Bayi
Lahir dari Ibu Bermasalah
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus (DM), infeksi
hepatitis virus B, tuberkulosis, malaria, sifilis, toksoplasmosis atau rubella
kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun
tampak normal pada waktu lahir. Untuk menghindari semua penyakit di atas perlu
dilakukan skrining sebelum dan selama kehamilan.
Bayi yang dilahirkan
dari ibu penderita DM berisiko mengalami masalah pada saat lahir berupa
gangguan maturitas paru, berat lahir besar untuk masa kehamilan (BMK) atau
makrosomia, atau bila disertai dengan penyakit vaskular akan mengalami berat
lahir kecil untuk masa kehamilan (KMK). Masalah yang paling sulit terjadi pada
bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan ginjal, jantung, atau mata.
Diagnosis
Anamnesis
·
Pengamatan pada IDM (infants of diabetic mothers) di ruang
resusitasi:
·
Asfiksia--
·
Trauma lahir--
·
Malformasi kongenital--
·
Bukti adanya makrosomia--
·
Hipoglikemia dengan tanda letargi, tak mau minum, apnea atau
kejang dalam 6-12 --jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah usia 12 jam
kemungkinan diakibatkan oleh hipokalsemia atau hipomagnesemia.
·
Distres respirasi akibat imaturitas paru—
Pemeriksaan laboratorium
·
Kadar glukosa serum dengan
dextrotix segera setelah lahir dan selanjutnya sesuai --prosedur pemeriksaan
kadar glukosa darah. Bila kadarnya <40 mg/dL, harus dilakukan pemeriksaan
ulang kadar glukosa serum.
·
Kadar kalsium serum diperiksa pada usia 6, 24 dan 48 jam. Bila
kadar rendah, periksa juga kadar magnesium karena kemungkinan menurun.
·
Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada usia 4 dan 24 jam.--
·
Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi, secara klinis
terdapat tanda ikterus.--
·
Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisa gas darah, hitung
jenis leukosit, dan --kultur diperiksa sesuai indikasi.
·
Radiologi, EKG, ekokardografi sesuai indikasi klinis.—
Tata laksana
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, berisiko untuk
mengalami hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah
dapat minum dengan baik.
·
Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling
tidak 8 kali sehari --siang dan malam.
·
Bila bayi berusia kurang dari 3 hari, amati sampai usia 3 hari:--
Periksa
kadar glukosa pada:--
#
saat bayi datang atau pada usia 3 jam--
#
tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian ulangi tiap 6 jam selama 24
--jam atau sampai kadar glukosa dalam batas normal setelah 2 kali pemeriksaan
berturut-turut.
·
Bila kadar glukosa ≤45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda
hipoglikemia (tremor --atau letargi), tangani untuk hipoglikemia (lihat SPM
hipoglikemia).
·
Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemia atau masalah
lain dan bayi dapat --minum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke3.
Pencegahan
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada masa
neonatal dilakukan dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa:
·
Edukasi ibu untuk melakukan kontrol rutin dan di bawah pengawasan
ketat seorang --dokter
·
Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil
dengan insulin--
·
Memperhatikan kontraindikasi permberian obat antidiabetik oral--
·
Pemeriksaan pada trimester pertama, kedua, dan ketiga--
B. Ibu dengan infeksi Hepatitis Virus B (HBV)
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B biasanya
asimptomatis, jarang yang disertai gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B
(HB) dari ibu penderita terjadi pada saat lahir karena paparan darah ibu. Bila
ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilantrimester pertama dan
kedua, risiko penularan pada bayinya kecil karena antigen dalam darah sudah
negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs sudah muncul. Bila ibu
terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir, kemungkinan bayi akan
tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi melalui fekal oral
(sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat minimal apabila bayi
diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B
Diagnosis
Anamnesis
·
Banyak kasus infeksi hepatitis B tidak bergejala. --
·
Gejala yang timbul serupa dengan infeksi hepatitis A dan C tetapi
mungkin lebih --berat dan lebih mencakup keterlibatan kulit dan sendi.
·
Gejala letargi, anoreksia dan malaise--
·
Gejala lain berupa artralgia atau lesi kulit berupa urtikaria,
ruam purpura, --makulopapular, akrodermatitis papular, sindrom Gianotti-Crosti
Pemeriksaan fisis
·
Ikterus timbul setelah 6-8 minggu--
·
Hepatosplenomegali--
·
Limfadenopati—
·
Pemeriksaan laboratorium
·
Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan serum ALT, yang
mulai naik sebelum --timbul gejala, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan.
