Pengaruh Pemberian Propofol Intravena terhadap Ekspresi Kaspase 3 Hipokampus
pada Mencit Balb/C dengan Cedera Kepala
Yusriyani, Ardana Tri, MH Sudjito
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret- Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi Surakarta
Abstrak
Latar Belakang dan Tujuan: Cedera kepala masih menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian. Dalam cedera kepala terjadi proses biomolekuler dan biokimiawi patologik yang dapat menyebabkan nekrosis maupun apoptosis melalui aktivasi kaspase 3. Propofol obat anestesi intravena mempunyai mekanisme neuroproteksi dengan pengaturan pada kaspase 3. Tujuan penelitian ini adalah meneliti keefektifan pemberian propofol 10 mg/kgbb, 25 mg/kgbb dan 50 mg/kgbb terhadap ekspresi kaspase 3 pada mencit balb/c dengan cedera kepala.
Subjek dan Metode: Penelitian eksperimental laboratorik dengan desain randomized controlled trial group pada 32 ekor mencit Balb/c yang disuntik propofol intravena. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok secara random, yaitu kelompok K1 sebagai kontrol. Semua kelompok diberi perlakuan cedera kepala dengan metode weight drop dan kemudian diberi propofol 10 mg; 25 mg; 50 mg/kgBB intravena untuk kelompok K2, K3, K4. Pemeriksaan aktivasi kaspase 3 menggunakan pengecatan khusus immunohistokimia setelah 6 jam pemberian propofol. Hasil dinilai dengan SPSS 19 dengan derajat kemaknaan p<0,05.
Hasil: Rata-rata persentase ekspresi kaspase 3: K1=4,08, K2= 2,95, K3= 2,52, K4=1,77. Perhitungan statistik dari semua kelompok menunjukkan signifikan (P=0,000). Perbandingan antar kelompok menujukkan: K1-K2 (p=000), K1-K3 (p=0,000), K1-K4 (p=0,000), K2-K4 (p=0,000), K3-K4 (p=0,000), sedangkan antara K2-K3 tidak ada perbedaan signifikan (P=0,232).
Simpulan: Pemberian propofol 10,25,50 mg/kgbb menunjukkan hasil yang signifikan menghambat ekspresi kaspase 3 aktif dibandingkan dengan kontrol pada mencit yang diberi cedera kepala. Dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa pemberian propofol dosis 50 mg/kgbb merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan ekspresi kaspase 3 aktif pada mencit dengan cedera kepala.
Kata Kunci: Cedera kepala, ekspresi kaspase 3, propofol
Sumber tulisan : di salin langsung dari
JNI 2013; 2 (2):81-88
The Effect of Propofol Intravena to Expression of Caspase 3 in Hipocampus Mice Balb/C with Brain Injury
Abstract
Background and Objective: Head injury is a leading cause of disability and death. In head injury occurs biomolecular and biochemical processes that can lead to pathologic necrosis or apoptosis through the expression of caspase 3. Propofol an intravenous anesthetic drug has neuroprotective mechanism by setting the caspase 3. The objective of the research is to identify effect of propofol 10 mg/kg,25 mg/kg, and 50 mg/kg dose toward activation caspase 3 in Balb/c mice hipocampus with brain injury.
Subject and Methods: This is a laboratory setting experiment with randomized post test only controlled group design. Thirty two balb/c mice makes head injury by given of weight drop and intravenous propofol. The mice were given the same procedure weight drop and intravenous propofol 10,25,50 mg/kg 6 hours after injury for the K2, K3, K4 group respectively. Activation of caspase 3 was studied by immunohistochemistry method 6 hours after intravenous propofol administration. Data was analized using Kruskal Wallis Test, cross-tabulation chi square, one way ANOVA and processed by SPSS program.
Result: Means expression of caspase 3: K1= 4.08; K2 = 2.95; K3 =2.52; K4 = 1.77. The statistic result test among all groups show significant differences (p=0.000). The comparation of groups that have significantoutcome are: K1-K2 (p=0.00), K1-K3 (p=0.000), K1-K4 (p=0.000), K2-K4 (p=0.000), K3-K4 (p=0.000).There is no significant difference between K2-K3 (p=0.232). Conclusion: Administration of propofol 10, 25, 50 mg/kg intravenous after traumatic head injury show significant difference in hipocampus caspase 3 activation compared to control, group. From this research, we can also conclude that administering propofol in 50 mg is the effective dose to lowering expression of caspase 3 to mice, with given brain injury.
