Tirotoksikosis
Masalah Kesehatan
Tirotoksikosis adalah manifestasi
klinis akibat kelebihan hormon tiroid yang beredar di sirkulasi. Data Nasional
dalam Riskesdas 2013, hipertiroid di Indonesia, terdiagnosis dokter sebesar
0,4%. Prevalensi hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta
(masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%), dan Jawa Barat (0,5%).
Tiroktosikosis di bagi dalam 2
kategori, yaitu yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak
berhubungan.
Tirotoksikosis dapat berkembang
menjadi krisis tiroid yang dapat menyebabkan kematian. Tirotoksikosis yang
fatal biasanya disebabkan oleh autoimun Grave’s disease pada ibu hamil.
Janin yang dikandungnya dapat mengalami tirotoksikosis pula, dan keadaaan
hepertiroid pada janin dapat menyebabkan retardasi pertumbuhanm
kraniosinostosis, bahkan kematian janin.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Pasien dengan tirotoksikosis
memiliki gejala antara lain:
1. Berdebar-debar
2. Tremor
3. Iritabilitas
4. Intoleran terhadap panas
5. Keringat berlebihan
6. Penurunan berat badan
7. Peningkatan rasa lapar (nafsu
makan bertambah)
8. Diare
9. Gangguan reproduksi
(oligomenore/amenore dan libido turun)
10. Mudah lelah
11. Pembesaran kelenjar tiroid
12. Sukar tidur
13. Rambut rontok
Faktor Risiko
Memiliki penyakit Graves
(autoimun hipertiroidisme) atau struma multinodular toksik
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Benjolan di leher depan
2. Takikardia
3. Demam
4. Exopthalmus
5. Tremor
Spesifik untuk penyakit Grave :
1. Oftalmopati (spasme kelopak
mata atas dengan retraksi dan gerakan kelopak mata yang lamban, eksoftalmus
dengan proptosis, pembengkakan supraorbital dan infraorbital)
2. Edema pretibial
3. Kemosis,
4. Ulkus kornea
5. Dermopati
6. Akropaki
7. Bruit
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin, SGOT, SGPT, gula
darah sewaktu
2. EKG
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Untuk hipertiroidisme diagnosis
yang tepat adalah dengan pemeriksaan konsentrasi tiroksin bebas di dalam plasma
(serum free T4 & T3 meningkat dan TSH sedikit hingga tidak ada).
Diagnosis tirotoksikosis sering
dapat ditegakkan secara klinis melaui anamnesis dan pemeriksaan fisik tanpa
pemeriksaan laboratorium, namun untuk menilai kemajuan terapi tanpa pemeriksaan
penunjang sulit dideteksi.
Diagnosis Banding
1. Hipertiroidisme primer:
penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastase karsinoma
tiroid fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, kelebihan iodium (fenomena
Jod Basedow).
2. Tirotoksikosis tanpa
hipotiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi
tiroid, (karena aminoidarone, radiasi, infark adenoma) asupan hormon tiroid
berlebihan (tirotoksikosis faktisia)
3. Hipertiroidisme sekunder: adenoma
hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang
mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional.
4. Anxietas
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Pemberian obat simptomatis
2. Propanolol dosis 40-80 mg dalam
2-4 dosis.
3. PTU 300-600 mg dalam 3 dosis
bila klinis Graves jelas
Rencana Tindak Lanjut
1. Diagnosis pasti dan
penatalaksanaan awal pasien tirotoksikosis dilakukan pada pelayanan kesehatan
sekunder
2. Bila kondisi stabil pengobatan
dapat dilanjutkan di pelayanan primer.
Konseling dan Edukasi
1. Pada pasien diberikan edukasi
mengenai pengenalan tanda dan gejala tirotoksikosis
2. Anjuran kontrol dan minum obat
secara teratur.
3. Melakukan gaya hidup sehat
Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk untuk penegakan
diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium ke layanan sekunder.
Peralatan
EKG
Prognosis
Prognosis tergantung respon terapi,
kondisi pasien serta ada tidaknya komplikasi
No. ICPC-2 : T85 Hipertiroidisme/tirotoksikosis
No. ICD-10 : E05.9 Tirotoksikosis unspecified
Tingkat Kemampuan : 3B
Referensi
1. Djokomoeljanto, R. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. Hal
1961-5.2006.
2. Panduan Pelayanan Medik
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Hal
37-41.2004.
0 komentar:
Posting Komentar