·
Periksa kadar HBsAg dan IgM anti-HBc. Kadar antigen akan
terdeteksi dalam darah --bayi pada usia 6 bulan, dengan kadar puncak pada usia
3-4 bulan. Jangan ambil darah umbilikal karena (1) terkontaminasi dengan darah
ibu yang mengandung antigen positif atau sekresi vagina, (2) adanya kemungkinan
antigen noninfeksius dari darah ibu.
Tata Laksana
Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif
dapat menularkan hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan
dengan:
·
Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam
setelah lahir dilanjutkan --dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.
·
Bila tersedia, berikan imunoglobulin hepatitis B (HBIG) 200 IU --
·
(0,5 mL) IM disuntikkan pada
paha sisi yang lainnya, dalam waktu 24 jam setelah lahir (paling lambat 48 jam
setelah lahir
·
Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.--
Apabila bayi
menderita hepatitis B kongenital dapat diberikan lamivudin, tenofovir, atau
adefovir, atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit infeksi.
Pemantauan
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan:
·
HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila positif perlu penanganan
lebih lanjut, rujuk --ke subbagian hepatologi.
·
Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi; bila positif bayi
telah mendapat --kekebalan dan terlindung dari infeksi.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah
dengan memberikan imunoprofilaksis (lihat penanganan)
C. Ibu dengan infeksi Tuberkulosis (TB) Paru
Terdapat sekitar 11,9 juta kasus TB Paru di dunia (WHO).
Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta
kasus) menurut WHO tahun 1994. Jumlah kasus TB di tujuh Rumah Sakit Pusat
Pendidikan di Indonesia (1998-2002) adalah 1086 dengan kelompok usia terbanyak
adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan bayi <12 bulan sebanyak 16,5%. Kejadian
tuberkulosis (TB) kongenital jarang terjadi. Ibu hamil dengan infeksi TB pada
paru saja tidak akan menularkannya ke janin sampai bayi lahir. Mekanisme
infeksi intrauterin dapat melalui beberapa cara yaitu penyebaran secara
hematogen melalui vena umbilikalis atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi
(TB kongenital), transmisi melalui proses persalinan (TB natal), dan TB
pascanatal terjadi akibat penularan secara droplet. Ada 5 faktor yang
menyebabkan peningkatan TB pada anak dan dewasa muda yaitu epidemi HIV (human
immunodeficiency virus), terjadinya imigrasi dari daerah yang risiko tinggi
terjadi TB ke daerah yang risiko rendah, peningkatan transmisi terutama pada
fasilitas kesehatan, terjadi multidrug-resistant TB, dan penurunan
pelayanan kesehatan pada penderita TB.
Diagnosis
Anamnesis
Definisi TB kongenital adalah TB yang
terjadi pada bayi berusia 1-84 hari.
TB kongenital baru
akan menimbulkan gejala pada usia 2-3 minggu
·
Demam --
·
Gagal tumbuh--
·
Letargi --
·
Iritabel--
·
Toleransi minum buruk--
·
Distensi abdomen--
Pemeriksaan Fisis
·
Pembesaran kelenjar--
·
Berat badan menurun--
·
Hepatosplenomegali--
·
Distres respirasi--
·
Ear discharge--
·
Apnea--
·
Ikterus--
·
Berat badan lahir rendah, prematur--
·
Tanda-tanda pada sistem saraf pusat--
Pemeriksaan laboratorium
·
Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala
minimal--
·
Pada setiap bayi yang dicurigai menderita TB kongenital atau
terinfeksi tuberkulosis --perinatal, dianjurkan dilakukan uji tuberkulin PPD
meskipun hasilnya bisa negatif kecuali kalau infeksi sudah berlangsung selama
4-6 bulan.
·
Pemeriksaan plasenta (PA, mikrobiologis-BTA dan biakan TB) --
·
Bila selama evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit
atau --ear discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan atau PA.
·
Bila perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan pemeriksaan
USG abdomen, --jika ada lesi di hati lakukan biopsi hati.
