New Dengue Case Classification
by:Sri Rezeki S Hadinegoro
1. Memahami latar belakang pembuatan klasifikasi dengue baru
2. Mengetahui klasifikasi dengue WHO 2009
3. Mengetahui klasifikasi dengue WHO 2011
4. Dapat mempergunakan klasifikasi WHO baru dalam tata laksana kasus dengue di Indonesia
Seperti telah dipahami bahwa tanda dan gejala infeksi dengue tidak khas, sehingga menyulitkan penegakan diagnosis. Menurut para pakar, “Dengue is one disease entity with different clinical presentations and often with unpredictable clinical evolution and outcome”.1 Untuk membantu para klinisi, WHO tahun 1997 membuat panduan dalam buku berjudul “Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control”. Panduan WHO 1997 merupakan panduan yang komprehensif dan sampai sekarang tetap dipergunakan di semua negara endemis dengue, termasuk di Indonesia.2,3 Menggunakan panduan WHO1997 tersebut, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah dapat menurunkan angka kematian dari 1,18% pada tahun 1985 menjadi 0,79% di tahun 2009.4
Namun karena infeksi dengue telah menyebar ke berbagai negara, semakin banyak pihak yang melaporkan sulitnya penggunaan klasifikasi WHO 1997. Beberapa hal yang dipermasalahkan adalah kesulitan memasukkan klasifikasi dengue berat ke dalam spektrum klinis, kesulitan menentukan derajat penyakit karena tidak semua kasus disertai perdarahan, dan keinginan untuk menjaring kasus dengue di saat terjadi kejadian luar biasa (KLB). Untuk itu, WHO WSPRO dan SEARO office telah membuat klasifikasi dengue WHO 2009.1
Namun beberapa negara di Asia Tenggara tidak menyetujui klasifikasi WHO 2009 dan membuat revisi klasifikasi WHO 2011.4
Klasifikasi diagnosis WHO 1997
Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi dalam tiga spektrum klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue ditegaskan bahwa DBD bukan lanjutan dari DD namun merupakan spektrum klinis yang berbeda.Perbedaan antara DD dan DBD adalah terjadinya plasma (plasma leakage) pada DBD, sedangkan pada DD tidak (Gambar 1). Selanjutnya DBDdiklasifikasikan dalam empat derajat penyakit yaitu derajat I dan II untuk DBD tanpa syok, dan derajat III dan IV untuk sindrom syok dengue.Pembagian derajat penyakit tersebut diperlukan sebagai landasan pedoman pengobatan.5
Namun, di lain pihak sejak beberapa tahun banyak laporan dari negaranegara di kawasan Asia Tenggara, kepulauan di Pasifik, India, dan Amerika Latin mengenai kesulitan dalam membuat klasifikasi infeksi dengue. Kesulitan terjadi saat menentukan klasifikasi dengue berat (severe dengue) karena tidak tercakup di dalam kriteria diagnosis WHO 1997. Jadi, kriteria WHO yang telah dipergunakan selama tiga puluh tahun tersebut perlu dinilai kembali.1
Mengapa diperlukan klasifikasi dengue baru? Para pakar mengemukakan beberapa alasan mengapa klasifikasi WHO 1997 harus direvisi. Pertama, saat ini infeksi telah menyebar ke banyak negara dan melintasi benua. Apabila awalnya infeksi dengue hanya endemik di negaranegara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Pasifik, dan Amerika Latin, sekarang telah pula dilaporkan kasus di kawasan Mediterania dan Afrika.
