PENATALAKSANAAN ANESTESI UNTUK DRAINASE ABSES OTAK PASIEN DENGAN TETRALOGI OF FALLOT
ANESTHESIA MANAGEMENT FOR BRAIN ABSCESS DRAINAGE PATIENT WITH TETRALOGY OF FALLOT
Dewi Yulianti Bisri, Tatang Bisri
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran,Universitas Padjadjaran,
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
AbstractTetralogy of Fallot (TOF) was first described in 1888 by a French physician named Etienne-Louis Arthur Fallot. Tetralogy of Fallot (TOF) is one type of cyanotic congenital heart defect most widely found. Tetralogy of Fallot (TOF) has four abnormalities: (1) pulmonary infundibulum stenosis, (2) VSD (Ventricular Septal Defect), (3) overriding aorta, and (4) right ventricular hypertrophy. Patients with congenital cyanotic heart disease (right to left shunt) have a risk of brain abscess. The incidences of cyanotic heart disease is about 12.8-69,4% of all cases of brain abscess and the highest incidence occurs in children.
We reported an 8-years old 16-kg boy with multiple brain abscesses accompanied with cyanotic congenital heart defect Tetralogy of Fallot (TOF) and whom abscess aspiration would be performed. Patients was present with body temperature 39oC, GCS 13, blood pressure 90/50 mmHg, pulse 120 beats/min, SpO2 90% with a simple mask using oxygenation of 6 L/min. Lab results showed Hb 14gr%, hematocrit 41%, platelet count 250.000/mm3, PT /aPTT: 13.2/26.9. Patient was mounted infusion from the emergency ward (ER), given 1 mg intravenous midazolam premedication, induction with propofol, fentanyl, vecuronium, maintenance with oxygen-air anesthesia and sevoflurane. The operation lasted for 1.5 hours, the infusion targeted to normal volume, postoperative care was given in the neurointensive care unit for 3 days.
Pre-surgical fasting plan plays an important role because the patient must remains well hydrated. TOF patients with polycythemia when dehydrated, will increase the viscosity and sludging events. This patient was well hydrated and fasting replacement fluid therapy was given intravenously. Patients should be in a state of calm and relaxed. Patient was given intravenous midazolam premedication. Premedication with intramuscular injections should be avoided, since anxiety and stress may lead to "tet" spell. Heavy premedication should also be avoided because of respiratory depression leading to hypercarbia can increase the Pulmonary Vascular Resistance (PVR) and precipitate increased shunting from right to the left. Cerebral abscess aspiration can not be performed under local anesthesia because it increases the anxiety and the patient's blood pressure. Anesthesia should be performed under general anesthesia.
Management of perioperative TOF patients who will underwent surgery elsewhere (not for TOF) requires deep understanding on TOF pathophysiology and neuro-anesthesia techniques to get a good outcome.
Key words: Anesthesia, Tetralogy of Fallot, Abscess Drainage.
Sumber tulisan : disalin langsung dari :
JNI 2012;1(2):76-80
Abstrak
Tetralogi of Fallot (TOF), pertama kali diperkenalkan pada tahun 1888 oleh seorang dokter dari Prancis yang bernama Etienne-Louis Arthur Fallot. Tetralogi of Fallot (TOF) merupakan salah satu jenis cacat jantung bawaan sianotik yang paling banyak diketemukan. Tetralogi of Fallot (TOF) memiliki empat kelainan yaitu: (1) stenosis infundibulum pulmonari, (2) Ventricular Septal Defect (VSD), (3) overidding aorta, dan (4) hipertrofi ventrikel kanan. Pasien dengan penyakit kongenital jantung sianotik (right to left shunt) memiliki resiko terjadinya abses otak. Penyakit jantung sianotik terhitung sekitar 12.8-69,4% dari semua kasus abses otak dan insidensi tertinggi terjadi pada anak-anak.