·
Bila bayi terbukti menderita TB kongenital, lakukan penanganan
sebagai TB kongenital --(lihat penanganan TB kongenital)
·
Foto dada, menunjukan adanya adenopati atau infiltrat atau berupa
bentuk milier.--
·
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) pada cairan lambung.--
·
Lumbal pungsi bila indikasi
ke arah TB milier atau meningitis TB
Tata
Laksana
·
Bila ibu menderita tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan
kurang dari 2 --bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB setelah
melahirkan:
Ø Jangan
diberi vaksin BCG segera setelah lahir--
Ø Beri
profilaksis isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari peroral--
Ø Pada
usia 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan tes
--Mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:
o
bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan
anti-TB lengkap --(sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak)
o
bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi
pencegahan dengan --INH selama 6 bulan.
·
Kortikosteroid diberikan apabila terdapat meningitis TB.--
·
Apabila terjadi resisten multiobat (MDR=--multidrug resistant)
berikan 4 macam obat selama 12-18 bulan.
·
Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan
selesai. Bila --vaksin BCG sudah diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah
pengobatan INH selesai.
·
Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan, dan sarankan ibu
untuk menggunakan --masker.
·
Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai
kenaikan berat --bayi.
Pemantauan
Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
·
Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk
kemungkinan terinfeksi.--
·
Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada usia 4-6 minggu--
·
Ulang tes PPD pada usia 4 bulan dan 6 bulan.--
·
Bila hasil tes negatif pada usia 4 bulan dan tidak ada infeksi
aktif di seluruh anggota --keluarga; pemberian INH dapat dihentikan, pemberian
ASI dapat dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.
Bila ibu tidak
mengalami infeksi aktif, sedang dalam pengobatan, hasil pemeriksaan sputum
negatif dan hasil foto dada stabil:
·
Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan
ibu tetap minum --obat.
·
Periksa anggota keluarga lain--
·
Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada usia 4 bulan; bila hasilnya
negatif, sputum ibu --negatif, dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi,
hentikan pemberian INH.
·
Ulang pemeriksaan tuberkulin
PPD pada usia 6,9, dan 12 bulan
Bila ibu mendapat
pengobatan secara adekuat
·
Periksa foto dada ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan
karena ada --kemungkinan terjadi eksaserbasi
·
Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan selama
1 tahun, setelah --itu evaluasi tiap tahun.
·
INH tidak perlu diberikan pada bayi.--
·
Periksa anggota keluarga lain.--
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB
neonatal adalah menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin.
Di daerah dengan prevalens TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
pada semua ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB; ibu hamil
dengan HIV positif, diabetes atau gastrektomi; atau ibu yang bekerja di
lingkungan dengan kemungkinan penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit,
penjara, rumah yatim piatu, dll).
Di daerah endemis Malaria, infeksi Plasmodium falsiparum
selama kehamilan meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir
mati, kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan intrauterin, dan bayi berat
lahir rendah (BBLR).
Diagnosis
Anamnesis
·
Riwayat ibu bepergian ke daerah endemis--
·
Riwayat ibu menderita malaria--
·
Gejala yang paling sering ditemukan antara lain demam dan anemia,
selain itu bisa --terjadi kuning, tidak mau minum, lemas, sianosis bahkan
kehilangan kesadaran.
Pemeriksaan Fisis
·
Ikterus--
·
Hepatosplenomegali--
Pemeriksaan
Laboratorium
·
Periksa apusan darah tipis
terutama untuk menemukan jenis Plasmodium falsiparum --pada setiap bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita atau dicurigai menderita malaria.
·
-IgM dan PCR
·
Pemeriksaan darah seperti hematokrit, leukosit, trombosit,
bilirubin--
·
Cari tanda-tanda malaria kongenital (misal ikterus,
hepatosplenomegali, anemia, --demam, masalah minum, muntah); meskipun
kenyataannya sulit dibedakan dengan gejala malaria didapat.
Tata Laksana
Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami kelahiran
prematur, berat lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum,
iritabilitas, hepatosplenomegali, ikterus, anemia.
·
Anjurkan ibu tetap menyusui
bayinya
·
Periksa apusan darah tipis terutama untuk plasmodium falsiparum , bila:--
Ø hasil
negatif, tidak perlu pengobatan--
Ø hasil
positif, obati dengan anti-malaria--
·
Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya berisiko menderita
malaria kongenital.--
·
Periksa adanya tanda-tanda infeksi kongenital (demam, masalah
minum, muntah, --hepatosplenomegali, ikterus, anemia); gejala malaria
kongenital sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat.
