Disentri
Basiler dan Disentri Amuba
No. ICPC-2
: D70 Gastrointestinal infection
No. ICD-10
: A06.0 Acute amoebic dysentery
Tingkat
Kemampuan : 4A
Masalah
Kesehatan
Disentri
merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain.
Penyakit
ini dapat disebabkan oleh bakteri disentri basiler yang disebabkan oleh
shigellosis dan amoeba (disentri amoeba).
Hasil
Anamnesis (Subjective)
Keluhan
1.
Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus
menerus bercampur lendir dan darah
2.
Muntah-muntah
3.
Sakit kepala
4. Bentuk
yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae
dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak
cepat ditolong.
Faktor
Risiko
Higiene
pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
Hasil
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan
Fisik
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
1.
Febris
2.
Nyeri perut pada penekanan di bagian sebelah kiri
3.
Terdapat tanda-tanda dehidrasi
4.
Tenesmus
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
tinja secara langsung terhadap kuman penyebab.
Penegakan
Diagnostik (Assessment)
Diagnosis
Klinis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis
Banding
1.
Infeksi Eschericiae coli
2.
Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
3. Infeksi
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Komplikasi
1.
Haemolytic uremic syndrome (HUS)
2.
Hiponatremia berat
3.
Hipoglikemia berat
4.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan
perforasi
Penatalaksanaan
Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1.
Mencegah terjadinya dehidrasi
2.
Tirah baring
3.
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral
4.
Bila rehidrasi oral tidak mencukupi dapat diberikan cairan melalui infus
5.
Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
6.
Farmakologis:
a.
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan
antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti dengan
jenis yang lain.
b.
Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal Fluorokuinolon seperti
Siprofloksasin atau makrolid Azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis Siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan Azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan
Sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian Siprofloksasin merupakan
kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
c.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1
yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3
x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan dalam
pengobatan stadium karier disentri basiler.
d. Untuk
disentri amuba diberikan antibiotik Metronidazol 500 mg 3x sehari selama 3-5
hari
Rencana
Tindak Lanjut
Pasien
perlu dilihat perkembangan penyakitnya karena memerlukan waktu penyembuhan yang
lama berdasarkan berat ringannya penyakit.
Konseling
dan Edukasi
1.
Penularan disentri amuba dan basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi
lingkungan dan diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun,
suplai air yang tidak terkontaminasi serta penggunaan jamban yang bersih.
2.
Keluarga ikut berperan dalam mencegah penularan dengan kondisi lingkungan dan
diri yang bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun,
suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih.
3. Keluarga
ikut menjaga diet pasien diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang
dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Kriteria
Rujukan
Pada
pasien dengan kasus berat perlu dirawat intensif dan konsultasi ke pelayanan
kesehatan sekunder (spesialis penyakit dalam).
Peralatan
Laboratorium
untuk pemeriksaan tinja
Prognosis
Prognosis
sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi, dan
pengobatannya. Pada umumnya prognosis dubia ad bonam.
Referensi
1.
Sya’roni Akmal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4.
Jakarta: FK UI.2006. Hal 1839-41.
2.
Oesman, Nizam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta:
FKUI.2006.
3. Kroser,
A. J. Shigellosis. 2007. Diakses dari www.emedicine.com/med/topic2112.htm
0 komentar:
Posting Komentar