konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Senin, 17 Oktober 2016

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)

No. ICPC-2 : R95 Chronic Obstructive Pulmonary Diseases
No. ICD-10 : J44.9 Chronic Obstructive Pulmonary Diseasesm
unspecified
Tingkat Kemampuan : 4A

Masalah Kesehatan
PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap individu. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.

Hasil Anamnesis (Subjective)
1. Keluhan
a. Sesak napas
b. Kadang-kadang disertai mengi
c. Batuk kering atau dengan dahak yang produktif
d. Rasa berat di dada
2. Faktor risiko
a. Genetik
b. Pajanan partikel
 Asap rokok
 Debu kerja, organik dan inorganik
 Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga dengan ventilasi yang buruk
 Polusi udara bebas
c. Pertumbuhan dan perkembangan paru
d. Stres oksidatif
e. Jenis kelamin
f. Umur
g. Infeksi paru
h. Status sosial-ekonomi
i. Nutrisi.
j. Komorbiditas
3. Penilaian severitas gejala

Penilaian dapat dilakukan dengan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) yang terdiri atas 8 pertanyaan untuk mengukur pengaruh PPOK terhadap status kesehatan pasien.

Hasil Pemeriksaan Fisis dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan
b. Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
c. Hemidiafragma mendatar
d. Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas lebih dangkal
e. Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien
f. Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan pernapasan
g. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai
2. Palpasi dan Perkusi
a. Sering tidak ditemukan kelainan pada PPOK
b. Irama jantung di apeks mungkin sulit ditemukan karena hiperinflasi paru
c. Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi
3. Auskultasi
a. Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak spesifik untuk PPOK
b. Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara. Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik untuk PPOK
c. Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan
d. Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6 menit yang dimodifikasi. Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang dapat digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak.

Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dilakukan bila fasilitas tersedia:
1. Spirometri
2. Peak flow meter (arus puncak respirasi)
3. Pulse oxymetry
4. Analisis gas darah
5. Foto toraks
6. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)

Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Tabel 10.9 Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK Gejala
Keterangan
Sesak
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko
Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Riwayat keluarga



Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas:
1. Mengurangi laju beratnya penyakit
2. Mempertahankan PPOK yang stabil
3. Mengatasi eksaserbasi ringan
4. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit

Penatalaksanaan PPOK stabil
1. Obat-obatan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil.
2. Bronkodilator dalam bentuk oral, kombinasi golongan β2 agonis (salbutamol) dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin). Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Untuk dosis pemeliharaan, aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi dengn salbutamol 1 mg.
3. Kortikosteroid digunakan dalam bentuk inhalasi, bila tersedia.
4. Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH)
5. Mukolitik (ambroxol) dapat diberikan bila sputum mukoid.

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
1. Oksigen (bila tersedia)
2. Bronkodilator

Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi bronkodilator kerja pendek ditingkatkan dan dikombinasikan dengan antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan adalah dalam sediaan inhalasi. Jika tidak tersedia, obat dapat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau perdrip, misalnya:
Adrenalin 0, 3 mg subkutan, digunakan dengan hati-hati
Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) utk menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam.

3. Kortikosteroid
diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu. Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off.
4. Antibiotik yang tersedia di Puskesmas
5. Pada kondisi telah terjadi kor pulmonale, dapat diberikan diuretik dan perlu berhati-hati dalam pemberian cairan.

Konseling dan Edukasi
1. Edukasi ditujukan untuk mencegah penyakit bertambah berat dengan cara menggunakan obat-obatan yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta mencegah eksaserbasi.
2. Pengurangan pajanan faktor risiko
3. Berhenti merokok
4. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, dapat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering.
5. Rehabilitasi
a. Latihan bernapas dengan pursed lip breathing
b. Latihan ekspektorasi
c. Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
6. Terapi oksigen jangka panjang

Kriteria Rujukan:
1. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan derajat PPOK
2. PPOK eksaserbasi
3. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang

Peralatan
1. Spirometer
2. Peak flow meter
3. Pulse oxymeter
4. Tabung oksigen
5. Kanul hidung
6. Sungkup sederhana
7. Sungkup inhalasi
8. Nebulizer
9. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

Prognosis
Ad vitam : Dubia
Ad functionam : Dubia
Ad sanationam : Dubia

Referensi
1. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta. 2011.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
2. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2013.(GLobal Initiatives for COPD, 2013)
3. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2006.(Global Initiatives for COPD, 2006) 

0 komentar:

Posting Komentar