konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Kamis, 01 Desember 2016

Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah

Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus (DM), infeksi hepatitis virus B, tuberkulosis, malaria, sifilis, toksoplasmosis atau rubella kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir. Untuk menghindari semua penyakit di atas perlu dilakukan skrining sebelum dan selama kehamilan.

Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM berisiko mengalami masalah pada saat lahir berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar untuk masa kehamilan (BMK) atau makrosomia, atau bila disertai dengan penyakit vaskular akan mengalami berat lahir kecil untuk masa kehamilan (KMK). Masalah yang paling sulit terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan ginjal, jantung, atau mata.
Diagnosis
Anamnesis
·         Pengamatan pada IDM (infants of diabetic mothers) di ruang resusitasi:
·         Asfiksia--
·         Trauma lahir--
·         Malformasi kongenital--
·         Bukti adanya makrosomia--
·         Hipoglikemia dengan tanda letargi, tak mau minum, apnea atau kejang dalam 6-12 --jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah usia 12 jam kemungkinan diakibatkan oleh hipokalsemia atau hipomagnesemia.
·         Distres respirasi akibat imaturitas paru—

Pemeriksaan laboratorium
·         Kadar glukosa serum dengan dextrotix segera setelah lahir dan selanjutnya sesuai --prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya <40 mg/dL, harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukosa serum.
·         Kadar kalsium serum diperiksa pada usia 6, 24 dan 48 jam. Bila kadar rendah, periksa juga kadar magnesium karena kemungkinan menurun.
·         Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada usia 4 dan 24 jam.--
·         Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi, secara klinis terdapat tanda ikterus.--
·         Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisa gas darah, hitung jenis leukosit, dan --kultur diperiksa sesuai indikasi.
·         Radiologi, EKG, ekokardografi sesuai indikasi klinis.—

Tata laksana
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, berisiko untuk mengalami hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik.
·         Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali sehari --siang dan malam.
·         Bila bayi berusia kurang dari 3 hari, amati sampai usia 3 hari:--
Periksa kadar glukosa pada:--
# saat bayi datang atau pada usia 3 jam--
# tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian ulangi tiap 6 jam selama 24 --jam atau sampai kadar glukosa dalam batas normal setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
·         Bila kadar glukosa ≤45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia (tremor --atau letargi), tangani untuk hipoglikemia (lihat SPM hipoglikemia).
·         Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemia atau masalah lain dan bayi dapat --minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke3.


Pencegahan
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada masa neonatal dilakukan dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa:
·         Edukasi ibu untuk melakukan kontrol rutin dan di bawah pengawasan ketat seorang --dokter
·         Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil dengan insulin--
·         Memperhatikan kontraindikasi permberian obat antidiabetik oral--
·         Pemeriksaan pada trimester pertama, kedua, dan ketiga--
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B biasanya asimptomatis, jarang yang disertai gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B (HB) dari ibu penderita terjadi pada saat lahir karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilantrimester pertama dan kedua, risiko penularan pada bayinya kecil karena antigen dalam darah sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs sudah muncul. Bila ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir, kemungkinan bayi akan tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi melalui fekal oral (sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat minimal apabila bayi diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B

Diagnosis
Anamnesis
·         Banyak kasus infeksi hepatitis B tidak bergejala. --
·         Gejala yang timbul serupa dengan infeksi hepatitis A dan C tetapi mungkin lebih --berat dan lebih mencakup keterlibatan kulit dan sendi.
·         Gejala letargi, anoreksia dan malaise--
·         Gejala lain berupa artralgia atau lesi kulit berupa urtikaria, ruam purpura, --makulopapular, akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti

Pemeriksaan fisis
·         Ikterus timbul setelah 6-8 minggu--
·         Hepatosplenomegali--
·         Limfadenopati—
·          
Pemeriksaan laboratorium
·         Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan serum ALT, yang mulai naik sebelum --timbul gejala, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan.
·         Periksa kadar HBsAg dan IgM anti-HBc. Kadar antigen akan terdeteksi dalam darah --bayi pada usia 6 bulan, dengan kadar puncak pada usia 3-4 bulan. Jangan ambil darah umbilikal karena (1) terkontaminasi dengan darah ibu yang mengandung antigen positif atau sekresi vagina, (2) adanya kemungkinan antigen noninfeksius dari darah ibu.