·
Berikan klorokuin basa (dosis maksimal 25 mg/kg) pada hari pertama
10 mg/kgBB per --oral, dilanjutkan 5 mg/kgBB 6 jam kemudian, selanjutnya hari
ke-2 dan ke-3 masing-masing 5 mg/kgBB untuk Plasmodium vivax, P.ovale, dan
P.malariae, sedangkan untuk Plasmodium falciparum yang cenderung resisten
terhadap klorokuin digunakan quinine 10 mg/kg BBper oral tiap 8 jam selama 8
hari ditambah dengan klindamisin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi 3 selama 5 hari.
·
Jangan memberi kina pada bayi di bawah usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan --hipotensi.
·
Pada daerah yang resisten klorokuin, saat ini terdapat terapi baru
yang dikeluarkan --oleh WHO yaitu ACT (artemisin dan combination therapy) misalnya:
pemberian artemisin dan primakuin (usia >1 tahun) pada Plasmodium
falciparum,atau dapat digunakan artemisin (25 mg/kg pada hari pertama dan
12,5 mg/kg pada hari ke2-3) dengan meflokuin (15 mg/kg dosis tunggal pada hari
kedua).
Pemantauan
Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa
pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda malaria kongenital.
Pencegahan
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk
mencegah komplikasi terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah:
m
enemukan kasus dan
memberikan pengobatan intermiten sulfadoksin-pirimetamin minimal 2 kali selama
hamil.
Insidens infeksi Sifilis semakin
meningkat dari tahun ke tahun, tetapi diperkirakan hanya serpertiganya yang
tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis ke janin diperkirakan terjadi pada
dua trimester akhir, tetapi kuman spirokhaeta dapat menembus plasenta setiap
saat selama kehamilan.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan
fisis
Sifilis kongenital menimbulkan manifestasi klinis saat berusia 3
bulan kehidupan. Gejala dan tanda klinis dapat berupa:
·
Hepatosplenomegali--
·
Abnormalitas rangka (osteokondritis, periostitis, pseudoparalisis)--
·
Lesi kulit dan mukokutan (ruam terutama di telapak tangan dan
kaki)--
·
Ikterus--
·
Pneumonia--
·
Anemia--
·
Watery nasal discharge --(rinitis
persisten)
·
Abnormalitas SSP atau-- oftalmologi, Erb’s palsy atipik
Pemeriksaan laboratorium
Lakukan pemeriksaan klinis dan uji serologis (VDRL) segera setelah
lahir pada setiap bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang:
·
Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik--
·
Diobati selama kehamilan trimester akhir--
·
Diobati dengan obat selain penisilin--
·
Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan--
·
Diobati tetapi belum sembuh--
Pemeriksaan Sifilis:
·
Nontreponemal test--
(4x/> dari titer ibu) berupa RPR (rapid plasma reagin), VDRL (the
veneral disease research laboratory), dan ART (automated reagin test).
Sensitivitas sekitar 75% pada sifilis primer, mendekati 100% pada sifilis
sekunder, dan sekitar 75% untuk sifilis tersier atau laten.
·
Treponemal test seperti FTA-ABS (--the fluorescent treponemal
antibody absorption test)
·
Pemeriksaan cairan likuor otak untuk mengetahui adanya
neurosifilis.--
·
Ditemukannya pleiositosis dan peningkatan protein. --
·
FTA-ABS 19S Ig M test--
·
PCR (--polymerase chain
reaction) untuk mendeteksi adanya T. pallidum.
Tata Laksana
Ibu dengan infeksi sifilis
·
Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan
penisilin 2,4 juta unit --dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak
perlu diobati.
·
Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau
tidak diketahui status --pengobatannya, maka:
Ø beri
bayi --aqueous crystalline penicillin G 50.000 U/kg/dosis IM/IV tiap 12
jam selama 7 hari pertama usia kehidupannya, dilanjutkan tiap 8 jam sampai
10-14 hari.; atau aqueous procaine penicillin G 50.000 U/kg IM dosis
tunggal selama 10-14 hari.
Ø beri
ibu dan ayahnya benzatine penisilin 2,4 juta unit IM dibagi dalam dua suntikan
--pada tempat yang berbeda.
Ø Rujuk
ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual --untuk
tindak lanjut.
Pemantauan
·
Lakukan pemeriksaan rutin untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan
tanda-tanda --sifilis kongenital pada bayi berusia 1, 2, 4, 6, dan 12 bulan.
