Perdarahan post partum (PPP)
adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta,
robekan pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu
penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus.
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan pasca persalinan yang
melebihi 500 ml setelah bayi lahir atau yang berpotensi mengganggu hemodinamik
ibu. Berdasarkan saat terjadinya, PPP dapat dibagi menjadi PPP primer dan PPP
sekunder. PPP primer adalah perdarahan post partum yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan
jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Sementara PPP sekunder adalah
perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12
minggu setelah persalinan, biasanya disebabkan oleh sisa plasenta.
Kematian ibu 45% terjadi pada 24
jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir,
dan 82-88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan dan gejala utama
1. Perdarahan setelah
melahirkan
2. Lemah
3. Limbung
4. Berkeringat dingin
5. Menggigil
6. Pucat
Faktor Risiko
Perdarahan post partum merupakan
komplikasi dari 5-8% kasus persalinan pervaginam dan 6% dari kasus SC.
1. Faktor risiko prenatal:
a. Perdarahan sebelum
persalinan
b. Solusio plasenta
c. Plasenta previa
d. Kehamilan ganda
e. Preeklampsia
f. Khorioamnionitis
g. Hidramnion
h. IUFD
i. Anemia (Hb<
5,8)
j. Multiparitas
k. Mioma dalam
kehamilan
l. Gangguan faktor
pembekuan dan
m. Riwayat perdarahan sebelumnya
serta obesitas
2. Faktor risiko saat persalinan
pervaginam:
a. Kala tiga yang
memanjang
b. Episiotomi
c. Distosia
d. Laserasi jaringan
lunak
e. Induksi atau
augmentasi persalinan dengan oksitosin
f. Persalinan dengan
bantuan alat (forseps atau vakum)
g. Sisa plasenta, dan bayi besar
(>4000 gram)
3. Faktor risiko perdarahan
setelah SC :
a. Insisi uterus
klasik
b. Amnionitis
c. Preeklampsia
d. Persalinan abnormal
e. Anestesia umum
f. Partus preterm dan postterm
Penyebab dibedakan atas:
1. Perdarahan dari
tempat implantasi plasenta
a. Hipotoni sampai
atonia uteri
Akibat anestesi
Distensi berlebihan
(gemeli,anak besar,hidramnion)
Partus lama,partus
kasep
Partus
presipitatus/partus terlalu cepat
Persalinan karena
induksi oksitosin
Multiparitas
Riwayat atonia
sebelumnya
b. Sisa plasenta
Kotiledon atau
selaput ketuban tersisa
Plasenta
susenturiata
Plasenta akreata,
inkreata, perkreata.
2. Perdarahan karena
robekan
a. Episiotomi yang
melebar
b. Robekan pada
perinium, vagina dan serviks
c. Ruptura uteri
3. Gangguan koagulasi
a. Trombofilia
b. Sindrom HELLP
c. Pre-eklampsi
d. Solutio plasenta
e. Kematian janin
dalam kandungan
f. Emboli air ketuban
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
1. Nilai tanda-tanda
syok: pucat, akral dingin, nadi cepat, tekanan darah rendah.
2. Nilai tanda-tanda vital:
nadi> 100x/menit, pernafasan hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg,
suhu.
Pemeriksaan obstetrik:
1. Perhatikan
kontraksi, letak, dan konsistensi uterus
2. Lakukan pemeriksaan dalam
untuk menilai adanya: perdarahan, keutuhan plasenta, tali pusat, dan robekan di
daerah vagina.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
rutin: terutama untuk menilai kadar Hb < 8 gr%.
2. Pemeriksaan
golongan darah.