Tata Laksana
Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat menularkan hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan dengan:
·         Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir dilanjutkan --dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.
·         Bila tersedia, berikan imunoglobulin hepatitis B (HBIG) 200 IU --
·         (0,5 mL) IM disuntikkan pada paha sisi yang lainnya, dalam waktu 24 jam setelah lahir (paling lambat 48 jam setelah lahir
·         Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.--
Apabila bayi menderita hepatitis B kongenital dapat diberikan lamivudin, tenofovir, atau adefovir, atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit infeksi.

Pemantauan
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapatkan penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan:
·         HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila positif perlu penanganan lebih lanjut, rujuk --ke subbagian hepatologi.
·         Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi; bila positif bayi telah mendapat --kekebalan dan terlindung dari infeksi.

Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan imunoprofilaksis (lihat penanganan)
Terdapat sekitar 11,9 juta kasus TB Paru di dunia (WHO). Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus) menurut WHO tahun 1994. Jumlah kasus TB di tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia (1998-2002) adalah 1086 dengan kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan bayi <12 bulan sebanyak 16,5%. Kejadian tuberkulosis (TB) kongenital jarang terjadi. Ibu hamil dengan infeksi TB pada paru saja tidak akan menularkannya ke janin sampai bayi lahir. Mekanisme infeksi intrauterin dapat melalui beberapa cara yaitu penyebaran secara hematogen melalui vena umbilikalis atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi (TB kongenital), transmisi melalui proses persalinan (TB natal), dan TB pascanatal terjadi akibat penularan secara droplet. Ada 5 faktor yang menyebabkan peningkatan TB pada anak dan dewasa muda yaitu epidemi HIV (human immunodeficiency virus), terjadinya imigrasi dari daerah yang risiko tinggi terjadi TB ke daerah yang risiko rendah, peningkatan transmisi terutama pada fasilitas kesehatan, terjadi multidrug-resistant TB, dan penurunan pelayanan kesehatan pada penderita TB.
Diagnosis
Anamnesis
Definisi TB kongenital adalah TB yang terjadi pada bayi berusia 1-84 hari.
TB kongenital baru akan menimbulkan gejala pada usia 2-3 minggu
·         Demam --
·         Gagal tumbuh--
·         Letargi --
·         Iritabel--
·         Toleransi minum buruk--
·         Distensi abdomen--

Pemeriksaan Fisis
·         Pembesaran kelenjar--
·         Berat badan menurun--
·         Hepatosplenomegali--
·         Distres respirasi--
·         Ear discharge--
·         Apnea--
·         Ikterus--
·         Berat badan lahir rendah, prematur--
·         Tanda-tanda pada sistem saraf pusat--

Pemeriksaan laboratorium
·         Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala minimal--
·         Pada setiap bayi yang dicurigai menderita TB kongenital atau terinfeksi tuberkulosis --perinatal, dianjurkan dilakukan uji tuberkulin PPD meskipun hasilnya bisa negatif kecuali kalau infeksi sudah berlangsung selama 4-6 bulan.
·         Pemeriksaan plasenta (PA, mikrobiologis-BTA dan biakan TB) --
·         Bila selama evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau --ear discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan atau PA.
·         Bila perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan pemeriksaan USG abdomen, --jika ada lesi di hati lakukan biopsi hati.
·         Bila bayi terbukti menderita TB kongenital, lakukan penanganan sebagai TB kongenital --(lihat penanganan TB kongenital)
·         Foto dada, menunjukan adanya adenopati atau infiltrat atau berupa bentuk milier.--
·         Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) pada cairan lambung.--
·         Lumbal pungsi bila indikasi ke arah TB milier atau meningitis TB
Tata Laksana
·         Bila ibu menderita tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2 --bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB setelah melahirkan:
Ø  Jangan diberi vaksin BCG segera setelah lahir--
Ø  Beri profilaksis isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari peroral--
Ø  Pada usia 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan tes --Mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:
o   bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan anti-TB lengkap --(sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak)
o   bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi pencegahan dengan --INH selama 6 bulan.
·         Kortikosteroid diberikan apabila terdapat meningitis TB.--
·         Apabila terjadi resisten multiobat (MDR=--multidrug resistant) berikan 4 macam obat selama 12-18 bulan.
·         Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila --vaksin BCG sudah diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH selesai.
·         Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan, dan sarankan ibu untuk menggunakan --masker.
·         Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat --bayi.