Para klinisi yang menangani kasus infeksi dengue di negara-negara tersebut
Gambar 1. Klasifikasi kasus Dengue menurut WHO 1997
Dikutip dan dimodifikasi dari World Health Organization.Dengue, guidelines for diagnosis, treatment,
prevention, and control. World Health Organization, Geneva, 1997.5
mempunyai pengalaman yang berbeda-beda, terutama dalam mempergunakan
klasifikasi WHO 1997.1,4,6
Kedua, infeksi dengue mempunyai spektrum manifestasi klinis yang luas,
kadangkala sulit diramalkan baik secara klinis maupun prognosisnya. Walaupun
sebagian besar kasus infeksi dengue akan sembuh tanpa pengobatan, adanya
perembesan plasma dan perdarahan dapat mengakibatkan infeksi dengue
berat dan berakibat fatal. Para pakar yang berkecimpung dalam managemen
dengue di kawasan WSPRO dan SEARO WHO-regionmenghimpun klinisi
yang mengeluh kesulitan dalam membedakan infeksi dengue ringan dengan
infeksi dengue berat. Seperti telah dipahami bahwa tata laksana dan prognosis
dengue ringan dan dengue berat berbeda.1
Ketiga, peran triase, pengobatan yang sesuai, dan keputusan pengobatan
mempengaruhi pembuatan klasifikasi dengue yang baru.Klasifikasi baru tersebut juga
diharapkan dapat membantu penegakan diagnosis sedini mungkin dan tata laksana
saat terjadi KLB. Untuk menjaring kasus dengue pada saat KLB, diperlukan klasifikasi
yang lebih luas dan longgar.1,7
Keempat, ditemukan beberapa laporan akan kesulitan dalam penggunaan
klasifikasi WHO 1997, khususnya pengelompokan ke dalam derajat I, II, III,
dan IV. Selain itu, pengelompokan menjadi sulit apabila dijumpai dengue berat
karena tidak dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi WHO 1997. Untuk
memperkuat dugaan tersebut maka dilakukan studi multisenter di negaranegara
endemik dengue.8,9,10
Klasifikasi Diagnosis Dengue WHO 2009
Latar belakang dan rasional pembuatan klasifikasi WHO 2009 telah didukung
dengan studi multisenter dalam Dengue Control study (DENCO study) yang
mencakup negara-negara endemis dengue di Asia Tenggara dan Amerika Latin.
Konsensus telah dilaksanakan pada tangal 29 September sampai 1 Oktober
2008 yang dihadiri oleh 50 pakar dari 25 negara. Berdasarkan laporan klinis
DENCO study yang mempergunakan pemeriksaan klinis dan uji laboratorium
sederhana, klasifikasi infeksi dengue terbagi menjadi dua kelompok menurut
derajat penyakit, yaitu dengue dan severe dengue; dengue dibagi lebih lanjut
menjadi dengue dengan atau tanpa warning signs (dengue ± warning signs).
Konsensus para pakar tersebut telah diuji coba di negara masing-masing dan
dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.11
Dengue ± warning signs1,11
Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai
dengan demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada
klasifikasi WHO 1997. Pada kelompok dengue without warning signs, perlu
diketahui apakah pasien tinggal atau baru kembali dari daerah endemik
dengue. Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan apabila terdapat demam
ditambah minimal dua gejala berikut: mual disertai muntah ruam (skin rash)
nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital uji torniket positif, leukopenia,
dan gejala lain yang termasuk dalam warning signs. Pada kelompok dengue
without warning signs tersebut perlu pemantauan yang cermat untuk mendeteksi
keadaan kritis.
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut,
muntah terus-menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati
≥2cm, disertai kelainan parameter laboratorium, yaitu peningkatan kadar
hematokrit yang terjadi bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit dan
leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis lebih mengarah
kepada infeksi dengue.
Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau harian dalam rawat
jalan.Namun apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena
harus dilakukan untuk mencegah terjadi syok hipovolemik.
Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung
mendukung ke arah terjadinya penurunan volume intravaskular.Hal ini
menjadi pegangan bagi klinisi di tingkat kesehatan primer untuk mendeteksi
pasien risiko tinggi dan merujuk mereka ke tempat perawatan yang lebih
lengkap fasilitasnya.Pasien dengan warning signs harus diklasifikasi ulang
apabila dijumpai salah satu tanda severe dengue. Di samping warning signs,
klinisi harus memperhatikan kondisi klinis yang menyertai infeksi dengue
seperti usia bayi, ibu hamil, hemoglobinopati, diabetes mellitus, dan penyakit
penyerta lain yang dapat menyebabkan gejala klinis dan tata laksana penyakit
menjadi lebih kompleks.
Severe dengue 1,12
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe
plasma leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat),
atau severe organ impairment (keterlibatan organ yang berat).
yy Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau
tanpa perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom
syok dengue) dan atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
yy Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi
hemodinamik yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan
pengganti dan atau transfusi darah. Yang dimaksud dengan perdarahan
adalah semua jenis perdarahan, seperti hematemesis, melena, atau
perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.
yy Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung
(miokarditis), keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya.
Pengelompokan severe dengue sangat diperlukan untuk kepentingan praktis
terutama dalam menentukan pasien mana yang memerlukan pemantauan ketat
dan mendapat pengobatan segera. Hal ini diperlukan terutama dalam KLB (sistem
triase sangat dianjurkan). Hal lain yang sangat penting adalah mempertahankan
sistem surveilans internasional yang konsistenterutama untuk pemantauan apabila
uji klinis vaksin dengue di komunitas telah dilakukan. Kesimpulan pertemuan para
pakar di Jenewa adalah disusunnya klasifikasi kasus dengue dan tingkat derajat
penyakit dengan berpedoman terhadap hasil DENCO study, seperti tertera pada
Gambar 2.1
Klasifikasi Diagnosis Dengue WHO 2011
Setelah klasifikasi diagnosis dengue WHO 2009 disebarluaskan, maka beberapa
negara di Asia Tenggara mengadakan evaluasi kemungkinan penggunaannya.
