Ankilostomiasis (infeksi
Cacing Tambang)
No. ICPC II : D96 Worms/other
parasites
No. ICD X : B76.0
Ankylostomiasis
B76.1 Necatoriasis
Tingkat Kemampuan : 4A
Masalah Kesehatan
Penyakit cacing tambang adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale. Di Indonesia infeksi oleh N. americanus lebih
sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh A.duodenale. Hospes parasit
ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis.
Diperkirakan sekitar 576 – 740 juta orang di dunia terinfeksi dengan cacing tambang.
Di Indonesia insiden tertinggi ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya
perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan
dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Dari suatu penelitian diperoleh
bahwa separuh dari anak-anak yang telah terinfeksi sebelum usia 5 tahun, 90%
terinfeksi pada usia 9 tahun. Intensitas infeksi meningkat sampai usia 6-7
tahun dan kemudian stabil.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Migrasi larva
1.
Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat larva
menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch). Creeping
eruption (cutaneous larva migrans), umumnya disebabkan larva cacing
tambang yang berasal dari hewan seperti kucing ataupun anjing, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan oleh larva Necator americanus ataupun Ancylostoma
duodenale.
2. Sewaktu larva melewati paru,
dapat terjadi pneumonitis, tetapi tidak sesering oleh larva Ascaris
lumbricoides.
Cacing dewasa
Cacing dewasa umumnya hidup di sepertiga
bagian atas usus halus dan melekat pada mukosa usus. Gejala klinis yang sering
terjadi tergantung pada berat ringannya infeksi; makin berat infeksi
manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok seperti :
1.
Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah, diare, penurunan
berat badan, nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejunum dan ileum.
2.
Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia hipokromik mikrositik.
3. Pada anak, dijumpai adanya
korelasi positif antara infeksi sedang dan berat dengan tingkat kecerdasan
anak.
Bila penyakit berlangsung
kronis, akan timbul gejala anemia, hipoalbuminemia dan edema. Hemoglobin kurang
dari 5 g/dL dihubungkan dengan gagal jantung dan kematian yang tiba-tiba.
Patogenesis anemia pada infeksi cacaing tambang tergantung pada 3 faktor yaitu:
1.
Kandungan besi dalam makanan
2.
Status cadangan besi dalam tubuh pasien
3. Intensitas dan lamanya
infeksi
Faktor Risiko
1.
Kurangnya penggunaan jamban keluarga
2.
Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk
3.
Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah
4. Perilaku hidup bersih dan
sehat yang kurang.
Hasil Pemeriksaan Fisik dan
Penunjang Sederhana (Objective)
Gejala dan tanda klinis
infestasi cacing tambang bergantung pada jenis spesies cacing, jumlah cacing,
dan keadaan gizi penderita.
Pemeriksaan Fisik
1.
Konjungtiva pucat
2. Perubahan pada kulit
(telapak kaki) bila banyak larva yang menembus kulit, disebut sebagai ground
itch.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik pada
tinja segar ditemukan telur atau larva atau cacing dewasa.
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Klasifikasi:
1.
Nekatoriasis
2. Ankilostomiasis
Diagnosis Banding: -
Komplikasi: anemia, jika
menimbulkan perdarahan.
Penatalaksanaan Komprehensif
(Plan)
Penatalaksanaan
1.
Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan
lingkungan, antara lain:
a.
Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
b.
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
c. Menggunakan alas kaki,
terutama saat berkontak dengan tanah
2.
Farmakologis
a.
Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, atau
b.
Mebendazole 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut-turut, atau
c.
Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis tunggal, sedangkan pada
anak yang lebih kecil diberikan dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan pada
wanita hamil. Creeping eruption: tiabendazol topikal selama 1 minggu.
Untuk cutaneous laeva migrans pengobatan dengan Albendazol 400 mg selama 5 hari
berturut-turut.
d. Sulfasferosus
Konseling dan Edukasi
Memberikan informasi kepada
pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan,
yaitu antara lain:
1.
Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga kotoran
manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah disekitar lingkungan tempat
tinggal kita.
2.
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
3.
Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia.
4.
Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah.
5.
Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan menggunakan
sabun dan air mengalir.
6. Menggunakan alas kaki saat
berkontak dengan tanah.
Kriteria Rujukan: -
Peralatan
1.
Peralatan laboratorium mikroskopis sederhana untuk pemeriksaan spesimen tinja.
2. Peralatan laboratorium
sederhana untuk pemeriksaan darah rutin.
Prognosis
Penyakit ini umumnya memiliki
prognosis bonam, jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali
terjadi perdarahan dalam waktu yang lama sehingga terjadi anemia.
Referensi
1.
Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (Gandahusada, 2000)
2.
Written for World Water Day. 2001. Reviewed by staff and experts from
the cluster on Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit
(WSH), World Health Organization (WHO).
3. King CH. Hookworms. In:
Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed.
Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.
0 komentar:
Posting Komentar