Kami melaporkan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun, berat badan 16 kg dengan abses otak multiple yang disertai dengan cacat jantung bawaan sianotik Tetralogi of Fallot (TOF) yang akan dilakukan aspirasi abses. Pasien datang dengan suhu tubuh 39oC, GCS 13, Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 120 x/menit, SpO2 90% dengan simple mask 6 L/menit. Hasil lab menunjukan Hb14gr%, Hematokrit 41%, thrombosit 250.000/mm3. PT/aPTT 13,2/26,9. Sudah terpasang infus dari UGD, selanjutnya diberikan premedikasi midazolam 1 mg intravena, induksi dengan propofol, fentanyl, vecuronium, rumatan anestesi dengan oksigen–udara, sevoflurane.Operasi berlangsung selama 1,5 jam, pemberian cairan dengan target normovolume, pascaoperasi dirawat di neurointensive care unit selama 3 hari. Puasa prabedah harus diperhitungkan sebaik-baiknya karena pasien harus tetap terhidrasi dengan baik. Pasien TOF dengan polisitemia, apabila terjadi dehidrasi akan meningkatkan viskositas dan sludging. Pasien ini sudah terhidrasi dengan baik dan cairan pengganti puasa diberikan melalui infus. Pasien harus dalam keadaan tenang dan rileks. Pasien diberikan premedikasi midazolam intravena. Premedikasi dengan suntikan intramuskuler harus dihindari karena kecemasan dan stress dapat menyebabkan “tet” spell. Premedikasi berat juga harus dihindari karena adanya depresi nafas yang menimbulkan hiperkarbia dapat meningkatkan Pulmonary Vascular Resistance (PVR) dan menimbulkan peningkatan shunting dari kanan ke kiri. Aspirasi abses serebri tidak dapat dilakukan dengan anestesi lokal karena akan meningkatkan kecemasan, tekanan darah pasien. Anestesi harus dilakukan dengan anestesi umum.
Pengelolaan perioperatif pasien TOF yang dilakukan operasi ditempat lain (bukan operasi TOFnya) memerlukan pemahaman tentang patofisiologik TOF dan teknik neuroanestesi untuk mendapatkan outcome yang baik.
Kata kunci: anestesia, drainase abses, tetralogi of fallot. JNI 2012;1(2):76-80I. Pendahuluan Abses otak adalah pengumpulan dari pus pada intraparenkim. Angka kejadian abses otak ini berkisar 8% di negara berkembang.1 Faktor predisposisi terjadinya abses otak yaitu otitis media/mastoiditis, paranasal sinusitis, infeksi pada gigi, meningitis, cacat jantung bawaan sianotik, endokarditis bakterial, penyakit paru-paru piogenik, defisiensi sel T, ventriculo-peritoneal shunt dan trauma. 1,2 Kelainan jantung sianotik Tetralogi of Fallot (TOF) berkisar 12,8-69,4% yang merupakan penyebab abses otak terbesar dibandingkan dengan faktor predisposisi lainnya.1
TOF pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Prancis pada tahun 1888 yang bernama Etienne Louis Arthur Fallot. Kelainan kongenital dari jantung dan sistem kardiovaskuler terjadi 7-10 setiap 1000 kelahiran hidup atau 0,7-1%, kelainan jantung kongenital jenis sianotik merupakan salah satu yang terbanyak dari kelainan jantung lainnya, dengan angka kejadian berkisar 5-10%.3-5 Angka kejadian abses otak dengan kelainan TOF berkisar antara 5-18,7%.1,4 TOF memiliki 4 kelainan yaitu 1) defek pada septum ventrikel 2) menghambat aliran darah ventrikel kanan dan atau stenosis arteri atau katup pulmonal 3) overriding aorta 4) hipertropi ventrikel kanan.1,6 TOF yang tidak dilakukan koreksi memiliki angka kematian yang besar yaitu 86-95% sebelum mencapai usia 30-40 tahun. 3,5 Puncak usia untuk dilakukan pengkoreksian TOF adalah usia 6-18 bulan dengan angka kematian kurang dari 1%.5 Pada penderita cacat jantung sianotik TOF didapatkan polisitemia (88%), lekositosit (73%) dan gangguan elektrolit yang bisa terjadi pada pasien yang mendapatkan diuretik. Faktor resiko terjadinya abses otak pada penderita cacat jantung sianotik TOF disebabkan karena hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas. 2,7 Gejala klinik dari abses otak adalah demam (96%), muntah (60%), sakit kepala (45%), dan kejang (45%).1,2,7
Penatalaksanaan abses otak pada abses otak yang kecil dan tidak multipel diberikan terapi antibiotik dengan setiap minggu atau per dua minggu dilakukan CT-scan untuk melihat perkembangan dari abses otak. Apabila setelah dilakukan terapi antibiotik tidak memiliki respon yang baik, maka akan dilakukan aspirasi abses melalui kraniotomi yang diikuti dengan terapi antibiotik selama 6-8 minggu. Pada abses otak yang besar dan terapi antibiotik multipel yang dilakukan adalah dengan melakukan aspirasi abses dan diikuti dengan terapi antibiotik selama 3-6 bulan.6 Pemberian antibiotik seharusnya dihindari apabila belum diketahui jenis bakteri atau adanya hasil kultur, akan tetapi terapi antibiotik dapat diberikan secara empirik. Streptococcus milleri merupakan bakteri paling sering pada abses otak yang disebabkan oleh kelainan jantung sianotik TOF, sedangkan bakteri lainnya adalah staphylococcus dan haemophilus.1,2,7 Antibiotik yang dianjurkan adalah penicillin, choramphenicol dan metronidazole yang dapat diberikan hingga hasil kultur bakteri didapatkan. Angka kesembuhan dari abses otak yang diterapi dengan antibiotik dan aspirasi abses berkisar 90%.1
II.Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun, berat badan 16 kg dengan abses otak multiple yang disertai dengan cacat jantung bawaan sianotik Tetralogi of Fallot (TOF) akan dilakukan aspirasi abses.