Keywords: Brain injury, expression of caspase 3, propofol
I. Pendahuluan
Trauma kepala masih menjadi penyebab utama kecacatan dan kematian pada masyarakat dewasa muda. Seperempat sampai sepertiga kematian oleh karena trauma disebabkan oleh cedera kepala, demikian pula kecacatan seumur hidup sebagian besar disebabkan oleh trauma kepala.1,2 Di Amerika serikat, 40% dari kematian oleh karena cedera akut disebabkan oleh karena cedera kepala. Sekitar 52.000 penduduk meninggal setiap tahun akibat cedera kepala. Mortalitas akibat cedera kepala di Amerika Serikat diperkirakan 17 per 100.000 penduduk.3 Dalam cedera otak terjadi proses biomolekuler dan biokimawi patologik yang dapat menyebabkan kerusakan sel, yakni berupa nekrosis maupun apoptosis. Kerusakan molekuler inilah yang mengakibatkan adanya gejala disabilitas berkepanjangan, seperti gangguan kognisi berupa penurunan fungsi atensi, konsentrasi, dan memori. Semakin berat cedera yang dialami seseorang, semakin besar kerusakan baik sel neuron maupun sel glia sebagai jaringan penyangga. Akibatnya sekuele yang ditimbulkan semakin berkepanjangan, bahkan mudah terjadi kematian.4 Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal.5 Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespons dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.1
Terjadinya apoptosis dalam trauma kepala dapat terjadi dalam waktu beberapa jam sampai hari, tetapi banyak penelitian yang menyebutkan bahwa proses apoptosis memiliki peranan penting dalam menentukan kesembuhan pada penderita trauma kepala.6 Apoptosis merupakan suatu jenis kematian sel yang terprogram. Perubahan yang terjadi pada sel yang mengalami kematian menunjukkan adanya suatu proses biokimiawi yang kompleks, yang dilakukan oleh suatu famili dari sistein protease yang disebut kaspase.7 Kaspase yang beperan sebagai protein eksekutor, yang memutuskan sel untuk apoptosis pada apoptosis. Kaspase atau cysteine aspartate specific protease, kaspase belum aktif merupakan prokaspase. Agar berfungsi maka kaspase harus mengalami aktivasi dengan pemotongan sisi karboksil dan pemotongan sisi terminal amino (jumlah amino) sehingga sisinya menempel sedemikian rupa sehingga menjadi bentuk kaspase aktif. Ada stimulus tertentu yang merubah prokaspase menjadi kaspase, molekul kaspase dapat mengaktifkan molekul kaspase yang lainnya (snowball effect). Hasil kaspase-nya berbeda-beda yang memiliki fungsi masing-masing. Aktifnya kaspase maka selanjutnya ada pembentukan vesikel, dan degradasi DNA. Sel mengalami apoptosis (DNA intake), kemudian mulai terlihat leader (DNA dipotong) dengan urutan tertentu sehingga punya pola tertentu.8,9 Di saat reseptor TNF famili, seperti Fas, terikat pada ligannya, seperti FasL akan menyebabkan trimerisasi dan membentuk formasi death-induced signaling complex (DISC), melibatkan suatu molekul adaptor yang juga mengandung death domain yaitu FADD, yang mengikat death domain yang teraktivasi tersebut dan juga mengikat prokaspase 8 melalui death effector domain untuk membentuk DISC. Death signal kemudian ditrandusikan dari DISC menjadi kaskade kaspase arus rendah. Di saat prokaspase 8 terpecah dan teraktivasi menjadi kaspase 8 aktif, dapat memecah dan mengaktifkan kaspase efektor arus rendah, seperti kaspase 3, yang memecah inhibitor caspase-activated DNase dan memecah DNA di dalam nukleus, dan terjadilah apoptosis. Jalur apoptotik dapat disupresi oleh inhibitor seperti FLIP, IAP-2, Crm A, dan p35.9,10
