptur Perineum dan Sfingter Ani


Sfingter ani yang intak (ditunjuk oleh tanda panah A) terlihat lebih jelas pada pemeriksaan rectal touche (B); Robekan parsial sepanjang sfingter ani eksterna (C); Robekan perineum derajat 3b dengan sfingter ani yang intak (Internal anal sphincter/IAS). Sfingter ani eksterna (External anal sphincter/EAS) dijepit oleh forseps Allis. Perhatikan perbedaan warna IAS yang lebih pucat dibandingkan EAS (D).
4. Derajat IV
 Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan

Non Medikantosa
1. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul didahului oleh kepala janin dengan cepat.
2. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Medikamentosa
1. Penatalaksanaan farmakologis
Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum yang berat).
2. Manajemen Ruptur Perineum:
a. Alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan jalan lahir
       Retractor Weislander’s
       Forceps gigi (fine & strong)
       Needle holder (small and large)
       Forceps Allis (4)
       Forceps arteri (6)
       Gunting Mitzembaum
       Gunting pemotong jahitan
       Spekulum Sims
       Retraktor dinding samping dalam vagina
       Forceps pemegang kasa
b. bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan jalan lahir.
      Tampon
      Kapas besar
      Povidon Iodine
      Lidocain 1% (untuk ruptur perineumderajat I-II)
     Benang catgut / Asam poliglikolik (Dexon, David&Geck Ltd, UK) / Poliglaktin 910 (Vicryl, Ethicon Ltd, Edinburgh, UK)

Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :

Robekan perineum derajat 1
Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak perlu dilakukan penjahitan.

Penjahitan robekan perineum derajat 2
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap Lignokain atau obat-obatan sejenis
3. Suntikan 10 ml Lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan jarum pads ujung laserasi dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.
4. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga pasien tidak merasakan nyeri.
5. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya).
6. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
7. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing 1 cm.
8. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada bagian rektum terjahit.

CATATAN: Aspirasi penting untuk meyakinkan suntikan lignokain tidak masuk dalam pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain. Aspirasi kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat pembuluh darah (intravena)


Gambar Penjahitan Luka Perineum Tingkat 2

Penjahitan robekan perineum derajat 3
1. Perbaikan robekan harus dilakukan hanya oleh dokter yang sudah dilatih secara formal (atau dalam supervisi) mengenai perbaikan sfingter ani primer.
 Perbaikan harus dilakukan di kamar operasi dengan pencahayaan yang baik, peralatan yang memadai, dan kondisi aseptik.
a. Anestesi umum atau regional (spinal, epidural, kaudal) menjadi analgesik dan pelemas otot yang bermanfaat dalam evaluasi luasnya robekan.
 Luasnya robekan harus dievaluasi melalui pemeriksaan vagina dan rektal yang berhati-hati.
 Jika terdapat kebingungan dalam menentukan derajat trauma maka derajat yang lebih tinggi yang harus dipilih.

Pada kasus yang jarang ditemui, tipe robekan "buttonhole" terisolasi dapat terjadi di rektum tanpa menyebabkan kerusakan sfingter ani.
2. Diperbaiki secara transvaginal menggunakan jahitan interrupted dengan benang Vicryl.
3. Untuk mengurangi risiko fistula rektovaginal persisten, selapis jaringan perlu disisipkan diantara rektum dan vagina. (Dengan aproksimasi fasia rektovaginal).
4. Kolostomi diindikasikan hanya jika terdapat robekan besar yang mencapai dasar pelvis atau terdapat kontaminasi feses pada luka.

Penjahitan robekan perineum derajat 4
1. Epitel ani yang mengalami robekan diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang Vicryl 3/0 dan disimpul di dalam lumen ani.