·
Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit,
lepuh di telapak --tangan/kaki, kondiloma di anus, rinitis, hidrops
fetalis/hepatosplenomegali)
·
Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis
kongenital--
·
Lakukan follow-up setelah terapi saat bayi berusia 3, 6, dan 12
bulan sampai --pemeriksaan serologi nonreaktif dan titer VDRL turun.
·
Laporkan kasusnya ke Dinas Kesehatan setempat.--
Pencegahan
Lakukan pemeriksaan serologis pada ibu hamil yang mempunyai faktor
risiko tinggi (pelaku seks komersial, sering berganti pasangan, pecandu
obat-obatan, riwayat menderita infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV).
Berikan pengobatan
secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi untuk mencegah terjadinya
sifilis kongenital.
Patofisiologi sifilis
(masa inkubasi 3 minggu)
a. Sifilis
didapat
·
Sifilis primer--
Timbul
1/> chancre (ulkus tidak sakit, indurasi)
·
Sifilis sekunder--
Terjadi setelah 3-6 minggu. Terjadi ruam
polimorfik terutama telapak tangan dan kaki, sakit tenggorokan, demam, sakit
kepala, limfadenopati difus, mialgia, artralgia, alopesia, kondiloma lata, dan
plak membran mukosa
·
Sifilis laten--
Tidak
ada gejala akan tetapi terdapat bukti serologis adanya infeksi.
·
Sifilis tersier--
Timbul
4-12 tahun kemudian setelah sifilis sekunder, dapat berupa gumma pada kulit,
tulang, atau organ dalam.
·
Neurosifilis--
Manifestasi
dini antara lain: meningitis dan penyakit neurovaskular. Manifestasi lanjut
berupa demensia, tabes dorsalis, dan kejang.
b. Sifilis
kongenital
Umumnya
lahir tidak menimbulkan gejala, tetapi tanda klinis biasanya muncul setelah
usia 3 bulan. Gejala yang paling sering pada sifilis kongenital awal (lihat
gejala dan tanda klinis di atas). Manifestasi lanjut terjadi setelah 2 tahun
berupa neurosifilis, perubahan tulang (frontal bossing, high palatal arch,
maksila pendek, hutchinson teeth, saddle nose), keratitis interstitial,
dan tuli saraf.
Insiden Toksoplasmosis Kongenital di Amerika serikat berkisar dari
1/1000 sampai 1/8000 kelahiran hidup. Penularan infeksi dari ibu ke bayi dapat
secara parenteral atau secara pervaginam. Jika infeksi didapat dari ibu pada
trimester pertama, sekitar 17% janin terinfeksi dan biasanya berat. Jika
infeksi didapat pada trimester ketiga, sekitar 65% janin terinfeksi dan
keterlibatannya ringan atau asimptomatik pada saat lahir. Hal yang bisa terjadi
bila bayi terinfeksi secara kongenital antara lain prematuritas (25-50%), parut
retina perifer, ikterus menetap, trombositopenia ringan, pleositosis cairan
serebrospinal, trias tanda-tanda klasik (korioretinitis, hidrosefalus, dan
kalsifikasi otak), eritroblastosis, hidrops fetalis, dan kematian perinatal.
Diagnosis
Anamnesis
Umumnya gejala pada toxoplasmosis kongenital mulai timbul pada
usia 3 bulan ke atas.
a. Neurologis:
mikrosefali, bertambahnya lingkar kepala tidak sebanding dengan parameter
pertumbuhan yang lain, kejang opistotonus, paralisis, sulit menelan, gangguan
pernapasan, tuli, retardasi pertumbuhan intrauterin, ketidakstabilan pengaturan
suhu, ensefalitis dan hidrosefalus obstruktif.
b. Oftalmologis: yang paling sering
korioretinitis yang menyebabkan gangguan penglihatan dan biasanya baru timbul
pada usia beberapa tahun kehidupan. Selain itu ditemukan strabismus, nistagmus,
katarak, mikrkornea, retinitis fokal nekrotising, skar korioretinal,
ptisis(destruksi bola mata), atrofi optik, retinal detachment, iritis,
skleritis, uveitis, dan vitreitis. Penderita juga dapat menderita retinopathy
of prematurity dan korioretinitis sekaligus.
c. Gejala
lain yang ditemukan antara lain: hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia
persisten, trombositopenia, limfadenopathy, anemia, hipogamaglobulinemia,
sindrom nefrotik.