Jalur sel tipe II bekerja melalui mitokondria yang melepaskan molekul destruksi sel, dan sejumlah kecil DISC yang terbentuk lain dengan jalur kematian receptor ekstrinsik, awal dari kerja jalur intrinsik belum banyak diketahui. Jalur ini diaktivasi oleh hilangnya growth factor seperti IL-2, IL-4, atau granulocyte macrophage-colonystimulating factor, penambahan sitokin seperti IL-1 dan IL-6, atau stressor eksogenik seperti steroid, reactive oxygen intermediates (ROIs), peroksinitrit, atau NO, yang akan mengaktivasi anggota pro- atau antiapoptotik dari bcl-2 family, seperti t-bid atau bax yang diduga mengalami translokasi dari sitosol, yang secara normal ada pada keadaan diam, menuju ke membran mitokondria, di mana akan mengalami penurunan ΔΩm, kemudian mitokondria melepaskan sitokrom c, Smac/Diablo, dan apaf-1, yang melalui formasi apoptosom, mengaktivasi kaspase arus rendah seperti kaspase 9. Kaspase arus rendah ini menyebabkan kematian sel. Jika anggota bcl-2 dalam keadaan seimbang, maka sel dapat bertahan hidup.10,11 Studi terkini tentang penelitian kematian sel neuron mengidentifikasikan adanya peran kunci kaspase 3 memperlihatkan penurunan struktur otak berat pada region yang predominan terjadi apoptosis. Perubahan yang terjadi antara lain peningkatan massa otak, disorganisasi penyebaran sel, dan duplikasi struktur otak. Selain itu regulasi ke atas dan aktivasi kaspase 3 telah terbukti menjadi mediator kunci kematian neuron setelah trauma kepala yang diikuti iskemi pada otak.6 Kira-kira sampai 5 tahun yang lalu, peneliti apoptosis sedikit memperhatikan mitokondria. Mitokondria memengaruhi aktivitas kaspase 3 tidak hanya melalui produksi energi, tetapi juga melalui sitokrom c yang dilepaskan oleh mitokondria.12 Propofol atau 2,6 diisopropylphenol adalah merupakan obat anestesi intravena sering digunakan karena cepat induksi dan pulih sadar, selain itu propofol sering digunakan untuk perawatan pasien di intensive care unit. Hasil penelitian secara invivo dan invitro belum bisa menjelaskan secara pasti mekanisme propofol sebagai neuroprotektif, terutama kerja propofol pada molekul apoptosis, dan pengaturan propofol pada jalur Bcl-2/Bax/Caspase-3.13
Pada penelitian ini kami akan menganalisis pengaruh pemberian propofol pada ekspresi kaspase 3 pada cedera kepala. Diharapkan pemberian propofol dapat menghambat ekspresi kaspase 3 sebagai penyebab apoptosis pada cedera kepala, sehingga dapat dijadikan dasar pengobatan yang lebih efektif. II. Subjek dan Metode Penelitian ini termasuk eksperimental laboratorik dengan desain randomized controlled trial yang dengan tujuan mencari pengaruh pemberian propofol intravena pada mencit Balb/c dengan cedera kepala terhadap ekspresi kaspase 3 hipokampus sebagai indeks apoptosis. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama 6 bulan. Perlakuan pada mencit dilakukan di laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, dilakukan penakaran mencit dari galur Balb/c. Sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah mencit Balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini memakai besar sampel minimal sebanyak 32 mencit. Kriteria Inklusi yaitu Mencit Balb/c jantan, umur dua sampai dua setengah bulan, berat badan 30-40 gram. Kriteria ekslusi yaitu mencit Balb/c sakit selama masa adaptasi 7 hari (gerakan tidak aktif). Randomisasi dilakukan dengan membagi kelompok dibagi menjadi 4 yaitu kelompok kontrol (K1), perlakuan 1 (K2), perlakuan 2 (K3) dan perlakuan 3 (K4). Pembagian kelompok perlakuan: K1: kelompok kontrol; mencit Balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala mendapat NaCl 0,9%. K2: kelompok perlakuan 1, mencit Balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala mendapat propofol 10 mg/kgBB. K3: kelompok perlakuan 2, mencit Balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala mendapat propofol 25 mg/kgBB. K4: kelompok perlakuan 3, mencit Balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala mendapat propofol 50 mg/kgBB. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, dosis obat yang diberikan disetarakan dengan dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg, dikalikan dengan konstanta uji terapi pada hewan coba (mencit) yaitu 0,0026. Jadi dosis obat propofol yang diberikan pada masing-masing kelompok adalah propofol 1,8 mg (10 mg/kg x 0,0026); 4,5 mg (25 mg/kg x 0,0026); dan 9,1 mg (50 mg/kg x 0,0026).