Pemantauan
Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
·         Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan terinfeksi.--
·         Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada usia 4-6 minggu--
·         Ulang tes PPD pada usia 4 bulan dan 6 bulan.--
·         Bila hasil tes negatif pada usia 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif di seluruh anggota --keluarga; pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI dapat dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.
Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif, sedang dalam pengobatan, hasil pemeriksaan sputum negatif dan hasil foto dada stabil:
·         Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan ibu tetap minum --obat.
·         Periksa anggota keluarga lain--
·         Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada usia 4 bulan; bila hasilnya negatif, sputum ibu --negatif, dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi, hentikan pemberian INH.
·         Ulang pemeriksaan tuberkulin PPD pada usia 6,9, dan 12 bulan


Bila ibu mendapat pengobatan secara adekuat
·         Periksa foto dada ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan karena ada --kemungkinan terjadi eksaserbasi
·         Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan selama 1 tahun, setelah --itu evaluasi tiap tahun.
·         INH tidak perlu diberikan pada bayi.--
·         Periksa anggota keluarga lain.--

Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Di daerah dengan prevalens TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin pada semua ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB; ibu hamil dengan HIV positif, diabetes atau gastrektomi; atau ibu yang bekerja di lingkungan dengan kemungkinan penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dll).
Di daerah endemis Malaria, infeksi Plasmodium falsiparum selama kehamilan meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati, kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan intrauterin, dan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Diagnosis
Anamnesis
·         Riwayat ibu bepergian ke daerah endemis--
·         Riwayat ibu menderita malaria--
·         Gejala yang paling sering ditemukan antara lain demam dan anemia, selain itu bisa --terjadi kuning, tidak mau minum, lemas, sianosis bahkan kehilangan kesadaran.

Pemeriksaan Fisis
·         Ikterus--
·         Hepatosplenomegali--

Pemeriksaan Laboratorium
·         Periksa apusan darah tipis terutama untuk menemukan jenis Plasmodium falsiparum --pada setiap bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita atau dicurigai menderita malaria.




·         -IgM dan PCR
·         Pemeriksaan darah seperti hematokrit, leukosit, trombosit, bilirubin--
·         Cari tanda-tanda malaria kongenital (misal ikterus, hepatosplenomegali, anemia, --demam, masalah minum, muntah); meskipun kenyataannya sulit dibedakan dengan gejala malaria didapat.

Tata Laksana
Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami kelahiran prematur, berat lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum, iritabilitas, hepatosplenomegali, ikterus, anemia.
·         Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya

·         Periksa apusan darah tipis terutama untuk plasmodium falsiparum , bila:--
Ø  hasil negatif, tidak perlu pengobatan--
Ø  hasil positif, obati dengan anti-malaria--
·         Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya berisiko menderita malaria kongenital.--
·         Periksa adanya tanda-tanda infeksi kongenital (demam, masalah minum, muntah, --hepatosplenomegali, ikterus, anemia); gejala malaria kongenital sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat.
·         Berikan klorokuin basa (dosis maksimal 25 mg/kg) pada hari pertama 10 mg/kgBB per --oral, dilanjutkan 5 mg/kgBB 6 jam kemudian, selanjutnya hari ke-2 dan ke-3 masing-masing 5 mg/kgBB untuk Plasmodium vivax, P.ovale, dan P.malariae, sedangkan untuk Plasmodium falciparum yang cenderung resisten terhadap klorokuin digunakan quinine 10 mg/kg BBper oral tiap 8 jam selama 8 hari ditambah dengan klindamisin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi 3 selama 5 hari.
·         Jangan memberi kina pada bayi di bawah usia 4 bulan, karena dapat menimbulkan --hipotensi.
·         Pada daerah yang resisten klorokuin, saat ini terdapat terapi baru yang dikeluarkan --oleh WHO yaitu ACT (artemisin dan combination therapy) misalnya: pemberian artemisin dan primakuin (usia >1 tahun) pada Plasmodium falciparum,atau dapat digunakan artemisin (25 mg/kg pada hari pertama dan 12,5 mg/kg pada hari ke2-3) dengan meflokuin (15 mg/kg dosis tunggal pada hari kedua).

Pemantauan
Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda malaria kongenital.

Pencegahan
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk mencegah komplikasi terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah: m
enemukan kasus dan memberikan pengobatan intermiten sulfadoksin-pirimetamin minimal 2 kali selama hamil.
Insidens infeksi Sifilis semakin meningkat dari tahun ke tahun, tetapi diperkirakan hanya serpertiganya yang tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis ke janin diperkirakan terjadi pada dua trimester akhir, tetapi kuman spirokhaeta dapat menembus plasenta setiap saat selama kehamilan.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Sifilis kongenital menimbulkan manifestasi klinis saat berusia 3 bulan kehidupan. Gejala dan tanda klinis dapat berupa:
·         Hepatosplenomegali--
·         Abnormalitas rangka (osteokondritis, periostitis, pseudoparalisis)--
·         Lesi kulit dan mukokutan (ruam terutama di telapak tangan dan kaki)--
·         Ikterus--
·         Pneumonia--
·         Anemia--
·         Watery nasal discharge --(rinitis persisten)
·         Abnormalitas SSP atau-- oftalmologi, Erb’s palsy atipik

Pemeriksaan laboratorium
Lakukan pemeriksaan klinis dan uji serologis (VDRL) segera setelah lahir pada setiap bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang:
·         Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik--
·         Diobati selama kehamilan trimester akhir--
·         Diobati dengan obat selain penisilin--
·         Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan--
·         Diobati tetapi belum sembuh--

Pemeriksaan Sifilis:
·         Nontreponemal test-- (4x/> dari titer ibu) berupa RPR (rapid plasma reagin), VDRL (the veneral disease research laboratory), dan ART (automated reagin test). Sensitivitas sekitar 75% pada sifilis primer, mendekati 100% pada sifilis sekunder, dan sekitar 75% untuk sifilis tersier atau laten.
·         Treponemal test seperti FTA-ABS (--the fluorescent treponemal antibody absorption test)
·         Pemeriksaan cairan likuor otak untuk mengetahui adanya neurosifilis.--
·         Ditemukannya pleiositosis dan peningkatan protein. --
·         FTA-ABS 19S Ig M test--
·         PCR (--polymerase chain reaction) untuk mendeteksi adanya T. pallidum.

Tata Laksana
Ibu dengan infeksi sifilis
·         Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan penisilin 2,4 juta unit --dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
·         Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status --pengobatannya, maka:
Ø  beri bayi --aqueous crystalline penicillin G 50.000 U/kg/dosis IM/IV tiap 12 jam selama 7 hari pertama usia kehidupannya, dilanjutkan tiap 8 jam sampai 10-14 hari.; atau aqueous procaine penicillin G 50.000 U/kg IM dosis tunggal selama 10-14 hari.
Ø  beri ibu dan ayahnya benzatine penisilin 2,4 juta unit IM dibagi dalam dua suntikan --pada tempat yang berbeda.
Ø  Rujuk ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual --untuk tindak lanjut.

