konsensus PNPK buku ajar Pedoman SPM

Selasa, 28 Maret 2017

Angka Kejadian dan Outcome Cedera Otak di RS. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2008-2010

Angka Kejadian dan Outcome Cedera Otak di RS. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2008-2010

Nyiemas Moya Zamzami, Iwan Fuadi, A. Muthalib Nawawi
Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin-Bandung

Abstrak
Latar Belakang dan Tujuan: Cedera otak traumatik (COT) merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang dengan angka kematian yang tinggi pada dewasa muda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah angka kejadian COT dan karakteristiknya di RS. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Subjek dan Metode: Penelitian deskriptif retrospektif dengan subyek pasien COT di Instalansi Gawat Darurat RSHS pada tahun 2008-2010. Pengambilan sampel dilakukan memakai data status pasien dan data elektronik catatan medis. Data dicatat dan dikelompokan sesuai dengan variabel karakteristik, outcome, serta dihitung CFR.
Hasil: Angka kejadian COT selama 3 tahun di RSHS 3578 kasus, data yang berhasil dicatat sebanyak 2836 kasus, data yang tidak lengkap 483, dan data yang hilang 259, dengan CFR 3,5%. Kejadian COT ringan 1641 kasus, COT sedang 1086 kasus, COT berat 109 kasus. Kejadian pada laki-laki (79,8%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (20,2%) dan tertinggi pada 18-45 tahun. Kecelakaan kendaraan roda dua adalah penyebab utama COT pada pasien RSHS. Jumlah terbanyak yang dilakukan operasi adalah fraktur depres dan cedera otak sedang. Interval waktu kedatangan di IGD sampai dimulainya operasi lebih dari 6 jam sebanyak 410 kejadian (60%) dan 273 kejadian (40%) memerlukan waktu operasi kurang dari 6 jam. Outcome pada pasien COT ringan adalah baik yaitu sebesar 94,7%, sedangkan outcome buruk dijumpai pada COT sedang sebesar 5,3%.
Simpulan: Insidensi dan mortalitas COT di RSHS masih sangat tinggi dan tertinggi pada laki-laki, terjadi pada kelompok usia remaja sampai dewasa muda. Penyebab utama COT karena kecelakaan kendaraan roda dua dan mayoritas outcome pascaoperasi baik.
Kata kunci: Cedera otak, GCS, outcome
JNI 2013; 2 (2):89-94

Incidence and Outcome of Head Injury at Hasan Sadikin Hospital Bandung 2008-2010
Abstract
Background and Objective: Traumatic brain injury (TBI) is one of the health problems in the world, especially in developing countries with high mortality rates in young adults. The purpose of this study was to determine the amount of TBI incidence and characteristics at Hasan Sadikin Hospital (RSHS) Bandung
Subject and Method: This research method is descriptive retrospective subject all patients with TBI at the emergency room RSHS in 2008 to 2010. Sampling was conducted using patient status data and electronic data of medical records. Data were recorded and classified in accordance with variable characteristics, outcome and Case Fatality Rate was calculated.
Results: The incidence of TBI in 3 years at the RSHS is 3578 cases. Completed data attained were 2836 cases, with incomplete data in 483 cases and missing data in 259 cases with CFR 3.5%. The incidence of mild head injury were 1641 cases, moderate head injury were 1086 cases and 109 cases of severe head injury and CFR 3.5%. Incidence of TBI occurred in men was 79.8% which was higher compared to female 20.2%, with the age group of 18-45 years old was the highest. Majority were motorcycle accidents as the leading cause of TBI, and the most frequent diagnosis was depressed fracture have surgery. The most cases that underwent surgery were patients with moderate TBI. The more than 6 hours interval from emergency admission to surgery were recorded in 419 cases (60%) and < 6 hours interval in 273 cases (40%). Good outcome were recorded in the mild TBI 94.7%, but poor outcome were recorded in moderate TBI as many as 5.3%,Conclusion: The incidence and mortality rate of TBI at RSHS was still very high. TBI occured mostly in men
and in adolescent to young adult age group. The cause of head trauma was high due to motorcycle accidents, but
most of the cases had a good outcome.
Key words: Head injury, GCS, outcome

sumber tulisan ini :
di salin langsung dari :
JNI 2013; 2 (2):89-94


I. Pendahuluan
Menurut Brain Injury Assosiation of America,
cedera otak adalah suatu kerusakan pada otak,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar.1,2