Cara kerja prosedur pembuatan preparat histopatologi secara umum meliputi: fiksasi yaitu potongan jaringan organ dimasukkan ke dalam larutan formalin buffer (larutan formalin 10% dalam buffer Natrium fosfhat samapi mencapai pH 7,0). Setelah fiksasi selesai, jaringan dimasukkan dalam larutan ahuadest selama 1 jam untuk prosespenghilangan larutan fiksasi, dehidrasi potongan
jaringan dimasukkan dalam alkohol konsentrasi
bertingkat. Jaringan menjadi lebih jernih dan
transparan. Jaringan kemudian dimasukkan dalam
larutan alcohol-xylol selama 1 jam dan kemudian
laritan xylol murni selama 2x2 jam, Impregnansi
jaringan dimasukkan dalam parafin cair selama 2x2
jam, embeding jaringan ditanam dalam parafin
padat yang mempunyai titik lebur 56–58 C,
ditunggu sampai parafin padat. Jaringan dalam
parafin dipotong setebal 4 mikron dengan
mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada
kaca objek yang sebelumnya telah diolesi polisilin
sebagai perekat. Jaringan pada kaca objek
dipanaskan dalam inkubator suhu 56–58 C sampai
parafin mencair.
Pewarnaan ganda kaspase-3 dilakukan dengan
irisan beku otak tikus difiksasi dalam cairan
paraformaldehid 4%. Setelah dicuci dalam PBS,
irisan jaringan ditekan dengan H2O2 3% dalam
metanol pada temperatur ruangan. Kemudian irisan
dicuci lagi dan diberi blocking agent (70μl;DAKO,
Hamburg, Jerman). Selanjutnya, Irisan jaringan
diinkubasi dengan antibodi pertama yang dilarutkan
dalam blocking agent (purified rabbit antiactive
caspse-3 monoclonal antibody, Clone C92-605;BD
Phramingen, San Jose, CA).
Setelah beberapa kali pencucian lagi dalam PBS,
irisan diinkubasi selama 30 menit dengan antibodi
kedua (Universal-LSAB TM Kit). Setelah dicuci
dalam PBS, irisan otak dengan Streptovidinconjugated
horseradish peroxsidase (Universal-
LSAB TM kit) kemudian dicuci lagi dalam PBS.
Irisan kemudian diwarnai dengan satu tetes substrat
chromogen (DAKO) dan dibilas dengan air
distilasi. Irisan dicuci dan kemudian diinkubasi
dengan mouse anti-neuronal nuclei monoclonal
antibody NeuN; (Chemicon International,
Temecula, CA). Irisan dicuci sebelum diberi
antibody kedua (biotinylated horse anti-mouse
antibody;Vector laboratoies, Burlingame, CA).
Kemudian irisan diinkubasi dengan streptavidin
conjugated alkaline dan kemudian dicuci kembali.
Vectore red alkaline phosphatase kit (vector
Laboratories) digunakan untuk mewarnai neuron
merah. Terakhir, irisan dicounterstain dengan
Mayer Hematoxylin dan didehidrasi dalam
konsentrasi alkohol yang dinaikkan dan
dipasangkan dengan Roti Histokit (roth, Kalsruhe,
Jerman). Menggunakan mikroskop cahaya, sel-sel
yang positif ganda yang mengaktifasi kaspase-3
dan NeuN dihitung di dalam hippocampus.
Jumlahnya dibandingkan dengan jumlah total sel
hippocampus.