Pemantauan
·         Lakukan pemeriksaan rutin untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan tanda-tanda --sifilis kongenital pada bayi berusia 1, 2, 4, 6, dan 12 bulan.
·         Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di telapak --tangan/kaki, kondiloma di anus, rinitis, hidrops fetalis/hepatosplenomegali)
·         Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis kongenital--
·         Lakukan follow-up setelah terapi saat bayi berusia 3, 6, dan 12 bulan sampai --pemeriksaan serologi nonreaktif dan titer VDRL turun.
·         Laporkan kasusnya ke Dinas Kesehatan setempat.--

Pencegahan
Lakukan pemeriksaan serologis pada ibu hamil yang mempunyai faktor risiko tinggi (pelaku seks komersial, sering berganti pasangan, pecandu obat-obatan, riwayat menderita infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV).
Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi untuk mencegah terjadinya sifilis kongenital.
Patofisiologi sifilis (masa inkubasi 3 minggu)
a. Sifilis didapat
·         Sifilis primer--
Timbul 1/> chancre (ulkus tidak sakit, indurasi)
·         Sifilis sekunder--
Terjadi setelah 3-6 minggu. Terjadi ruam polimorfik terutama telapak tangan dan kaki, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, limfadenopati difus, mialgia, artralgia, alopesia, kondiloma lata, dan plak membran mukosa
·         Sifilis laten--
Tidak ada gejala akan tetapi terdapat bukti serologis adanya infeksi.
·         Sifilis tersier--
Timbul 4-12 tahun kemudian setelah sifilis sekunder, dapat berupa gumma pada kulit, tulang, atau organ dalam.
·         Neurosifilis--
Manifestasi dini antara lain: meningitis dan penyakit neurovaskular. Manifestasi lanjut berupa demensia, tabes dorsalis, dan kejang.

b. Sifilis kongenital
Umumnya lahir tidak menimbulkan gejala, tetapi tanda klinis biasanya muncul setelah usia 3 bulan. Gejala yang paling sering pada sifilis kongenital awal (lihat gejala dan tanda klinis di atas). Manifestasi lanjut terjadi setelah 2 tahun berupa neurosifilis, perubahan tulang (frontal bossing, high palatal arch, maksila pendek, hutchinson teeth, saddle nose), keratitis interstitial, dan tuli saraf.
Insiden Toksoplasmosis Kongenital di Amerika serikat berkisar dari 1/1000 sampai 1/8000 kelahiran hidup. Penularan infeksi dari ibu ke bayi dapat secara parenteral atau secara pervaginam. Jika infeksi didapat dari ibu pada trimester pertama, sekitar 17% janin terinfeksi dan biasanya berat. Jika infeksi didapat pada trimester ketiga, sekitar 65% janin terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau asimptomatik pada saat lahir. Hal yang bisa terjadi bila bayi terinfeksi secara kongenital antara lain prematuritas (25-50%), parut retina perifer, ikterus menetap, trombositopenia ringan, pleositosis cairan serebrospinal, trias tanda-tanda klasik (korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi otak), eritroblastosis, hidrops fetalis, dan kematian perinatal.

Diagnosis

Anamnesis
Umumnya gejala pada toxoplasmosis kongenital mulai timbul pada usia 3 bulan ke atas.
a. Neurologis: mikrosefali, bertambahnya lingkar kepala tidak sebanding dengan parameter pertumbuhan yang lain, kejang opistotonus, paralisis, sulit menelan, gangguan pernapasan, tuli, retardasi pertumbuhan intrauterin, ketidakstabilan pengaturan suhu, ensefalitis dan hidrosefalus obstruktif.
b. Oftalmologis: yang paling sering korioretinitis yang menyebabkan gangguan penglihatan dan biasanya baru timbul pada usia beberapa tahun kehidupan. Selain itu ditemukan strabismus, nistagmus, katarak, mikrkornea, retinitis fokal nekrotising, skar korioretinal, ptisis(destruksi bola mata), atrofi optik, retinal detachment, iritis, skleritis, uveitis, dan vitreitis. Penderita juga dapat menderita retinopathy of prematurity dan korioretinitis sekaligus.
c. Gejala lain yang ditemukan antara lain: hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia persisten, trombositopenia, limfadenopathy, anemia, hipogamaglobulinemia, sindrom nefrotik.