Gejala dan tanda 210 bayi
yang terbukti mengalami infeksi toxoplasmosis kongenital[*]
Penemuan
|
Jumlah yang diuji
|
Jumlah positif(%)
|
||
Prematuritas
|
210
|
|||
Berat
badan <2,500 g
|
8
(3.8)
|
|||
Berat
badan 2,500–3,000 g
|
5
(7.1)
|
|||
Pertumbuhan
janin terhambat
|
13
(6.2)
|
|||
Ikterus
|
201
|
20
(10)
|
||
Hepatosplenomegali
|
210
|
9
(4.2)
|
||
Thrombocitopenia
purpura
|
210
|
3
(1.4)
|
||
Jumlah
sel darah abnormal (anemia, eosinophilia)
|
102
|
9
(4.4)
|
||
Mikrocephali
|
210
|
11
(5.2)
|
||
Hidrocefalus
|
210
|
8
(3.8)
|
||
Hipotonia
|
210
|
12
(5.7)
|
||
Konvulsi
|
210
|
8
(3.8)
|
||
Retardasi
psikomotor
|
210
|
11
(5.2)
|
||
Kalsifikasi
intrakranial
|
210
|
24
(11.4)
|
||
Ultrasound
|
49
|
5
(10)
|
||
Computed
tomography
|
13
|
11
(84)
|
||
Electroencephalogram
abnormal
|
191
|
16
(8.3)
|
||
Likuor
serebrospinal abnormal
|
163
|
56
(34.2)
|
||
Mikrophthalmia
|
210
|
6
(2.8)
|
||
Strabismus
|
210
|
111
(5.2)
|
||
Korioretinitis
|
210
|
|||
Unilateral
|
34
(16.1)
|
|||
Bilateral
|
12
(5.7)
|
|||
Data adapted from
Couvreur J, Desmonts G, Tournier G, et al:A homogeneous series of 210 cases of
congenital toxoplasmosis in 0–11 mo old infants detected prospectively. Ann
Pediatr (Paris) 1984;31:815–819.
Sekitar lebih dari 80% toxoplasmosis kongenital yang
tidak diobati dapat menyebabkan IQ anak <70% pada 1 tahun usia kehidupannya,
dapat juga menimbulkan kejang dan gangguan penglihatan yang berat.
Gejala dan tanda yang timbul sebelum
terdiagnossa atau selama menderita toxoplasmosis kongenital yang tidak diobati
pada 152 bayi (A) dan 101 anak-anak yang berusia 4 tahun atau lebih (B).
Gejala
dan Tanda
|
Jumlah
Penderita
|
||
Kelainan
Neurologi
(usia1th)
|
Kelainan
Umum
(usia
2 th)
|
||
A.
Bayi
|
108
Pasien (%)
|
44
Pasien (%)
|
|
Korioretinitis
|
102
(94)
|
29
(66)
|
|
Cairan
serebrospinal abnormal
|
59
(55)
|
37
(84)
|
|
Anemia
|
55
(51)
|
34
(77)
|
|
Konvulsi
|
54
(50)
|
8
(18)
|
|
Kalsifikasi
intracranial
|
54
(50)
|
2
(4)
|
|
Jaundice
|
31
(29)
|
35
(80)
|
|
Hydrocephalus
|
30
(28)
|
0
(0)
|
|
Demam
|
27
(25)
|
34
(77)
|
|
Splenomegali
|
23
(21)
|
40
(90)
|
|
Limfadenopathy
|
18
(17)
|
30
(68)
|
|
Hepatomegali
|
18
(17)
|
34
(77)
|
|
Muntah
|
17
(16)
|
21
(48)
|
|
Mikrocephalus
|
14
(13)
|
0
(0)
|
|
Diare
|
7
(6)
|
11
(25)
|
|
Katarak
|
5
(5)
|
0
(0)
|
|
Eosinophilia
|
6
(4)
|
8
(18)
|
|
Perdarahan
abnormal
|
3
(3)
|
8
(18)
|
|
Hipothermia
|
2
(2)
|
9
(20)
|
|
Glaukoma
|
2
(2)
|
0
(0)
|
|
Atrofi
optikus
|
2
(2)
|
0
(0)
|
|
Mikrofthalmia
|
2
(2)
|
0
(0)
|
|
Rash
|
1
(1)
|
11
(25)
|
|
Pneumonitis
|
0
(0)
|
18
(41)
|
|
B.