Cara pengumpulan data masing-masing kelompok
dilakukan pemeriksaan ekspresi kaspase 3 sebagai
indeks apoptosis. Setelah data terkumpul dilakukan
data cleaning, coding dan tabulasi. Analisa data
meliputi analisis deskriptif dalam bentuk rerata,
SD, median dan grafik dan uji hipotesis. Pada
variabel bebas didapatkan skala pengukuran
nominal yaitu diberi propofol dan tidak diberi
propofol. Sedang pada variabel terikat untuk
ekspresi kaspase 3 didapatkan skala pengukuran
rasio. Data yang didapat, diuji normalitas. Pada
distribusi normal, diuji beda dengan metode
ANOVA, jika hasilnya ada perbedaan dilanjutkan
post hoc test.
III. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium histologi FK
UNS dan patologi anatomi selama periode
Desember 2012–Januari 2013. Penelitian ini
merupakan uji klinis dengan double blind
randomized controlled trial yang menggunakan
mencit balb/c yang diberi perlakuan cedera kepala,
kemudian dirandomisasi untuk kelompok kontrol
(penambahan NaCl 0,9%) atau kelompok perlakuan
(penambahan propofol 10 mg/kgbb, 25 mg/kgbb
dan 50 mg/kgbb). Mencit balb/c yang akan diberi
perlakuan cedera kepala dikarantina selama satu
minggu dan diberi perawatan sama sampai berat
mencapai lebih kurang 30–40 gram.
Enam jam sebelum perlakuan cedera kepala mencit
balb/c dipuasakan. Mencit diberi perlakuan sama
cedera kepala dengan model weight drop dimana
beban 30 gram dijatuhkan dari ketinggian 80 cm,
kemudian dikelompokkan menjadi empat
kelompok, diberikan obat propofol dengan dosis
yang berbeda serta kontrol dengan NaCl 0,9%,
kemudian ditunggu 6 jam untuk reaksi
biomolekuler.
Setelah itu dilakukan euthanasia pada mencit
dengan cara dekortikasi tulang belakang, kemudian
dilakukan pembedahan dan organ hipokampus
dimasukkan ke dalam larutan bufer. Penelitian
dilanjutkan ke bagian patologi anatomi untuk
pembuatan preparat dengan menggunakan
pemeriksaan khusus immunohistokimia untuk
melihat aktivasi ekspresi kaspase 3.
Ekspresi kaspase 3 dari tiap kelompok perlakuan
dihitung dengan menggunakan metode modifikasi
Gries dari Green et al dan Ding et al (2006).
Pengecatan khusus dengan menggunakan ihc dan
antibodi kaspase 3. Hasil reaksinya dibaca dengan
alat mikroskop, kemudian dilakukan pemeriksaan
ekspresi kaspase 3 hipokampus untuk tiap
kelompok dihitung menggunakan persamaan
regresi linier.
Hasil pengamatan rerata persentase ekspresi
kaspase 3 hipokampus pada keempat kelompok
menunjukkan persentase ekspresi kaspase 3 yang
berbeda yaitu pada kelompok perlakuan 3 (K4)
menunjukkan penurunan persentase ekspresi
kaspase 3 yang paling banyak dibandingkan
kelompok kontrol (K1).
Dari grafik box-plot terlihat bahwa rerata
persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus
kelompok K2 (Propofol 10 mg/kgBB), kelompok
K3 (Propofol 25 mg/kgBB) dan kelompok K4
(Propofol 50 mg/kgBB) lebih rendah dibandingkan
kelompok K1(kontrol).
Data yang didapatkan kemudian dianalisis
menggunakan program SPSS versi 19 dalam sistem
operasi windows XP. Untuk data kontinyu dianalisis
menggunakan One way Anova untuk mendapatkan
nilai mean dan standar deviasi serta nilai F dan
nilai p.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah
data parameter klinis atau laboratoris terdistribusi
normal. Uji normalitas persentase kaspase 3
hipokampus dilakukan dengan tehnik Shapiro Wilk.
Hasil uji normalitas persentase ekspresi kaspase 3
hipokampus ini terlihat pada Tabel 2.
Persentase ekspresi kaspase 3 pada kelompok
kontrol (K1), kelompok perlakuan 1 (K2),
kelompok perlakuan 2 (K3) dan kelompok
perlakuan 3 (K4) dengan teknik Shapiro Wilk
menunjukkan distribusi data normal tabel 2.