Perbaikan epitel ani secara subkutikular melalui pendekatan transvaginal juga diketahui memiliki keefektifan yang sama jika simpul terminalnya terikat dengan baik.
2. Otot sfingter diperbaiki dengan 3/0 PDS dyed sutures.
a. Benang monofilamen dipercaya dapat mengurangi risiko infeksi dibandingkan dengan benang braided.
b. Benang monofilamen non-absorbable seperti nilon atau Prolene (polypropylene) dipilih oleh beberapa dokter bedah kolorektal dalam perbaikan sekunder robekan sfingter.
c. Benang non-absorbable dapat menyebabkan abses pada jahitan (terutama pada simpul) dan ujung tajam jahitan dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
d. Absorpsi sempurna PDS lebih lama dari Vicryl dan kekuatan tensilnya bertahan lebih lama dari Vicryl.
e. Untuk mengurangi perpindahan jahitan, ujung jahitan harus dipotong pendek dan tertupi oleh muskulus perinei superfisialis.
f. Sebuah RCT menunjukkan tidak ada perbedaan morbiditas terkait jahitan menggunakan benang Vicryl dan PDS pada 6 minggu post partum.
3. Sfingter ani interna harus diidentifikasi dan jika mengalami robekan harus diperbaiki secara terpisah dari sfingter ani eksterna.
a. Sfingter ani interna tampak pucat seperti daging ikan mentah sedangkan sfingter ani eksterna berwarna lebih terang, seperti daging merah.
b. Ujung-ujung otot yang robek dijepit dengan forsep Allis dan perbaikan end-to-end dilakukan dengan jahitan interrupted atau matras menggunakan PDS 3/0.
4. Sfingter ani eksterna harus diidentifikasi dan dijepit dengan forsep Allis karena sfingter ini cenderung mengkerut ketika robek.
       a. Setelah itu, otot dipisahkan dari lemak iskhioanal menggunakan gunting Mitzembaum.
    b. Ujung-ujung robekan sfingter ani eksterna kemudian dijahit menggunakan teknik overlap dengan benang PDS 3/0.
    c. Teknik overlap akan menyebabkan area kontak otot menjadi lebih luas dibandingkan dengan teknik end-to end.
    d. Wanita dengan perbaikan sfingter ani eksterna secara end-to-end diketahui dapat tetap kontinen tetapi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami inkontinensia pada usia yang lebih lanjut.
e. Jika operator tidak familiar dengan teknik overlap atau sfingter ani eksterna hanya robek sebagian (derajat 3a/3b) maka perbaikan end-to-end harus dilakukan menggunakan 2-3 jahitan matras, seperti pada perbaikan sfingter ani interna.
5. Setelah perbaikan sfingter, perineal body perlu direkonstruksi agar dapat mempertahankan sfingter ani yang telah diperbaiki.
a. Perineum yang pendek dapat menyebabkan sfingter ani menjadi lebih rentan terhadap trauma dalam kelahiran per vaginam berikutnya.
b. Kulit vagina harus dijahit dan kulit perineum diaproksimasi dengan jahitan subkutikular menggunakan benang Vicryl 3/0.
6. Pemeriksaan rektovaginal harus dilakukan untuk memastikan perbaikan telah sempurna dan memastikan bahwa seluruh tampon atau kapas telah dikeluarkan.
7. Catatan yang lengkap mengenai temuan dan perbaikan harus dibuat.
Jika tidak terdapat tenaga yang kompeten pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis obstetrik dan ginekologi.

Konseling dan Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan suami, mengenai, cara menjaga kebersihan daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya penjahitan di daerah perineum, yaitu antara lain:
1. Menjaga perineum selalu bersih dan kering.
2. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
3. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali per hari.
4. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

Kriteria Rujukan
Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan Primer hanya untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan 2. Untuk luka perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

Peralatan
1. Lampu
2. Kassa steril
3. Sarung tangan steril
4. Hecting set
5. Benang jahit catgut
6. Laboratorium sederhana pemeriksaan darah rutin dan golongan darah.

Prognosis
Prognosis umumnya bonam.

Tingkat Kemampuan : 4A


Referensi
1. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.Jakarta: KementerianKesehatan RI. 2013.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
2. PriyatiniT,Ocviyanti D, Kemal A. IlmuBedahDasarObstetridanGinekologi. Bina Pustaka.2014 (Priyatini, et al., 2014)
3. Cunningham, F.G. Leveno, K.J. Bloom, S.L. Hauth, J.C. Rouse, D.J. Spong, C.Y.Williams Obstectrics. 23rdEd. McGraw-Hill. 2009.(Cunningham, et al., 2009)

4. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed 1 Jakarta:Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2007: Hal 170-6(Prawirohardjo, et al., 2010). 

0 komentar:

Posting Komentar