Gejala dan tanda 210 bayi yang terbukti mengalami infeksi toxoplasmosis kongenital[*]

Penemuan
Jumlah yang diuji
Jumlah positif(%)
Prematuritas
210
Berat badan <2,500 g
8 (3.8)
Berat badan 2,500–3,000 g
5 (7.1)
Pertumbuhan janin terhambat
13 (6.2)
Ikterus
201
20 (10)
Hepatosplenomegali
210
9 (4.2)
Thrombocitopenia purpura
210
3 (1.4)
Jumlah sel darah abnormal (anemia, eosinophilia)
102
9 (4.4)
Mikrocephali
210
11 (5.2)
Hidrocefalus
210
8 (3.8)
Hipotonia
210
12 (5.7)
Konvulsi
210
8 (3.8)
Retardasi psikomotor
210
11 (5.2)
Kalsifikasi intrakranial
210
24 (11.4)
Ultrasound
49
5 (10)
Computed tomography
13
11 (84)
Electroencephalogram abnormal
191
16 (8.3)
Likuor serebrospinal abnormal
163
56 (34.2)
Mikrophthalmia
210
6 (2.8)
Strabismus
210
111 (5.2)
Korioretinitis
210
Unilateral
34 (16.1)
Bilateral
12 (5.7)
Data adapted from Couvreur J, Desmonts G, Tournier G, et al:A homogeneous series of 210 cases of congenital toxoplasmosis in 0–11 mo old infants detected prospectively. Ann Pediatr (Paris) 1984;31:815–819.

Sekitar lebih dari 80% toxoplasmosis kongenital yang tidak diobati dapat menyebabkan IQ anak <70% pada 1 tahun usia kehidupannya, dapat juga menimbulkan kejang dan gangguan penglihatan yang berat.

Gejala dan tanda yang timbul sebelum terdiagnossa atau selama menderita toxoplasmosis kongenital yang tidak diobati pada 152 bayi (A) dan 101 anak-anak yang berusia 4 tahun atau lebih (B).
Gejala dan Tanda
Jumlah Penderita
Kelainan Neurologi
(usia1th)
Kelainan Umum
(usia 2 th)
A. Bayi
108 Pasien (%)
44 Pasien (%)
Korioretinitis
102 (94)
29 (66)
Cairan serebrospinal abnormal
59 (55)
37 (84)
Anemia
55 (51)
34 (77)
Konvulsi
54 (50)
8 (18)
Kalsifikasi intracranial
54 (50)
2 (4)
Jaundice
31 (29)
35 (80)
Hydrocephalus
30 (28)
0 (0)
Demam
27 (25)
34 (77)
Splenomegali
23 (21)
40 (90)
Limfadenopathy
18 (17)
30 (68)
Hepatomegali
18 (17)
34 (77)
Muntah
17 (16)
21 (48)
Mikrocephalus
14 (13)
0 (0)
Diare
7 (6)
11 (25)
Katarak
5 (5)
0 (0)
Eosinophilia
6 (4)
8 (18)
Perdarahan abnormal
3 (3)
8 (18)
Hipothermia
2 (2)
9 (20)
Glaukoma
2 (2)
0 (0)
Atrofi optikus
2 (2)
0 (0)
Mikrofthalmia
2 (2)
0 (0)
Rash
1 (1)
11 (25)
Pneumonitis
0 (0)
18 (41)
B. Anak usia ≥4 tahun
70 Pasien (%)
31 Pasien (%)
Retardasi mental
62 (89)
25 (81)
Konvulsi
58 (83)
24 (77)
Spastisitas and kelumpuhan (palsi)
53 (76)
18 (58)
Gangguan penglihatan berat
48 (69)
13 (42)
Hidrosefalus or mikrosefalus
31 (44)
2 (6)
Ketulian
12 (17)
3 (10)
Normal
6 (9)
5 (16)
Dikutip dari: Eichenwald H: A study of congenital toxoplasmosis. In Slim JC (editor): Human Toxoplasmosis. Copenhagen, Munksgaard, 1960, pp 41–49. Study performed in 1947. The most severely involved institutionalized patients were not included in the later study of 101 children.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan toksoplasmosis kongenital
a. Serologis
·         Tes Sabin Feldman (IgG)--
·         Indirect Fluorescent Antibody-- (IFA IgG, IgM) sensitifitas 25-50%
·         Double Sandwich Enzyme Immusorbant Assay-- (ELISA) (IgM, IgA, IgE).
·         Immunosorbant Agglutination Assay-- (ISAGA) (IgM, IgA, IgE) sensitifitas sekitar 75-80%.
b. PCR dapat mendeteksi T.gondii pada buffy coat darah tepi, cairan serebrospinal atau cairan amnion untuk mennentukan banyaknya DNA parasit yang muncul di awal kehamilan. Sensitifitas PCR pada kehamilan 17-21 minggu (>90%)
c. Laboratorium
·         Leukositosis/leukopeni. Awalnya limfositopenia atau monositosis. Eosinofilia --(>30%), trombositopenia.
·         Fungsi hati--
·         Serum --Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G6PD) sebelum pemberian sulfadiazinUrinalisis dan kreatininCairan serebrospinal: xantokrom, mononuklear pleositosis, protein meningkat. PCR lebih baik dalam mendeteksi parasit pada cairan serebrospinal.
d. CT Scan
Dapat mendeteksi adanya kalsifikasi di periventrikel dan basal ganglia,, hidrosefalus yang mungkin terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan atau adanya atrofi korteks.
e. Pemeriksaan patologi
Histologis: Ditemukannya takizoit atau kista di jaringan atau cairan tubuh.