Analisa deskriptif menunjukkan bahwa rerata dan
median aktivasi kaspase 3 pada ketiga kelompok
perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol.
Uji beda mean dilakukan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan rata-rata yang bermakna persentase
ekspresi kaspase 3 pada kelompok kontrol (K1),
perlakuan 1 (K2) perlakuan 2 (K3), dan perlakuan 3
(K4). Uji beda ini dilakukan dengan menggunakan
ANOVA dan kelompok perlakuan Shapiro Wilk
dilanjutkan dengan uji hipotesis.
Tabel 3 Hasil Uji F (One way Anova) pada Mean
Persentase Ekspresi Kaspase 3 pada 4
Kelompok Pemeriksaan
Uji homogenitas didapatkan data homogen dengan
p>0,05 sehingga uji ANOVA yang didapatkan
adalah valid. Uji ANOVA menunjukkanhasil
signifikan (p<0,001) dengan interpretasi bahwa
paling tidak, akan didapatkan perbedaan bermakna
dari dua kelompok penelitian, uji statistik kemudian
dilanjutkan uji Post Hoc dengan Tuckey (Tabel 3).
Tabel 4 Hasil Post Hoc test Tuckey tentang
beda mean persentase ekspresi kaspase 3
hipokampus antar pasangan
Persentase ekspresi kaspase 3 pada kelompok K1
(kontrol) dibanding dengan masing-masing
kelompok perlakuan (K2, K3, K4) terdapat
perbedaan bermakna dengan nilai tabel 4. Tidak
terdapat perbedaan yang bermakna antara
persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus pada
kelompok perlakuan K2 dibandingkan perlakuan
K3 (p = 0,232).Terdapat perbedaan bermakna
persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus antara
kelompok perlakuan K2 dibandingkan kelompok
perlakuan K4, dan pada kelompok perlakuan K3
dibandingkan perlakuan K4 dengan nilai p<0,001.
IV. Pembahasan
Dalam cedera otak terjadi proses biomolekuler dan
biokimawi patologik yang dapat menyebabkan
kerusakan sel, yakni berupa nekrosis maupun
apoptosis. Kerusakan molekuler inilah yang
mengakibatkan gejala disabilitas berkepanjangan,
seperti gangguan kognisi berupa penurunan fungsi
atensi, konsentrasi, dan memori. Semakin berat
cedera yang dialami seseorang, semakin besar
kerusakan baik sel neuron maupun sel glia sebagai
jaringan penyangga. Akibatnya sekuele yang
ditimbulkan semakin berkepanjangan, bahkan
mudah terjadi kematian.
kelompok kontrol. Persentase ekspresi kaspase 3 pada kelompok K1 (kontrol) dibanding dengan masing-masing kelompok perlakuan (K2,K3,K4) terdapat perbedaan bermakna dengan nilai p <0,001. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus pada kelompok perlakuan K2 dibandingkan kelompok perlakuan K3 (p = 0,232).Terdapat perbedaan bermakna persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus antara kelompok perlakuan K2 dibandingkan kelompok perlakuan K4, dan pada kelompok perlakuan K3 dibandingkan kelompok perlakuan K4 dengan nilai p<0,001. Pengaruh propofol terhadap persentase ekspresi kaspase 3 tergantung dari besar dosis. Hasil tersebut sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Haiyan dkk melakukan penelitian efek propofol pada apopotosis kortex otak seteleh fokal iskemik serebral dan reperfusi, studi ini menemukan bahwa propofol meningkatkan ekspresi gen anti-apoptosis Bcl-2 dan menghambat gen proapoptosis Bax yang memicu aktivitas caspase-3. Hasil ini mengindikasikan bahwa jalur Bcl-2/Bax/caspase-3 merupakan target penting propofol. Singkatnya, penemuan ini mengungkapkan bahwa propofol dapat menurunkan peroksidasi lipid dan apoptosis pada jejas fokal I/R serebral. Efek neuroproteksi ini mungkin berhubungan dengan inhibisi jalur Bcl-2/Bax/ Caspase-3.13
Propofol telah diajukan untuk mengurangi mekanisme glutamate- mediated excitotoxic dengan menurunkan aktivasi reseptor NMDA, mengurangi pelepasan glutamat, atau mengembali-kan fungsi transporter yang bertanggungjawab terhadap uptake glutamat ke dalam sel neuron dan sel glia. Propofol menghambat pelepasan glutamat dengan menghalangi arus melalui kanal Na atau dengan mengaktivasi reseptor GABA. Akumulasi glutamat yang berlebihan di ekstraseluler yang disebabkan oleh hipoksia dalam sistem saraf pusat merupakan permulaan terjadinya kaskade apoptosis.