Tahun 1995-2001 Amerika Serikat mencatat
235.000 penderita cedera otak ringan dirawat setiap
tahunnya, 1,1 juta mendapat perawatan di unit
gawat darurat, 50.000 (3,6%) pasien meninggal.
Faktor resiko utama cedera otak adalah umur, ras,
dan tingkat sosioekonomi yang rendah. Angka
kejadian laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan.3 Di Asia pada tahun 2002 pensentase
cedera otak karena kecelakaan lalu lintas sebesar
60% kasus, 20-30% karena terjatuh dari ketinggian,
dan penyebab lainnya 10%.4

Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006
menunjukkan cedera dan luka berada di urutan 6
dari total kasus yang masuk rumah sakit di seluruh
Indonesia dengan jumlah mencapai 340.000 kasus,
namun belum ada data pasti mengenai porsi cedera
otak. Dari penelitian yang dilakukan pada beberapa
rumah sakit diperoleh data pada tahun 2005 RS.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, kasus
cedera otak mencapai 434 pasien cedera otak
ringan, 315 pasien cedera otak sedang, kasus
dengan mortalitas sebanyak 23 kasus.5

Rumah Sakit Pirngadi Medan pada tahun 1995-
1998 berdasarkan tingkat keparahannya dijumpai
cedera otak ringan 60,3% (2463 kasus), cedera otak
sedang 27,3% (1114 kasus) dan cedera otak berat
12,4% (505 kasus) sedangkan angka kematian
akibat cedera otak sebesar 11% (448 kasus), pada
tahun 2002-2003 dijumpai cedera otak 1095 kasus
dengan kematian 92 kasus (Case Fatality Rate/CFR
8,4%), RS. Adam Malik jumlah 680 kasus dengan
jumlah kematian 66 orang (CFR 9,7%), RS. Haji
Medan pada tahun 200-2007 sebanyak 11,7%.6
Salah satu penilaian derajat keparahan cedera
otakdengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS), GCS sering digunakan karena mudah untuk
dinilai. Outcome dapat dinilai dengan
menggunakan GCS .7,8,9

Penelitian angka kejadian dan karakteristik cedera
otak di RS. Hasan Sadikin Bandung selama ini
belum pernah diteliti sehingga belum didapatkan
data pasti kejadian cedera otak di RS. Hasan
Sadikin Bandung. Berdasarkan latar belakang ini
maka peneliti berpendapat perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai kejadian cedera
otak dan karakteristiknya.

II. Subjek dan Metode
Metode penelitian ini adalah deskriptif retrospektif
dengan subyek penelitian pasien d e n g a n
d i a g n o s a cedera otak yang masuk melalui
Instalansi Gawat Darurat RS. Hasan Sadikin
Bandung tahun 2008-2010. Pengambilan sampel
dilakukan memakai data status pasien dan data
elektronik catatan medis (medical record) sampai
jumlah sampel mencukupi. Data dicatat dan
dikelompokan sesuai dengan nama, umur, jenis
kelamin, diagnosa, penyebab trauma, derajat
keparahan cedera otak dibagi dalam 3 kategori
yaitu cedera otak ringan, cedera otak sedang, cedera
otak berat, GCS dinilai preoperasi dan
pascaoperasi, interval waktu kedatangan di IGD
dan waktu dimulainya operasi, ruang perawatan,
outcome dengan kriteria baik dan buruk serta
dihitung Case Fatality Rate-nya.

Data dianalisa secara deskriptif menggunakan
univariabel yang bertujuan untuk menggambarkan
karakteristik subyek penelitian dianalisa secara
deskriptif dalam ukuran jumlah dan persentase
untuk data kategorik, analisa data penelitian ini
menggunakan program SPSS for windows versi
20.0.