Ternyata klasifikasi WHO 2009 belum dapat diterima seluruhnya untuk
menggantikan klasifikasi 1997, terutama untuk kasus anak.Terdapat perbedaan
mendasar pada kedua klasifikasi tersebut, yaitu spektrum klinis infeksi dengue
Gambar 2. Dengue case classification and level of severity
Dikutip dari: Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. New edition, 2009
halaman 11.1
tidak dibedakan antara kelompok spektrum dengan perembesan plasma (DBD,
DSS) dan tanpa perembesan plasma (DD). Kedua, batasan untuk dengue ±
warning signs terlalu luas sehingga akan menyebabkan ove-diagnosis. Namun,
diakui bahwa perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD, yaitu expanded
dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestations.
Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun
hampir sama dengan klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok
infeksi dengue simtomatik dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD,
dan expanded dengue syndrome terdiri dari isolated organopathy dan unusual
manifestation (Gambar 3). Klasifikasi yang merupakan revisi edisi sebelumnya
dimuat dalam buku WHO “Comprehensive guidelines for prevention and control of
dengue and dengue haemorrhagic fever, revised and expanded edition” tahun 2011.4
Expanded dengue syndrome
Kasus infeksi dengue dengan unusual manifestation tidak jarang terjadi pada
kasus anak. Unusual manifestation atau manifestasi yang tidak lazim,pada
umumnya berhubungan dengan keterlibatan beberapa organ seperti hati,
ginjal, jantung, dan gangguan neurologis pada pasien infeksi dengue (Tabel
1). Kejadian unusual manifestation infeksi dengue tersebut dapat pula terjadi
pada kasus infeksi dengue tanpa disertai perembesan plasma.
Gambar 3. Klasifikasi diagnosis dengue menurut WHO 2011
Dikutip dan dimodifikasi dari WHO. Comprehensive guideline for prevention and control of dengue and
dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for South-East Asia, New
Delhi, India 2011.4
Tabel 1. Expanded dengue syndrome
Pada umumnya unusual manifestation berhubungan dengan ko-infeksi,
ko-morbiditas, atau komplikasi syok yang berkepanjangan (prolonged shock)
disertai kegagalan organ (organ failure). Pada ensefalopati seringkali dijumpai
gejala kejang, penurunan kesadaran, dan transient paresis. Ensefalopati dengue
dapat disebabkan oleh perdarahan atau oklusi (sumbatan) pembuluh darah.
Sayangnya otopsi di Indonesia tidak dapat dikerjakan sehingga penyebab yang
sebenarnya sulit dibuktikan. Selain itu, terdapat laporan bahwa virus dengue
dapat melewati sawar darah-otak dan menyebabkan ensefalitis.
Infeksi dengue berat dapat disebabkan oleh kondisi ko-morbid pada pasien
seperti usia bayi, obesitas, lansia, ibu hamil,rulkus peptikum, menstruasi, penyakit
hemolitik, penyakit jantung bawaan, penyakit kronis seperti DM, hipertensi, asma,
gagal ginjal kronik, sirosis, pengobatan steroid, atau NSAID.
Pengobatan
Pengobatan kasus dengue menurut klasifikasi diagnosis WHO 2011 tidak
jauh berbeda dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini dipergunakan di
Indonesia. Dalam tata laksana kasus dengue terdapat dua keadaan klinis yang
perlu diperhatikan yaitu
yy Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di
unit gawat darurat atau puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat
dipilah pasien dengue dengan warning signs dan pasien yang dapat berobat
jalan namun memerlukan observasi lebih lanjut (Gambar 4).
yy Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar pemberian
cairan yang adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila syok belum
teratasi selama 2 x 30 menit, pastikan apakah telah terjadi perdarahan
dan transfusi PRC merupakan pilihan (Gambar 5).