Mengikuti cedera kepala akut stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel neuron dengan memicu sejumlah respon detrimental seluler, termasuk hilangnya permeabilitas selektif ion dalam mitokondria, yang muncul sebagai salah satu regulator kaskade apoptosis. Propofol muncul untuk mencegah nekrosis daripada kematian sel apoptosis dalam eksperimen iskemik serebral. Propofol mempunyai mekanisme aksi seperti peningkatan Bax dan reduksi Bcl 2 dicegah oleh propofol pada berbagai titik waktu. Di samping itu propofol juga dapat mencegah pembengkakan mitokondria yang disebabkan oleh overload akut Ca+ pada mitokondria otak dalam potongan organotipik hipokampal.6 Di saat reseptor TNF famili, seperti Fas, terikat pada ligannya, seperti FasL akan menyebabkan trimerisasi dan membentuk formasi death-induced signaling complex (DISC), melibatkan suatu molekul adaptor yang juga mengandung death domain yaitu FADD, yang mengikat death domain yang teraktivasi tersebut dan juga mengikat prokaspase 8 melalui death efektor domain untuk membentuk DISC. Death signal kemudian ditrandusikan dari DISC menjadi kaskade kaspase arus rendah. Di saat prokaspase 8 terpecah dan teraktivasi menjadi kaspase 8 aktif, dapat memecah dan mengaktifkan kaspase efektor arus rendah, seperti kaspase 3, yang memecah inhibitor caspase-activated DNase dan memecah DNA di dalam nukleus, dan terjadilah apoptosis. Telah dilaporkan bahwa kematian sel saraf di parenkim terjadi pada mencit, mekanismenya dihubungkan dengan aktivasi kaspase 3. Dalam penelitian ini kaspase 3 diaktikan oleh cedera kepala. Aktivasi kaspase 3 terhambat pada tiga kelompok perlakuan, propofol tergantung besar dosis. Hal ini menunjukkan bahwa propofol menurunkan kematian sel saraf yang disebabkan oleha cedera kepala. Dilaporkan pada dosis 30 mg/kgbb dan 100 mg/kgbb propofol dapat mengurangi edema otak dan memperbaiki defisit neurologi. Persentase ekspresi kaspase 3 pada hipokampus yang lebih rendah tidak bermakna terlihat pada kelompok K2 (propofol 10 mg/kg) dan K3 (propofol 25 mg/kg). Kemungkinan propofol pada dosis tersebut telah menyebabkan reoksigenasi dan pengembalian pasoka oksigen yang lebih banyak daripada dosis 50 mg/kg. Pada mencit yang telah mengalami cedera kepala kemungkinan telah terjadi keadaan hipoksia. Pemberian propofol 10 dan 25 mg/kg terjadi depresi napas sehingga proses hipoksia akan bertambah. Bila proses hipoksia terus berlanjut akan mengakibatkan iskemik jaringan. Efek iskemia adalah reversibel jika iskemia terjadi dalam waktu singkat, dimana sel dapat kembali menjadi normal setelah adanya reoksigenasi. Jika iskemia berlangsung lama, maka sel akan mengalami iskemia yang ireversibel dan terjadi nekrosis dan apoptosis walaupun telah terjadi reperfusi kembali melalui peningkatan pembentukan reactive oxygen Species (ROS). Selain itu, pada sel yang mengalami iskemia reperfusi terjadi penurunan perlindungan antioksidan dalam sel.12
Reperfusion injury mempunyai arti kerusakan jaringan yang disebabkan saat kembalinya aliran darah ke jaringan setelah periode iskemia. Tidak adanya oksigen dan nutrisi dari darah menciptakan kondisi dimana pemulihan sirkulasi menghasilkan kerusakan inflamasi dan oksidatif melalui induksi dari oxydative stress daripada pemulihan fungsi yang normal. Bila jaringan berada pada suatu kondisi iskemia, beberapa kejadian kimia akan dimulai sampai terjadinya disfungsi seluler dan nekrosis. Bila iskemia berakhir dengan pemulihan aliran darah, akan terjadi peristiwa lainnya yang menyebabkan injury tambahan. Maka, dimana terjadi penurunan atau gangguan aliran darah yang menyebabkan injury, disitu ada dua komponen yaitu direct injury yang terjadi selama periode iskemik dan indirect atau reperfusion injury yang mengikutinya.14 Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki beberapa keterbatasan yaitu: 1. dalam melakukan prosedur penelitian terkendala biaya, sehingga setiap sampel hanya dibuat satu slide. 2. fasilitas dan kondisi untuk penatalaksanaan jalan nafas pada hewan coba yang belum tersedia, sehingga penelitian hanya dapat dilakukan untuk satu kali pengamatan, 3. tidak diukurnya tingkat kesadaran pada hewan coba. V. Simpulan Penelitian ini menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh pemberian propofol terhadap persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus.