3. Pemeriksaan waktu perdarahan
dan waktu pembekuan darah (untuk menyingkirkan penyebab gangguan pembekuan
darah)
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Perdarahan post partum bukanlah
suatu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari penyebabnya:
1. PPP karena atonia
uteri
2. PPP karena robekan
jalan lahir
3. PPP karena sisa
plasenta
4. PPP akibat
retensio plasenta
5. PPP akibat ruptura
uteri
6. PPP akibat
inversio uteri
7. Gangguan pembekuan darah
Komplikasi
1. Syok
2. Kematian
No
|
Gejala
dan tanda
|
Penyebab
yang harus dipikirkan
|
1.
|
Perdarahan segera setelah anak lahir
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
|
Atonia
Uteri
|
2.
|
Perdarahan segera
Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
|
Robekan
Jalan Lahir
|
3
|
Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah kelahiran bayi
|
Retensio
Plasenta
|
4.
|
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
Perdarahan dapat muncul 6-10 hari post partum disertai subinvolusi uterus
|
Sisa
Plasenta
|
5.
|
Perdarahan segera (Perdarahan intra abdominal dan dari atau pervaginam)
Nyeri perut yang hebat
Kontraksi yang hilang
|
Ruptura
Uteri
|
6.
|
Fundus Uteri tidak teraba pada palpasi abdomen
Lumen vagina terisi massa
Nyeri ringan atau berat
|
Inversio
uteri
|
7.
|
Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat gumpalan sederhana
Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembentukan darah sederhana
Terdapat faktor predisposisi : solusio placenta, kematian janin dalam uterus,
eklampsia, emboli air ketuban
|
Gangguan
pembekuan darah
|
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Segera memanggil
bantuan tim
Nilai sirkulasi,
jalan napas, dan pernapasan pasien.
Bila menemukan tanda-tanda
syok, lakukan penatalaksanaan syok.
Gambar Tatalaksana awal
perdarahan pascasalin dengan Pendekatan Tim
1. Berikan oksigen.
2. Pasang infus intravena dengan
kanul berukuran besar (16 atau 18) dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu.
Tabel Jumlah cairan infus
pengganti berdasarkan perkiraan volume kehilangan darah
Penilaian
Klinis
|
Volume
Perdarahan (% dari volume total darah)
|
Perkiraan
Kehilangan Darah (ml) (volume darah maternal 100ml/kgBB)
|
Jumlah
Cairan Infus Kristaloid Pengganti (2-3 x Jumlah Kehilangan Darah)
|
||
Tekanan
Darah Sistolik (mmHg)
|
Frekuensi
Nadi
|
Perfusi
Akral
|
|||
120
|
80x/mnt
|
Hangat
|
<10%
|
<600
ml (asumsi berat badan 60 kg)
|
-
|
100
|
100x/mnt
|
Pucat
|
±15%
|
900
ml
|
2000-3000
ml
|
<90
|
>120x/mnt
|
Dingin
|
±30%
|
1800
ml
|
3500-5500
ml
|
<60-70
|
>140x/mnt hingga tak teraba
|
Basah
|
±50%
|
3000 ml
|
6000-9000 ml
|
3. Lakukan pengawasan
tekanan darah, nadi, dan pernapasan ibu.
4. Periksa kondisi
abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan tinggi fundus uteri.
5. Periksa jalan
lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan laserasi (jika ada, misal:
robekan serviks atau robekan vagina).
6. Periksa
kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
7. Pasang kateter Folley untuk
memantau volume urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk.
Catatan: produksi urin
normal 0.5-1 ml/kgBB/jam atau sekitar 30 ml/jam)
8. Jika kadar Hb<
8 g/dl rujuk ke layanan sekunder (dokter spesialis obgyn)
9. Jika fasilitas
tersedia, ambil sampel darah dan lakukan pemeriksaan: kadar hemoglobin
(pemeriksaan hematologi rutin) dan penggolongan ABO.
10. Tentukan penyebab dari
perdarahannya (lihat tabel 14.11) dan lakukan tatalaksana spesifik sesuai
penyebab
Penatalaksanaan Lanjutan :
1. Atonia uteri
a. Lakukan pemijatan
uterus.
b. Pastikan plasenta
lahir lengkap.
c. Berikan 20-40 unit
Oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 60
tetes/menit dan 10 unit IM.
d. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unit dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan
40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
e. Bila tidak
tersedia Oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti, berikan Ergometrin 0,2
mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan
pemberian 0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. Jangan berikan
lebih dari 5 dosis (1 mg).
f. Jika perdarahan berlanjut,
berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30
menit).
g. Lakukan pasang kondom kateter
atau kompresi bimanual internal selama 5 menit.
h. Siapkan rujukan ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder sebagai antisipasi bila perdarahan tidak berhenti.