III. Hasil Penelitian
Diperoleh hasil penelitian kejadian cedera otak di
RS. Hasan Sadikin Bandung sebagai berikut: pada
tahun 2008–2010 sebanyak 3578 kasus, data yang
lengkap sebanyak 2836 kasus, data yang tidak
lengkap 483 kasus, dan data yang hilang 259 kasus.
Pada tabel 1 diperoleh gambaran karakteristik
cedera otak tahun 2008 berdasarkan kelompok usia
terbanyak ditemukan pada usia 18-45 tahun sebesar
59,9% (711 orang) dengan CFR 1,5%, untuk tahun
2009 dan 2010 terjadi penurunan angka kejadian
pada kelompok usia yang sama. Usia kurang dari12 bulan adalah kelompok usia terendah yang
mengalami cedera otak yaitu sebesar 0,2% (2
orang) dengan CFR 0,0%, pada tahun 2009 dan
2010 terlihat angka kejadian cedera otak menurun.

Tabel 1 Karakteristik Pasien Cedera Otak


Setiap tahunnya rata-rata angka kejadian cedera
otak pada laki-laki (78,1%) lebih banyak
mengalami cedera otak dibandingkan perempuan
(21,8%), dengan tingkat pendidikan SMA 84,3%
(1000 orang) yang terbanyak ditemukan pada
tahun 2008. Kecelakaan kendaraan roda dua
(74,6%) adalah penyebab kejadian cedera otak tertinggi di RS Hasan Sadikin Bandung. Sehingga
pasien yang terbanyak dioperasi adalah pasien
dengan diagnosa fraktur depress (41%) yaitu 62,2%
(119 orang) adalah cedera otak ringan.

Tabel 2 Pasien Cedera Otak Tanpa Dilakukan Operasi



Selain pasien yang dioperasi ternyata ada pasien
cedera otak yang tidak dilakukan operasi tetapi
langsung mendapat perawatan intensif dan
langsung ke ruang perawatan biasa. Pasien yang
mendapat perawatan ICU sebanyak 2 pasien,
NCCU sebanyak 87 pasien, dan ruang perawatan
biasa sebanyak 1883 pasien (tabel 2).



Gambar 1 Ruang Perawatan Pascaoperasi

Setelah dilakukan operasi di RS Hasan Sadikin, 572
pasien masuk ke ruang perawatan biasa, NCCU 87
pasien dan ICU 24 pasien (lihat dan grafik 1). Dari
683 pasien yang dioperasi, pada semua kategori
cedera otak terjadi perubahan GCS pascaoperasi,
97,3% GCS pascaoperasi mempunyai outcome
baik, 1,8% outcome buruk (lihat tabel 4 dan tabel

5).

Tabel 3 Perubahan GCS Preoperasi dan Pascaoperasi


Tabel 4 Outcome Cedera Otak Pascaoperasi


Kejadian cedera otak di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung selama 3 tahun dari data yang
diperoleh angka kejadian cedera otak tertinggi
sebesar 1186 kasus ditemukan pada tahun 2008,
tetapi pada bulan November tahun 2009 terjadi
peningkatan cedera otak sebesar 127 kasus
dibandingkan tahun sebelumnya pada bulan yang
sama. Secara keseluruhan angka kejadian cedera
otak pada tahun 2009 dan 2010 terjadi penurunan Outcome pada pasien cedera otak yang mendapat
perawatan di RSHS pada tahun 2008-2010
mayoritas kondisi pasien saat pulang dengan
outcome baik (tabel 4).

Tabel 5 Outcome Cedera Otak Setelah Perawatan


IV. Pembahasan

Sistem pencatatan rekam medis pasien RS. Hasan
Sadikin Bandung dengan menggunakan sistem
International Classification of Diseases (ICD) yaitu
pengelompokan diagnosa penyakit atau trauma
sesuai standar internasional, ICD yang digunakan di
RS. Hasan Sadikin Bandung adalah ICD-10.
Kekurangan ICD-10 adalah tidak spesifik dalam
pengelompokan diagnosa cedera otak. Cedera otak
merupakan trauma yang dapat mengenai berbagai
komponen otak mulai dari bagian terluar hingga
terdalam, termasuk tengkorak dan otak, seperti
kontusio atau memar otak, edema otak, perdarahan
atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi
tergantung pada luas daerah trauma.10,11