Anak usia ≥4 tahun
|
70
Pasien (%)
|
31
Pasien (%)
|
|
Retardasi
mental
|
62
(89)
|
25
(81)
|
|
Konvulsi
|
58
(83)
|
24
(77)
|
|
Spastisitas
and kelumpuhan (palsi)
|
53
(76)
|
18
(58)
|
|
Gangguan
penglihatan berat
|
48
(69)
|
13
(42)
|
|
Hidrosefalus
or mikrosefalus
|
31
(44)
|
2
(6)
|
|
Ketulian
|
12
(17)
|
3
(10)
|
|
Normal
|
6
(9)
|
5
(16)
|
|
Dikutip dari: Eichenwald H: A study of congenital
toxoplasmosis. In Slim JC (editor): Human Toxoplasmosis. Copenhagen,
Munksgaard, 1960, pp 41–49. Study performed in 1947. The most severely involved
institutionalized patients were not included in the later study of 101
children.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan toksoplasmosis kongenital
a.
Serologis
·
Tes Sabin Feldman (IgG)--
·
Indirect Fluorescent Antibody--
(IFA IgG, IgM) sensitifitas 25-50%
·
Double Sandwich Enzyme Immusorbant Assay--
(ELISA) (IgM, IgA, IgE).
·
Immunosorbant Agglutination Assay--
(ISAGA) (IgM, IgA, IgE) sensitifitas sekitar 75-80%.
b.
PCR dapat mendeteksi T.gondii pada buffy coat darah tepi, cairan
serebrospinal atau cairan amnion untuk mennentukan banyaknya DNA parasit yang
muncul di awal kehamilan. Sensitifitas PCR pada kehamilan 17-21 minggu
(>90%)
c.
Laboratorium
·
Leukositosis/leukopeni. Awalnya limfositopenia atau monositosis.
Eosinofilia --(>30%), trombositopenia.
·
Fungsi hati--
·
Serum --Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G6PD) sebelum
pemberian sulfadiazinUrinalisis dan kreatininCairan serebrospinal: xantokrom,
mononuklear pleositosis, protein meningkat. PCR lebih baik dalam mendeteksi
parasit pada cairan serebrospinal.
d.
CT Scan
Dapat
mendeteksi adanya kalsifikasi di periventrikel dan basal ganglia,, hidrosefalus
yang mungkin terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan atau adanya atrofi
korteks.
e.
Pemeriksaan patologi
Histologis:
Ditemukannya takizoit atau kista di jaringan atau cairan tubuh.
Tata Laksana
Sekitar 90% ibu terinfeksi selama kehamilan dilaporkan tidak
menimbulkan gejala dan tidak terdiagnosis tanpa skrining antibodi.
a. Terapi
untuk mencegah terjadinya kerusakan otak dan kelainan retina dalam uterus yang
ireversibel.
·
Spiramisin diberikan pada kehamilan <18 minggu sampai aterm. --
·
Pirimetamin, sulfadiazin,
asam folat diberikan pada kehamilan >18 minggu. Jika --infeksi fetus terjadi
pada kehamilan <17 minggu cukup diberikan sulfadiazin saja sampai setelah
trimester pertama, oleh karena pirimetamin mempengaruhi organogensis. Setelah
pengobatan diberikan pada ibu, diagnosis pada bayi menjadi sulit karena klinis
dan serologis menjadi samar.
·
Diagnosis prenatal dapat menggunakan PCR cairan amnion, sedangkan
USG --kepala untuk mendeteksi adanya dilatasi ventrikel.
·
Pada beberapa keluarga dipertimbangkan untuk melakukan aborsi
terapetik pada --kehamilan <16 minggu.
b. Infeksi
pada neonatus guna memperbaiki gejala akut dan outcome.
·
Pirimetamin 1 mg/kgBB/12 jam selama 2 hari dilanjutkan tiap hari
sampai usia 2-6 --bulan, dan 3x/minggu sampai usia 1 tahun. Efek samping supresi
sumsum tulang terutama netropenia, kejang, tremor dan gangguan saluran cerna.
Merupakan inhibitor reduktase dihidrofolat.
·
Sulfadiazin 50 mg/kgBB/12jam sampai usia 1tahun. Efek samping
supresi sumsum --tulang, kristaluria, hematuri dan/atau hipersensitif, dapat
diganti oleh klindamisin, azitromisin atau atovaquon.