Perlu Diingat :
Jangan berikan lebih dari 3 liter
larutan intravena yang mengandung oksitosin.
Jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi berat/tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit
pembuluh darah tepi
Gambar Kompresi Bimanual
Internal dan Kompresi Bimanual Eksternal pada atonia uteri
2. Robekan Jalan Lahir
Ruptura Perineum dan Robekan
Dinding Vagina
1. Lakukan eksplorasi
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
2. Lakukan irigasi
pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
3. Hentikan sumber
perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap.
4. Lakukan penjahitan
(lihat Materi Luka Perineum Tingkat 1 dan 2)
5. Bila perdarahan masih
berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang
setelah 30 menit).
3. Robekan Serviks
a. Paling sering
terjadi pada bagian lateral bawah kiri dan kanan dari porsio
b. Siapkan rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
4. Retensio Plasenta
a. Berikan 20-40 unit oksitosin
dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60
tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit
dalam 1000 ml larutanNaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
b. Lakukan tarikan
tali pusat terkendali.
c. Bila tarikan tali
pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati-hati.
d. Berikan
antibiotika profilaksis dosis tunggal (Ampisilin 2 g IV DAN Metronidazol 500 mg
IV).
e. Segera atasi atau
rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan hebat
atau infeksi
5. Sisa Plasenta
a. Berikan 20-40 unit
oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan
60 tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus Oksitosin 20 unit dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40m tetes/ menit hingga
pendarahan berhenti.
b. Lakukan eksplorasi
digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan jaringan. Bila
serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan aspirasi vakum manual atau dilatasi dan kuretase.
c. Berikan
antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV dan Metronidazol 500
mg).
d. Jika perdarahan berlanjut,
tata laksana seperti kasus atonia uteri.
Inversio Uteri
Siapkan rujukan ke fasilitas
pelayanan kesehatan sekunder
Gangguan Pembekuan Darah
1. Pada banyak kasus
kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat dicegah jika volume darah
dipulihkan segera.
2. Tangani
kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
3. Siapkan rujukan ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan
informasi akan keadaan ibu yang mengalami perdarahan pascasalin.
2. Memberikan
informasi yang tepat kepada suami dan keluarga ibu terhadap tindakan yang akan
di lakukan dalam menangani perdarahan pascasalin.
3. Memastikan dan membantu
keluarga jika rujukan akan dilakukan.
Kriteria Rujukan
1. Pada kasus
perdarahan pervaginam > 500 ml setelah persalinan berpotensi mengakibatkan
syok dan merupakan indikasi rujukan.
2. Penanganan kegawatdaruratan
sebelum merujuk dan mempertahankan ibu dalam keadaan stabil selama proses
rujukan merupakan hal penting diperhatikan
Peralatan
1. Laboratorium
sederhana untuk pemeriksaan darah rutindan golongan darah.
2. Inspekulo
3. USG
4. Sarung tangan
steril
5. Hecting set
6. Benang catgut
Prognosis
Prognosis umumnya dubia ad
bonam, tergantung dari jumlah perdarahan dan kecepatan penatalaksanaan yang
di lakukan.
Referensi
1. Prawirohardjo, S. Saifuddin,
A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo.Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010: Hal 522-529.(Prawirohardjo, et al., 2010)
2. KementerianKesehatan RI
dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Jakarta: KementerianKesehatan RI. 2013(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013
ICPC : W17 Post partum bleeding
ICD-10 : 072.1 Other Immediate Postpartum haemorrhage
Tingkat Kemampuan : 3B
0 komentar:
Posting Komentar