Berdasarkan data dari tabel 4.1, total kejadian
cedera otak selama 3 tahun (2008-2010) diperoleh
data kejadian cedera otak di RS. Hasan Sadikin
Bandung sebanyak 3578 kasus, sedangkan data
yang berhasil dicatat sebanyak 2836 kasus, data
yang tidak lengkap 483, data yang hilang 259,
kejadian cedera otak ringan 1641 kasus, cedera otak
sedang 1086 kasus, cedera otak berat 109 kasus,
dimana pada tahun 2008 dijumpai 1186 kasus (CFR
3,2%), 1114 kasus (CFR 3,4%) pada tahun 2009
dan 536 kasus (CFR 4,1%) pada tahun 2010, lihat
tabel 4.1. Dengan demikian kejadian cedera otak
masih merupakan masalah besar di Indonesia
khususnya di wilayah Jawa Barat. Beberapa faktor resiko utama cedera otak seperti umur dan tingkat
pendidikan yang rendah turut mempengaruhi
tingginya kejadian cedera otak.2,3 Usia 18-45 tahun
adalah usia terbanyak yang mengalami cedera otak
yang tertinggi, kejadian ini tinggi karena mobilisasi
tinggi pada usia tersebut (tabel 4.1). Penelitian di
Amerika Serikat cedera otak secara epidemiologi
merupakan salah satu penyebab utama kecacatan
dan kematian pada kelompok usia 1 sampai 40
tahun, 1,5 juta penduduk setahunnya mengalami
cedera tersebut. Puncaknya pada usia 15 sampai 24
tahun.8,22 Demikian juga dengan penelitian kohort
di Finlandia Selatan ditemukan 3,8% penderita
berusia 35 tahun.2,3

Secara umum kejadian cedera otak didominasi oleh
laki-laki 947 kasus (79,8%) yang mengalami
kejadian cedera otak sedangkan perempuan 239
kasus (20,2%) dengan kata lain proporsi laki-laki
lebih sering mengalami cedera otak dibandingkan
wanita (2:1).12 Penemuan yang sama juga diperoleh
di RSCM Jakarta pada tahun 2011 bahwa laki-laki
mengalami cedera otak 2 sampai 3 kali lebih sering
dibanding perempuan.12 Yang paling banyak
mengalami cedera otak adalah masyarakat dengan
tingkat pendidikan SMA (84,3%), hal ini mungkin
karena tingkat pendidikan diwilayah Jawa Barat
masih rendah. Seperti kita ketahui bahwa sebagian
besar masyarakat Bandung masih menganggap
kendaraan roda dua adalah alat transportasi pilihan
yang terbaik saat ini, hal ini berdampak pada
tingginya penyebab cedera otak akibat kecelakaan
lalulintas yang tejadi, dari data ditemukan
kecelakaan kendaraan roda dua (74,6%) adalah
yang tertinggi, kecelakaan kendaraan roda empat
menempati urutan ke dua yaitu sebesar 14,3% dan
jatuh dari ketinggian 5,4% setiap tahunnya.
Minimnya kesadaran masyarakat Bandung untuk
menggunakan pengaman otak yang baik dan benar
berdampak pada tingginya cedera otak dengan
diagnosa fraktur depres, misalnya pengaman otak
(helem) yang belum sesuai standar nasional,
kepatuhan saat berkendara, perlengkapn kendaraan
yang tidak sesuai standar dan rambu-rambu
lalulintas yang kurang mendukung adalah hal-hal
yang mungkin mempengaruhi angka kejadian ini.

Dari 683 pasien cedera otak yang dioperasi,
sebagian besar pasien pascaoperasi masuk ruang
perawatan biasa selebihnya masuk perawatan
intensif seperti ICU atau NCCU. Penilaian outcome
di RS. Hasan Sadikin Bandung masih
menggunakan GCS dan melihat kondisi pasien saat
pulang dengan kriteria sembuh, tidak sembuh,
perbaikan, perburukan atau meninggal, sehingga
penilaian outcome tidak bisa menggunakan metode
lain. Berdasarkan derajat keparahannya cedera otak ringan yang terbanyak dioperasi setiap tahunnya
rata-rata 168 kasus (51,2%), dengan interval waktu
kedatangan di IGD dengan dimulainya operasi pada
semua pasien cedera otak lebih dari 6 jam, Hal ini
dapat disebabkan pasien yang masuk terlebih
dahulu mendapat perawatan kedaruratan di pusat
kesehatan terdekat, identitas yang tidak jelas,
keterbatasan alat pemeriksaan penunjang dan kamar
operasi yang penuh. Walaupun demikian mayoritas
outcome pascaoperasi adalah baik dengan angka
97,3%, sedangkan outcome buruk dijumpai sebesar
1,8%. Ini berdampak pada kondisi pasien saat
pulang sebanyak 93,9% pasien dinyatakan sembuh
dan outcomenya baik sisanya 6,1% mempunyai
outcome buruk.