Gambar 4. Alur triage yang dianjurkan
Dikutip dengan modifikasi dari World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for
South-East Asia, New Delhi, India 2011.4
Gambar 5. Flow chart penggantian volume cairan pada sindrom syok dengue
Dikutip dengan modifikasi dari World Health Organization. Comprehensive guideline for prevention and
control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. Regional office for
South-East Asia, New Delhi, India 2011.4
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium pada profound shock atau dengue dengan komplikasi*
Keterangan: *apabila belum terjadi perbaikan klinis setelah diberikan cairan adekuat
Dikutip dan dimodifikasi dari. WHO.Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever.Revised and expanded edition. Regional office for South-East Asia, New Delhi, India 2011.4
Pada tabel 2 tertera beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan apabila
kita menghadapi kasus dengue berat yang tidak tampak membaik walaupun
pemeberian cairan telah adekuat sesuai pedoman. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan analisis gas darah, evaluasi kadar hematokrit, kadar elektrolit
termasuk kalsium, kadar gula darah dalam serum, dan segera dikoreksi apabila
terdapat kelainan.
Simpulan
Klasifikasi diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2009 dapat dipergunakan
terutama dalam mewaspadai kasus dengue dengan warning signs dan kasus
dengue berat. Adapun klasifikasi diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011
yang merupakan revisi dan perluasan klasifikasi WHO 1997 lebih cocok dengan
keadaan di Indonesia. Jadi kedua klasifikasi tersebut dapat dipergunakan
dengan tujuan saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Dengue, guidelines for diagnosis, treatment,
prevention, and control. New edition, 2009. World Health Organization (WHO)
and Special Program for Research and Training in Tropical Diseases (TDR).
France: WHO; 2009.
2. Hadinegoro SR. Tata laksana demam dengue/demam berdarah dengue. Dalam:
Hadinegoro SR. Satari HI, penyunting. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap
pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & spesialis penyakit dalam, dalam
tata laksana kasus DBD. Ed ke-1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1998. h. 82-137.
3. UKK Infeksi dan Pediatri Tropis IDAI. Infeksi virus dengue. Dalam: Sudarmo
SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI, penyunting. Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 155-81.
4. World Health Organization. Comprehensive guidelines for prevention and control
of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New
Delhi: Regional office for South-East Asia; 2011.
5. World Health Organization. Dengue, guidelines for diagnosis, treatment,
prevention, and control. Geneva: World Health Organization; 1997.
6. Hadinegoro SR. The revised WHO dengue case classification: does the system
need to be modified? Paediatr and Inter Child Health. 2012;32:32-7.
7. Citraresmi E, Hadinegoro SR, Akib AAP. Diagnosis dan tata laksana demam
berdarah dengue pada kejadian luar biasa tahun 2004 di enam rumah sakit di
Jakarta. Sari Pediatri. 2007;8:8–14.
8. Bandyopadhyay S, Lum LC, Kroeger A. Classifying dengue: a review of the
difficulties in using the WHO case classification for dengue haemorrhagic fever.
Trop Med Int Health. 2006;11:1238–55.
9. Balmaseda A, Hammond SN, Perez MA, Cuadra R, Solano S, Rocha J, dkk. Short
report: assessment of the world health organization scheme for classification of
dengue severity in Nicaragua. Am J Trop Med Hyg. 2006;76 :1059-62.
10. Deen JL, Haris E, Wills B, Balmaseda A, Hammond SN, Rocha C, dkk. The
WHO dengue classification and case definition: time for a reassessment. Lancet.
2006;368:170-3.
11. Barniol J, Gaczkowski R, Barbato EV, da Cunha RV, Laksono IS, Lum CS, dkk.
Usefulness and applicability of the revised dengue case classification by disease:
multi-centre study in 18 countries. BMC Infect Dis. 2011;11:106-11.
12. World Health Organization. Severe dengue [diakses tanggal 27 Mei 2012].
Diunduh dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ .
13. Gulati S, Maheswari A. Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int Health.
2007;12:1087-95.
sumber tulisan :
PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN LXIII, Update Management
of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders, FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA, DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK. 2012
demam tipoid pdf, demam tipoid pada anak, demam tipoid adalah, demam tipoid askep, demam tipoid ppt, demam tipoid icd 10, demam tipoid pada bayi, demam tipoid bisa sembuh total, demam tipoid blog dokter, demam tipoid panduan praktik klinis dokter, Demam Tifoid adalah, Demam Tifoid pdf, terapi Demam Tifoid, Demam Tifoid ppt, tatalaksana Demam Tifoid, klasifikasi Demam Tifoid, komplikasi Demam Tifoid, antibiotik Demam Tifoid, konsensus terbaru Demam Tifoid, konsensus Demam Tifoid, Demam Tifoidpada anak, Demam Tifoid pada dewasa, Demam Tifoid adalah pdf, jurnal Demam Tifoid, Demam Tifoid jurnal,
0 komentar:
Posting Komentar