Anamnesa Pasien datang ke emergensi dengan keadaan: GCS 13, tekanan darah sistolik berkisar 90-100 mmHg, tekanan darah diastolik berkisar 50-60 mmHg, nadi 110-120 x/min, suhu tubuh 390C, saturasi oksigen 78-88 % dan posisi pasien head up 30O. Pasien sebelumnya mendapatkan antibiotik selama 2 bulan, tetapi demam dan sakit kepala tidak membaik. Pasien lahir cukup bulan, dengan riwayat kebiruan saat menangis atau minum susu. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Kesadaran : GCS 13 Tekanan Darah: 90/50 mmHg, Laju Nadi: 120 x/menit, Laju Nafas: 20 x/menit, Suhu: 39º C SpO2 84% dengan udara bebas, kemudian diberikan oksigen binasal kanul 3L/menit dan SpO2 menjadi 88%, sedangkan dengan mengunakan simple mask 6 L/menit SpO2 menjadi 90%, BB : 16 kg Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- Mulut : Buka mulut 3 jari, Mallampati I, bibir kebiruan. Leher : JVP tidak meningkat, Range of Movement (ROM) baik Thoraks : Bentuk dan gerak simetris, Cor : S1, S2 reguler, gallop (-), murmur (+)Pulmo : VBS kiri = kanan, Ronkhi -/-, Wheezing -/- Abdomen : Datar, lembut, hepar/lien tidak teraba, bising usus (+), nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill < 2‟‟, sianosis (+/+), edema tungkai -/-. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah : Hb 14gr%, Hematokrit 41%, thrombosit 250.000/mm3. PT/aPTT 13,2/26,9. Ro Thorax : gambaran TOF
Pengelolaan anestesi Setibanya di kamar operasi pasien sudah terpasang jalur vena. Pasien dengan keadaan gelisah dan menangis. Setelah dipindahkan ke meja operasi pasien diberikan premedikasi dengan midazolam intravena 1mg, kemudian dilakukan pemasangan oksigen kanul binasal 3L/menit, monitor EKG, tekanan darah dan saturasi oksigen. Didapatkan keadaan pasien dengan tekanan darah 95/62 mmHg, laju nadi 85 x/menit dan SpO2 88 %. Sebelum dilakukannya induksi pasien diberikan cairan kristaloid sebanyak 500 cc.
Induksi dilakukan dengan menggunakan propofol 15 mg secara titrasi, vecuronium 1,5 mg, fentanil 10 ugr, O2 100% dan sevofluran. Ventilasi dilakukan dengan normoventilasi, kemudian dilakukan intubasi dengan menggunakan pipa endotrakhea no. 6 non kingking. Operasi berlangsung selama 1,5 jam. Jumlah cairan yang diberikan adalah 500 cc kristaloid dan 500 cc koloid. Abses yang didapat berkisar 30-50 cc.
Pascabedah Setelah selesai operasi dilakukan ekstubasi di kamar operasi dan dilakukan observasi selama 3 jam. Analgetik post operatif dengan menggunakan metamizol dan petidin secara drip yang diberikan 10-15 gtt/menit.
Setelah dilakukan observasi selama 3 jam di ruang pemulihan pasien dipindahkan ke Neurosurgical Intensive Care Unit (NCCU) dan menjalani perawatan selama 3 hari dengan menggunakan binasal kanul 3L/menit. Terapi antibiotik tetap diberikan. Selama dirawat di NCCU, GCS pasien 15.
Pasien dipindahkan ke ruangan pada hari ke 4 dan dirawat selama 5 hari dalam keadaan yang stabil. Pasien dipulangkan pada hari ke 6 perawatan dengan terapi antibiotik dilanjutkan.
