konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Jumat, 14 Oktober 2016

Pneumonia, Bronkopneumonia

Pneumonia, Bronkopneumonia
No. ICPC-2 : R81 Pneumonia
No. ICD-10 : J18.0 Bronchopneumonia, unspecified
J18.9 Pneumonia, unspecified
Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Pneumonia adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia yang dimaksud di sini tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah (2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi Selatan (2,4% dan 4,8%) berdasarkan RISKESDAS 2013.
a. Pneumonia pada Pasien Dewasa
Hasil Anamnesis (Subjective)
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan :
1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40°C
2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram
2. Pemeriksaan lekosit
3. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia
4. Kultur sputum jika fasilitas tersedia
5. Kultur darah jika fasilitas tersedia

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk diagnosis defenitif dilakukan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Suhu tubuh > 38°C (aksila) / riwayat demam
4. Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
5. Leukosit > 10.000 atau < 4500

Komplikasi
Efusi pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks, gagal napas, sepsis.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik.
1. Pengobatan suportif / simptomatik
a. Istirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran


2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang dari 8 jam.
Pasien Rawat Jalan
b. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ;
 Makrolid: azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)
 Doksisiklin (rekomendasi lemah)
c. Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau penggunaan obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor risiko lain infeksi pneumonia :
 Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, gemfloksasin atau levofloksasin (750 mg) (rekomendasi kuat)
 β-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat)

Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan cefuroxime (500 mg, 2x1/hari), doksisiklin
Pasien perawatan, tanpa rawat ICU
1. Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)
2. β-laktam+makrolid (rekomendasi kuat)

Agen β-laktam termasuk sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien tertentu; dengan doksisiklin sebagai alternatif untuk makrolid.
Florokuinolon respirasi sebaikanya digunakan untuk pasien alergi penisilin.
Konseling dan Edukasi
1. Edukasi

Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi lingkungan.
2. Pencegahan

Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis).
Kriteria Rujukan
1. Kriteria CURB

(Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/menit, tekanan darah: sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada kelainan bernilai 1).
Dirujuk bila total nilai 2.
2. Kriteria PORT (patient outcome research team)

Penilaian Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).

Tabel 10.8 Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT Karakteristik penderita
Jumlah poin
Faktor demografi
 Usia : laki-laki

perempuan
 Perawatan di rumah
 Penyakit penyerta

Keganasan
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskuler
Penyakit ginjal
Umur (tahun)
Umur (tahun) – 10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
Pemeriksaan fisis
 Perubahan status mental
 Pernapasan ≥ 30 kali/menit
 Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg
 Suhu tubuh < 35°C atau > 40°C
 Nadi ≥ 125 kali/menit

+20
+20
+20
+15
+10
Hasil laboratorum/ radiologi
 Analisis gas darah arteri :pH 7, 35
 BUN > 30 mg/dL
 Natrium < 130 mEq/liter
 Glukosa > 250 mg/dL
 Hematokrit < 30 %
 PO2 ≤ 60 mmHg
 Efusi pleura

+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10


Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah :
1. Skor PORT > 70
2. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini :
a. Frekuensi napas > 30/menit
b. Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
d. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e. Tekanan diastolik < 60 mmHg
f. Tekanan sistolik < 90 mmHg
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
4. Menurut ATS (American Thoracic Society) kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
a. Kriteria minor:
 Frekuensi napas > 30/menit
 Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
 Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus



 Tekanan sistolik < 90 mmHg
 Tekanan diastolik < 60 mmHg
b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Infiltrat bertambah > 50%
 Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
 Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai:
1. Satu dari dua gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau
2. Dua dari tiga gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).

Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
b. Bronkopneumonia pada Pasien Anak
Hasil Anamnesis (Subjective)
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang memengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah:
1. Imaturitas anatomik dan imunologik
2. Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi
3. Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering
4. Faktor patogenesis
5. Kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan Penunjang
Pewarnaan gram, pemeriksaan lekosit, pemeriksaan foto toraks, kultur sputum serta kultur darah (bila fasilitas tersedia)
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis sebagai dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.
WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan–5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO adalah:
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan–5 tahun
a. Pneumonia berat
 Ada sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Pneumonia
 Tidak ada sesak napas
 Ada napas cepat dengan laju napas:

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan–1 tahun
>40 x/menit untuk anak >1–5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
c. Bukan pneumonia
 Tidak ada napas cepat dan sesak napas



 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
2. Bayi berusia di bawah 2 bulan
a. Pneumonia
 Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik.
b. Bukan pneumonia
 Tidak ada napas cepat atau sesak napas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai dan pengobatan suportif yang meliputi :
1. Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah
2. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
3. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif
4. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat
5. Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi

Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP − 20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Penumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang sesuai.
Kriteria Rujukan
1. Pneumonia berat
2. Pneumonia rawat inap

Pencegahan
1. Pemberian imunisasi Pemberian vitamin A
2. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
3. Membiasakan cuci tangan
4. Isolasi penderita
5. Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum
6. Pemberian ASI
7. Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA

Komplikasi
Empiema torakis, Perikarditis purulenta, Pneumotoraks, Infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta
Peralatan
1. Termometer
2. Tensimeter
3. Pulse oxymeter (jika fasilitas tersedia)
4. Pemeriksaan pewarnaan gram
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Radiologi (jika fasilitas tersedia)
7. Oksigen

Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan penanganan.
Referensi
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2011.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
2. Mandell Al, Wunderink RG, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, Dowell SE, etc. Infectious diseases society of America/American thoracic society consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clinical Infectious Diseases 2007; 44:S27–72(Mandel, et al., 2007)

3. Said M. Pneumonia. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editor. Buku ajar respirologi anak. Edisi I. Jakarta: IDAI;2011.p. 310-33. (Said, 2011) 

0 komentar:

Posting Komentar