Proses penyembuhan cedera otak bisa beberapa
minggu setelah trauma. Pemulihan pasien cedera
otak ringan sembuh 80% dapat kembali bekerja,
hanya 20% cedera otak sedang dan 10% cedera
otak berat dan mereka kembali melakukan kegiatan
sehari-hari. 13-15

V. Simpulan
Insidensi dan mortalitas cedera otak di RS. Hasan
Bandung masih sangat tinggi. Secara umum cedera
otak pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
perempuan, dan ini terjadi pada kelompok usia
remaja sampai dengan dewasa muda, penyebab
trauma masih tinggi oleh kecelakaan kendaraan
roda dua dan mayoritas selama perawatan pasien
pascaoperasi outcome nya baik.

Saran
Penanganan pasien yang tepat dan cepat di IGD
diharapkan dapat meningkatkan outcome cedera
otak dan dari hasil penelitian ini hendaknya
dipikirkan kembali tentang sistem penyimpanan
status pasien di Bagian rekam medis, sehingga
tidak dijumpai data penelitian yang hilang atau
tidak lengkap

Perlu dilakukan penelitian lanjut cedera otak yang
bersifat deskriptif prospektif sehingga penilaian
outcome dapat dikembangkan dengan metode lain
seperti GOS dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka
1. Werner C, Engelhard K. Pathophysiology of
traumatic brain injury. Br J. Anaesth. 2007;
99:1:4-9.
2. Bazarian J, Mcclung J, Shah Manish N, Cheng
YT, Flesher W, Kraus J. Mild traumatic brain
injury in the United State, 1998-2000. Brain
Injury. 2005; 19(2):85-91.

3. Corrigan JD, Selassie AW, Orman JA. The
epidemiology of traumatic brain injury. J head
trauma rehabil. 2010; 25(2):72-80.
4. Bruns J, Hauser WA. The Epidemiology of
traumatic brain injury: A Review. Epillepsia.
2003; 44(10):2-10.
5. Mittal R, Vermani E, Tweedie I, Nee PA.
Critical care in the emergency department:
traumatic brain injury. Emerg Med J. 2009; 26:
513-17.
6. Irawan H, Setiawan F, Dewi, Dewanto G.
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan
Revised Trauma Score dalam Memprediksi
Disabilitas Pasien Trauma Otak di Rumah
Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Indonesia. 2010;60(10): 437-41.
7. Summers CR, Ivins B, Schwab KA. Traumatic
Brain Injury in the United States: An
epidemiologic overview. Mount Sinai Journal
of Medicine. 2009; 76: 105-10.
8. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan
Cedera Kranioserebral. Continuing Medical
Education. 2012; 39(5): 327-31.
9. Bisri T. Penanganan Neuroanestesia dan
Critical Care: Cedera Otak Traumatik.
Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. 2012; 19-87.
10. Dinsomore J, Hall G. Neuroanaesthesia. 2002;
79-86.
11. Prabhu A, Matta BF. Anaesthesia for
extracranial surgery in patient with traumatic
brain injury. Br J Anaesth. 2004; 4(5): 156-9.
12. Andelic N, Sigurdardottir S, Brunborg C, Roe
C. Incidence of hospital treated traumatic brain
injury in the Oslo population.
Neuroepidemiology. 2008; 30: 120-28.
13. Crash MRC. Prognostic outcome after
traumatic brain injury: practical prognostic
models based on large cohort of international
patients. BMJ. 2010: 1-10.
14. Kan HC, Saffari M, Khoo TH. Prognostic
factors of severe traumatic brain injury
outcome in children aged 2-16 years at a Major
Neurosurgical Referral Centre. Malaysian
Journal of Medicine Sciences. 2009; 16(4): 25-
33.
15. Kim KH. Predictors for funtional recovery and
mortality of surgically treated traumatic acute
subdural hematomas in 256 patients. J Korean
Neurosurg Soc. 2009; 45: 143-50.

0 komentar:

Posting Komentar