III. Pembahasan
Penatalaksanaan anestesi pada pasien ini merupakan gabungan dari pemahaman tentang patofisiologik TOF dan teknik neuroanestesi. Status cairan pada pasien TOF harus diperhatikan karena dapat mengakibatkan peningkatan viskositas darah dan mungkin dapat dilakukan plebotomi pre-operatif pada pasien dengan keadaan polisitemia berat dengan dehidrasi. Keadaan dehidrasi dapat meningkatkan kadar hematokrit sehingga aliran darah ke otak akan melambat, kemungkinan hipotensi saat induksi dapat terjadi yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Pada kasus ini rehidrasi cairan dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid 500 ml sebelum dilakukannya induksi.1,2,8,9
Pada keadaan ketakutan, menangis atau mengedan dapat mengakibatkan „tet spell‟, premedikasi merupakan suatu keputusan yang tepat tetapi memiliki resiko hiperkarbia yang berakibat peningkatan resistensi vaskuler pulmonal sehingga menurunkan aliran darah ke paru-paru dan meningkatkan tekanan intrakranial. Cara pemberian premedikasi juga harus dipikirkan dengan menghindari pemakaian premedikasi secara intramuskuler karena akan menimbulkan rasa sakit dan berakibat „tet spell‟. Pada kasus ini jalur intravena sudah terpasang di UGD sehingga premedikasi dilakukan dengan pemberian midazolam 1 mg intravena, kemudian diberikan oksigen kanul 3L/menit dan pemasangan monitor saturasi oksigen.8,9
Jalan nafas selama operasi harus dalam keadaan bebas, bila terjadinya obstruksi jalan nafas dapat menyebabkan hiperkarbia dan terjadinya peningkatan resistensi vaskuler pulmonal sehingga menimbulkan “tet spell” dan peningkatan tekananintrakranial yang berakhir dengan iskemia serebral. Pada pasien ini dilakukan intubasi dengan menggunakan pipa endotrakhea no. 6 non kingking.8,9
Penggunaan obat-obatan anestesi harus diperhatikan pengaruhnya terhadap resistensi vaskuler pulmonal dan resistensi vaskuler sistemik. Induksi dilakukan dengan sangat hati-hati. Pada kasus ini dilakukan induksi dengan intravena dan rumatan dengan oksigen 100%, sevofluran, ventilasi dilakukan dengan normoventilasi. 8
Pengelolaan nyeri post operatif sangat membantu untuk tidak terjadinya ”tet spell”. Pada kasus ini diberikan analgetik post operatif dengan metamizole dan petidin. Pemantauan SpO2 dengan pemberian oksigen tetap dilakukan. Rumatan cairan tetap diberikan untuk mencegah dehidrasi dan peningkatan hematokrit. Cairan yang diberikan selama pasien dirawat adalah cairan kristaloid 120 cc/jam.8
IV. Simpulan Pengelolaan perioperatif pasien TOF yang dilakukan operasi ditempat lain, dalam hal in operasi otak (bukan operasi TOFnya) memerlukan pemahaman tentang patofisiologik TOF dan teknik neuroanestesi untuk mendapatkan luaran yang baik.
1. Moorthy RK, Rajshekhar V. Management of brain abscess: overview. Neurosurg Focus 2008 ; 24 : 1-6.
2. Mehnaz A, Syed AU, Saleem AS, Khalid CN. Clinical features and outcome of cerebral abscess in congenital heart diseases. J Ayub Coll Abbottabad 2006;18: 21-4.
3. Findlow D, Doyle E. Congenital heart diseases in adult. Br J Anaesth 1997; 78: 416-430.
4. Jacob G, Mathews C. Unrepaired tetralogy of fallot presenting with brain abscess. Calicut Medical Journal 2010; 8 : 1-3.
5. Baumgartner H, Bonhoeffer P, De Groot NMS, Haan F, Deanfield JE, Galie N, Gatzoulis MA, Baerwolf CG, et al. ESC Guielines for management of grow-up congenital heart disease (new version 2010). European Heart Journal 2010; 31: 2915-57.
6. Brickner ME, Hillis D, Lange RA. Congenital heart diseases in adult. N Eng J Med 2000: 334-42.
7. Atiq M, Ahmed US. Allana SS, Chishti KN. Brain abscess in children. Indian J Pediatr 2006;73 : 401-4.
8. Davies LK, Knauf DG. Anesthetic management for patients with congenital heart disease. Dalam: Hensley FA, Martin DE, Gravlee GF, eds. A Practical Approach to Cardiac Anesthesia. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008, 374-438.
9. Kass IS. Physiology and metabolism of the brain and spinal cord. Dalam: Cottrell JE, Newfield P, eds. Handbook of Neuroanaesthesia. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 20,l3-22.
0 komentar:
Posting Komentar