Sindrom
Stevens-Johnson
No.
ICPC-2 : S99 Skin disease other
No.
ICD-10 : L51.1 Bullous erythema multiforme
Tingkat
Kemampuan : 3B
Masalah
Kesehatan
Sindrom
Stevens-Johnson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan hingga
berat. SSJ merupakan bentuk minor dari toxic epidermal necrolysis (TEN)
dengan pengelupasan kulit kurang dari 10% luas permukaan tubuh. SSJ menjadi
salah satu kegawatdaruratan karena dapat berpotensi fatal. Angka mortalitas SSJ
berkisar 1-5% dan lebih meningkat pada pasien usia lanjut. Insiden sindrom ini
semakin meningkat karena salah satu penyebabnya adalah alergi obat dan sekarang
obat-obatan cenderung dapat diperoleh bebas.
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keadaan
umum bervariasi dari ringan sampai berat. Pada fase akut dapat disertai gejala
prodromal berupa:demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, nyeri tenggorokan,
arthralgia. Gejala prodromal selanjutnya akan berkembang ke arah manifestasi
mukokutaneus.
Faktor
Risiko
1.
Mengkonsumsi obat-obatan yang dicurigai dapat mengakibatkan SSJ. Beberapa obat
yang yang berisiko tinggi dapat menyebabkan terjadinya SSJ antara lain
allopurinol, trimethoprim-sulfamethoxazol, antibiotik golongan sulfonamid,
aminopenisillin, sefalosporin, kuinolon, karbamazepin, fenitoin, phenobarbital,
antipiretik/analgetik (salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
parasetamol) dan NSAID. Selain itu berbagai penyebab dikemukakan di pustaka,
misalnya: infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, paska-vaksinasi,
radiasi dan makanan.
2.
Sistem imun yang lemah, misalnya pada HIV/AIDS.
3.
Riwayat keluarga menderita SSJ.
Hasil
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
Fisik
SSJ
memiliki trias kelainan berupa:
1.
Kelainan kulit
Dapat
berupa eritema, papul, purpura, vesikel dan bula yang memecah kemudian terjadi
erosi luas. Lesi yang spesifik berupa lesi target. Pada SSJ berat maka
kelainannya generalisata.
Ciri
khas lesi di kulit adalah:
a.
ruam diawali dengan bentuk makula yang berubah menjadi papul, vesikel, bula,
plakurtikaria atau eritema konfluens
b.
tanda patognomoniknya adalah lesi target
c.
berbeda dengan lesi eritema multiform, lesi SSJ hanya memiliki 2 zona warna,
yaitubagian tengah dapat berupa vesikel, purpura atau nekrotik yang dikelilingi
oleh tepiberbentuk makular eritema.
d.
lesi yang menjadi bula akan pecah menimbulkan kulit yang terbuka yang akan
rentanterinfeksi
e.
lesi urtikaria tidak gatal
2.
Kelainan selaput lendir di orifisium.: tersering adalah pada mulut (90-100%),
genitalia (50%), lubang hidung (8%) dan anus (4%). Kelainan berupa vesikel dan
bula yang pecah dan mengakibatkan erosi, ekskoriasi, dan krusta kehitaman.
3.
Kelainan mata, terjadi pada 80% di antara semua kasus, tersering adalah
konjugtivitis kataralis, konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus
kornea, iritis, dan iridosiklitis.
Pemeriksaan
Penunjang
Hasil
pemeriksaan laboratorium tidak khas, dapat dilakukan pemeriksaan darah perifer
lengkap, yang menunjukkan hasil leukositosis yang menunjukkan adanya infeksi
atau eosinofilia kemungkinan adanya faktor alergi.
Penegakan
Diagnosis (Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan bila diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan histopatologi kulit.
Diagnosis
Banding
1.
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET)
2.
Pemphigus vulgaris
3.
Pemphigus bullosa
4.
Staphyloccocal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
Komplikasi
Komplikasi
tersering adalah bronkopneumonia, dapat pula terjadi gangguan elektrolit hingga
syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan.
Penatalaksanaan
Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1.
Bila keadaan umum penderita cukup baik dan lesi tidak menyeluruh dapat
diberikan metilprednisolon 30-40 mg/hari.
2.
Mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi.
Setelah
dilakukan penegakan diagnosis perlu segera dilakukan penentuan tingkat
keparahan dan prognosis dengan menggunakan sistem skoring SCORTEN.
Pasien
dengan skoring SCORTEN 3 atau lebih sebaiknya segera ditangani di unit
perawatan intensif.
Tabel
11.5. SCORTEN (Skor keparahan penyakit) pada Sindrom Steven
Johnson
(SSJ)
Parameter
SCORTEN
|
Skor
Individu
|
SCORTEN
(jumlah
skor individu)
|
Prediksi
Mortalitas
(%)
|
Usia
>40 tahun
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
0-1
|
3,2
|
Keganasan
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
2
|
12,1
|
Takikardi
>120x/menit
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
3
|
35,8
|
Luas
awal pelepasan epidermis >10%
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
4
|
58,3
|
Serum
urea >10 mmol/L
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
5
|
90
|
Serum
glukosa >14 mmol/L
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
||
Bicarbonat
>20 mmol/L
|
Ya:
1 Tidak: 0
|
Konseling
dan Edukasi
Pasien
dan keluarga diberikan penjelasan mengenai penyebab SSJ sehingga faktor
pencetus SSJdapat dihindari di kemudian hari.
Kriteria
Rujukan
Berdasarkan
skoring SCORTEN pasien dengan skor 3 atau lebih harus dirujuk ke fasiltas
pelayanan kesehatan sekunder untuk mendapatkan perawatan intensif
Peralatan
Peralatan
laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap.
Prognosis
1.
Bila penangan tepat dan segera maka prognosis cukup baik.
2.
Prognosis malam bila terdapat purpura luas, leukopenia, dan bronkopneumonia.
Referensi
1.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2.
Harr T, French LE. 2010, Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson
syndrome.Orphanet Journal of Rare Diseases, 5, 39.
3.
French LE. 2006. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens Johnson Syndrome: Our
Current Understanding. Allergology International, 55, 9-16.