2. Pemberian propofol dosis 10 mg, 25 mg dan 50 mg/kgbb intravena menunjukkan perbedaan bermakna pada persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus dibanding kontrol pada mencit yang diberi cedera kepala.
3. Pemberian propofol dosis 50 mg/kgbb intravena merupakan dosis yang efektif untuk menurunkan persentase ekspresi kaspase 3 hipokampus pada mencit yang mengalami cedera kepala.
VI. Saran Agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis propofol pada manusia terhadap penurunan persentase ekspresi kaspase 3 pada kondisi cedera kepala, sehingga diharapkan akan didapat hasil penelitian yang lebih baik dan bermanfaat dalam pengelolaan cedera kepala.
Daftar Pustaka
1. Dawodu ST. Definition, epidemiology, pathophysiology. Traumatic brain injury. Available from: URL: Dalam: Yadav RR,Talavera F, penyunting. 2005;diakses 15 Juli 2011.
2. McGarry LJ. Outcomes and costs of acute treatment of traumatic brain injury. Journal of traumatologi critical care 2002; 45:1152-1159.
3. Salinas P. Closed head trauma. Traumatic brain injury. Available from: URL: Dalam: Penar PL, Talavera F, penyunting. 2006; Diakses 10 Oktober 2011.
4. Zauner A, Muizelaar JP. Brain metabolism and cerebral blood flow. Head injury. London: Chapman and Hall Medical; 2004,229-36.
5. Pelinka LE, Kroepfl A. Glial fibrilary acidic protein in serum after traumatic brain injury. Dalam: Biochemical markers for brain damage. Available from:URL: http://www.ijccm.org/article.asp?issn=0972-5229.2003.
6. Abbas AK. Cellular and molecular immunology. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders Company; 2006, 143-56
7. Danial NN, Korsmeyer SJ. Cell death: critical control points. Dalam: Cell 2004;36:205-19.
8. Peter ME, Krammer PH. The CD95 (APO-1/Fas) DISC and beyond. Cell Death Differ 2003; 10:26-35.
9. Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. 3th ed, Jakarta: Universitas Indonesia; 2003.
10. Moe GW, Marin J. In vivo TNF- inhibition ameliorates cardiac mitochondrial dysfunction, oxidative stress, and apoptosis in experimental heart failure. AJP- Heart Circulatory Physiology 2004;35: 90-95.
11. Lou A. Inhibition of caspase mediated apoptosis by peroxynitrite in traumatic brain injury. The Journal of neuroscience 2006;45:95-98.
12. Chainlee Y. Subanesthetic doses of propofol induce neuroapoptosis in the infant mouse brain. International Anesthesia Research. 2008;36: 143-50.
13. Xu H, Zang C, Chunxiao Z. Effect of propofol pretreatment on apotosis in rat brain cortex after focal cerebral ischemi and reperfusion. Neural Regeneration Research 2011; 6:90-97.
14. Jill W. Apoptosis and traumatic brain injury. Neurocritical care. Singapore: Departement of Neurosurgery; 2009.
0 komentar:
Posting Komentar