·
Asam folat 10 mg, 3x/minggu sampai 1 minggu setelah pemberian
pirimetamin --berhenti., berguna untuk mencegah supresi sumsum tulang.
·
Prednison 0,5 mg/kgBB/12jam diberikan pada infeksi susunan saraf
pusat yang --aktif (protein >1g/dL), korioretinitis aktif, penglihatan yang
mengancam. Pemberian prednison memerlukan tappering off dan dihentikan ketika
gejala membaik.
·
Shunt-- ventrikel pada
hidrosefalus
·
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV dan T.gondii dapat diberikan
terapi bersama --antiretroviral seperti zidovudin.
Pencegahan
Perlu adanya kerjasama dari multidisiplin antara lain dengan
penyakit infeksi, penyakit mata, bedah saraf, bagian tumbuh kembang anak.
Kelainan pada mata
yang paling sering ditemukan pada toksoplasmosis kongenital perlu dilakukan
pemeriksaan berkala setiap 3 bulan sampai 18 bulan kemudian setahun sekali.
Dengan pengobatan yang baik, korioretinitis membaik setelah 1-2minggu dan tidak
relaps.
Infeksi Rubella
maternal pada kehamilan 12 minggu pertama akan menimbulkan infeksi pada fetus
sekitar 81%, sekitar 54% pada kehamilan 13-16 minggu, 36% pada kehamilan 17-22
minggu, dan seterusnya insiden akan semakin menurun dengan meningkatnya usia
kehamilan. Transmisi fetomaternal pada kehamilan 10 minggu pertama akan
menimbulkan kelainan jantung dan tuli sebanyak 100% pada fetus yang terinfeksi.
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisis
Sindrom Rubella Congenital
·
Katarak--
·
Tuli sensorineural--
·
Kelainan jantung kongenital (--patent ductus arteriosus, stenosis
a.pulmonalis)
Kelainan yang lain:
·
IUGR--
·
Retinopati--
·
Mikroftalmia--
·
Meningoensefalitis--
·
Abnormalitas elektroensefalograf--
·
Trombositopenia purpura--
·
Hipotonia--
·
Abnormalitas dermatoglyphic--
·
Hepatosplenomegali--
·
DM--
·
Pada gambaran radiologi tampak tulang lusen--
·
Kelainan yang jarang terjadi berupa miokarditis, glaukoma,
mikrosefali, panensefalitis, --progresif kronis, hepatitis, anemia,
hipogamaglobulinemia, kriptorkismus, abnormalitas tiroid, penyakit ginjal
polikistik.
Pemeriksaan
Laboratorium
Antenatal
IgM spesifik dari darah fetus yang diperoleh secara PUBS dan
antigen rubella dari biopsi spesimen vili horialis.
Postnatal
Isolasi virus rubella di urin, orofaring dan deteksi IgM spesifik
Rubella pada darah neonatus atau umbilikus.
Tata
Laksana
Tidak ada terapi spesifik untuk ibu maupun infeksi rubella
kongenital karena lebih dari setengah neonatus dengan rubella kongenital
asimptomatik pada saat lahir.
Pencegahan
Imunisasi
Kepustakaan
Cloherty n . 1. Manual of Neonatal
Care, Sixth Edition. 2008
Lesko CR,, Arguin PM,
Newman RD. Congenital malaria in the United States: a review of cases from 2. 1966 to 2005. Arch
Pediatr Adolesc Med. 2007;161:1062-7.
Rahajoe N. Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak. 20073.
WHO. 4.
Drug used in parasitic diseases. 1995
Hashemzadeh Ad
Heydarian F. Case report of Congenital in a neonate. Arch Irian Med. 2005;
:22628.5.
Coll O, Menendez C,
Botet F, Dayal R, Carbonell-Estrany X, Weisman LE, dkk Treatment and prevention
6. of malaria in pregnancy
and newborn. J.Perinat Med. 2008;3 :15-29.
Redbook. 2006, AAP,
pp 631-644 Stoll BJ, Congenital syphilis : evaluation and management of
neonates 7. born to mother
with reactive serologic tests for syphilis. Pediatr Infect Dis J. 1994;13:
845-53.ANaouri B, Virkud V, Malecki J, Narita M, Ashkin D, Duncan H. Congenital
pulmonary tuberculosis associated maternal cerebral tuberculosis. JAMA.
2005;293:2710-1
Cowett RM. Neonatal care of the infant
of the diabetic mother. 2002;3;19.-6.8
0 komentar:
Posting Komentar