Tata Laksana
Sekitar 90% ibu terinfeksi selama kehamilan dilaporkan tidak menimbulkan gejala dan tidak terdiagnosis tanpa skrining antibodi.
a. Terapi untuk mencegah terjadinya kerusakan otak dan kelainan retina dalam uterus yang ireversibel.
·         Spiramisin diberikan pada kehamilan <18 minggu sampai aterm. --
·         Pirimetamin, sulfadiazin, asam folat diberikan pada kehamilan >18 minggu. Jika --infeksi fetus terjadi pada kehamilan <17 minggu cukup diberikan sulfadiazin saja sampai setelah trimester pertama, oleh karena pirimetamin mempengaruhi organogensis. Setelah pengobatan diberikan pada ibu, diagnosis pada bayi menjadi sulit karena klinis dan serologis menjadi samar.
·         Diagnosis prenatal dapat menggunakan PCR cairan amnion, sedangkan USG --kepala untuk mendeteksi adanya dilatasi ventrikel.
·         Pada beberapa keluarga dipertimbangkan untuk melakukan aborsi terapetik pada --kehamilan <16 minggu.
b. Infeksi pada neonatus guna memperbaiki gejala akut dan outcome.
·         Pirimetamin 1 mg/kgBB/12 jam selama 2 hari dilanjutkan tiap hari sampai usia 2-6 --bulan, dan 3x/minggu sampai usia 1 tahun. Efek samping supresi sumsum tulang terutama netropenia, kejang, tremor dan gangguan saluran cerna. Merupakan inhibitor reduktase dihidrofolat.
·         Sulfadiazin 50 mg/kgBB/12jam sampai usia 1tahun. Efek samping supresi sumsum --tulang, kristaluria, hematuri dan/atau hipersensitif, dapat diganti oleh klindamisin, azitromisin atau atovaquon.
·         Asam folat 10 mg, 3x/minggu sampai 1 minggu setelah pemberian pirimetamin --berhenti., berguna untuk mencegah supresi sumsum tulang.
·         Prednison 0,5 mg/kgBB/12jam diberikan pada infeksi susunan saraf pusat yang --aktif (protein >1g/dL), korioretinitis aktif, penglihatan yang mengancam. Pemberian prednison memerlukan tappering off dan dihentikan ketika gejala membaik.
·         Shunt-- ventrikel pada hidrosefalus
·         Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV dan T.gondii dapat diberikan terapi bersama --antiretroviral seperti zidovudin.

Pencegahan
Perlu adanya kerjasama dari multidisiplin antara lain dengan penyakit infeksi, penyakit mata, bedah saraf, bagian tumbuh kembang anak.
Kelainan pada mata yang paling sering ditemukan pada toksoplasmosis kongenital perlu dilakukan pemeriksaan berkala setiap 3 bulan sampai 18 bulan kemudian setahun sekali. Dengan pengobatan yang baik, korioretinitis membaik setelah 1-2minggu dan tidak relaps.
Infeksi Rubella maternal pada kehamilan 12 minggu pertama akan menimbulkan infeksi pada fetus sekitar 81%, sekitar 54% pada kehamilan 13-16 minggu, 36% pada kehamilan 17-22 minggu, dan seterusnya insiden akan semakin menurun dengan meningkatnya usia kehamilan. Transmisi fetomaternal pada kehamilan 10 minggu pertama akan menimbulkan kelainan jantung dan tuli sebanyak 100% pada fetus yang terinfeksi.
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Sindrom Rubella Congenital
·         Katarak--
·         Tuli sensorineural--
·         Kelainan jantung kongenital (--patent ductus arteriosus, stenosis a.pulmonalis)
Kelainan yang lain:
·         IUGR--
·         Retinopati--
·         Mikroftalmia--
·         Meningoensefalitis--
·         Abnormalitas elektroensefalograf--
·         Trombositopenia purpura--
·         Hipotonia--
·         Abnormalitas dermatoglyphic--
·         Hepatosplenomegali--
·         DM--
·         Pada gambaran radiologi tampak tulang lusen--
·         Kelainan yang jarang terjadi berupa miokarditis, glaukoma, mikrosefali, panensefalitis, --progresif kronis, hepatitis, anemia, hipogamaglobulinemia, kriptorkismus, abnormalitas tiroid, penyakit ginjal polikistik.

Pemeriksaan Laboratorium

Antenatal
IgM spesifik dari darah fetus yang diperoleh secara PUBS dan antigen rubella dari biopsi spesimen vili horialis.

Postnatal
Isolasi virus rubella di urin, orofaring dan deteksi IgM spesifik Rubella pada darah neonatus atau umbilikus.

Tata Laksana
Tidak ada terapi spesifik untuk ibu maupun infeksi rubella kongenital karena lebih dari setengah neonatus dengan rubella kongenital asimptomatik pada saat lahir.

Pencegahan
Imunisasi
Kepustakaan
Cloherty n . 1. Manual of Neonatal Care, Sixth Edition. 2008
Lesko CR,, Arguin PM, Newman RD. Congenital malaria in the United States: a review of cases from 2. 1966 to 2005. Arch Pediatr Adolesc Med. 2007;161:1062-7.
Rahajoe N. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 20073.
WHO. 4. Drug used in parasitic diseases. 1995
Hashemzadeh Ad Heydarian F. Case report of Congenital in a neonate. Arch Irian Med. 2005; :22628.5.
Coll O, Menendez C, Botet F, Dayal R, Carbonell-Estrany X, Weisman LE, dkk Treatment and prevention 6. of malaria in pregnancy and newborn. J.Perinat Med. 2008;3 :15-29.
Redbook. 2006, AAP, pp 631-644 Stoll BJ, Congenital syphilis : evaluation and management of neonates 7. born to mother with reactive serologic tests for syphilis. Pediatr Infect Dis J. 1994;13: 845-53.ANaouri B, Virkud V, Malecki J, Narita M, Ashkin D, Duncan H. Congenital pulmonary tuberculosis associated maternal cerebral tuberculosis. JAMA. 2005;293:2710-1

Cowett RM. Neonatal care of the infant of the diabetic mother. 2002;3;19.-6.8

0 komentar:

Posting Komentar